Catatan

Ketika Komisioner KI Terpilih di Warung Kopi

×

Ketika Komisioner KI Terpilih di Warung Kopi

Sebarkan artikel ini

Catatan: Hambali Rasidi

Warung SUN
Horri dan Winanto saat di Warung Kopi SUN

matamaduranews.com -ENTAH kenapa. Tiba-tiba. Warung kopi SUN, Selasa pagi riuh. Di sana ada Anggota Komisi 1 DPRD Sumenep Hairul Anwar. Juga ada bang Azis Syabibie. Pengusaha yang juga politisi. Di sebalah mereka berdua ada wartawan dan aktivis.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Saya dikabari via WA Grup. Diminta segera merapat. Saya tak merespon. Hanya melihat siapa saja yang ngobrol.

Beberapa jam kemudian saya datang. Pak Dewan Hairul langsung nyodori rokok dan kopi. “Ladini Buk, kopi ben rokok untuk Mas Hambali,” ucap Hairul yang disambut tawaan para wartawan.

Saya bilang: tak usah repot-repot Pak Dewan. Cukup bertemu Pak Dewan sudah lebih dari rokok dan kopi.

Obrolan bebas. Isu yang didiskusikan macam-macam. Maklum Bang Azis selalu minor melihat keadaan. Katanya, tak ada uang yang berputar di Sumenep.

Saya perhatikan ujungnya. Ternyata dia hampir setahun tak ada kegiatan proyek. Gegara efisiensi.

Juga bilang soal subsidi pupuk. Dan macam-macam yang disebut potensi kerugian negara.

Saya menyela: ada juga aspal tanpa SNI digunakan untuk infrastruktur jalan. Harganya mahal, kualitas kalah dengan harga aspal SNI dengan harga murah.

Bang Azis hanya bilang: itu kecil.

Tema obrolan ganti materi ke BSPS. Rencana rekrutmen PPPK. Terakhir soal rekrutmen Komisi Informasi yang lagi heboh. Gegara surat terbuka Farid Gaki kepada Bupati Sumenep.

Pak Dewan Hairul terbahak. “Buh..Farid ben Ainur,” ucapnya tertawa.

Saya bilang: publik tak mengerti apa yang memotivasi saya menulis soal dinamika rekrutmen KI Sumenep.

“Intinya rekrutmen KI Sumenep dinamis. Sebagai wartawan perlu mengambil bagian dari dinamika itu. Tak punya kepentingan siapa saja yang terpilih,” saya menjelaskan.

Pak Dewan Hairul hanya tersenyum. Lalu ia pamit pulang. Sambil menyodorkan tagihan kopi dan rokok ke Ibu Sun, pemilik warung.

“Sisanya masukkan saldo untuk yang belum datang,” ucap Hairul sambil berpamitan.

Hairul sering ke warung SUN. Saat datang ia mentraktir semua yang dikonsumsi teman teman media yang duduk di warung itu.

Siang hari. Suasana warung SUN kian ramai. Saya baru dari luar. Ada Marlaf Sucipto, advokat muda yang kerap mendampingi warga.

“Aku Padamu, cak,” ucap Marlaf sambil angkat jempol.

Di samping Marlaf. Ada Winanto. Yang kata berita online: salah satu calon komisioner KI Sumenep Terpilih hasil musyawarah Komsii 1 DPRD Sumenep.

Saya menyapa Winanto. Pamit hendak ke Kalianget. Sejam kemudian. Saya datang. Suasana warung tetap riuh.

Di kursi barat ada Horri, orang dalam, kata Pak Guru Ibnu Hajar. Yang juga ikut nimbrung. Di sebelah TA Bupati Sumenep ini, ada Ketua PWRI, Rusydiyono.

Pak Guru Ibnu nyerocos. Dia bercerita baru ketemu Bupati Fauzi. Tak lama kemudian, ada lemparan rokok tepat jatuh di depan Pak Guru Ibnu. Saya menoleh. Ternyata Winanto menaruh rokok double esse.

Ketua PWRI juga kebagian. Saya ternyata pertama ditaruh rokok. Hanya Winanto tak mengucapkan. Saya asyik menyimak info-info Pak Guru Ibnu.

Saking asyik menyimak Pak Guru. Tak melihat ada tiga bungkus rokok. Yang bercukai dan no cukai. Di atas meja.

Pak Guru Ibnu kian puncak. Bukan hanya kata-katanha yang puitis. Bahasa tubuhnya juga memberi makna.

Di tengah obrolan itu, ada yang berbisik. “Ucapan Pak Ibnu jangan ditelan mentah,” .

Saya hanya tersenyum. Mengakhiri pertemuan sore itu. (*)