Kisah Pilu Seorang Nenek di Sumenep, Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reyot

×

Kisah Pilu Seorang Nenek di Sumenep, Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reyot

Sebarkan artikel ini
Kisah Pilu Seorang Nenek di Sumenep
Nenek Muawena di dalam gubuk reyot di Pulau Raas, Sumenep. KTP yang sempat dihapus karena dilaporkan meninggal dunia (atas). (istimewa)

matamaduranews.comSUMENEP-Senin (29/3/2021), Nenek Muawena duduk sendiri. Di atas ranjang beralas tikar pandan yang sudah lusuh.

Nenek Muawena menatap rombongan tamu yang datang, Seni pagi itu.

Tubuh nenek yang kurus ditutup sehelai kain sarung. Si nenek tinggal sendirian.

Nenek Muawena tak punya anak. Suaminya sudah lama meninggal dunia.

Nenek Muawena tinggal sebatang kara dalam gubuk reyot di Dusun Brakas Barat, Desa Brakas, Kecamatan Raas, Sumenep, Madura, Jawa Timur.

Dinding rumah si nenek hanya ditutup anyaman bambu yang sudah bolong-bolong. Tak ada MCK.

Atap rumahnya juga terlihat rapuh. Sebagian gentingnya juga bolong-bolong.

Apabila hujan, air langsung menetes ke dalam gubuk. Si nenek harus mencari sela-sela tempat yang tak bocor.

Jika tidur, si nenek beralas tikar pandan lusuh di atas ranjang kayu tua.

Bantalnya dari gulungan kain jarik yang tak kalah lusuh dari alas tikarnya.

Tak ada lemari atau pekakas lain di gubuk reyot si nenek.

Untuk menyimpan pakaian ditaruh dalam kardus. Kalau ada sisa makanan ditaruh dalam rantang yang ia gantung di tiang agar tak dimakan kucing.

Di samping ranjang tua. Terlihat tumpukan kayu bakar digunakan sewaktu ingin memasak bila ada tetangga yang memberi beras.

Di usia yang sudah renta. Nenek Muawena tak bisa bekerja.

Untuk bertahan hidup. Si nenek Muawena menunggu uluran tangan dan belas kasihan tetangga sekitar.

“engko’ e dinna’ kadibi’ molae lambe’ lake pon sobung, mateppa’a bengko ta’ andik’ obeng, ngakan e berri’ tatangge (Saya ditinggal sendirian mulai dulu, suami sudah meninggal, untuk memperbaiki rumah tidak punyak uang, makan diberi oleh tetangga_red),” cerita Mas’awi-relawan sosial yang tergabung di JPKP Raas-Sumenep-menirukan ucapan Nenek Muawena yang terbata-bata dengan bahasa Madura.

Kondisi ini memanggil relawan sosial pemuda Raas yang tergabung di Aktivis Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah (JPKP) untuk menyalurkan berbagai kebutuhan si nenek.

Darussalam, perwakilan JPKP Raas berupaya mencari bantuan ke pemerintah melalui program PKH, BPNT, BLT atau Bansos terdampak Covid-19.

Dengan harapan si nenek dapat perhatian pemerintah di sisa umurnya.

Darussalam minta KTP si nenek. Si nenek memberi KTP-nya yang masih terlihat jelas ejaannya.

Saat akan diurus ke kantor yang membidangi urusan sosial, nomor NIK 3529225404650002 atas nama Mokny Mudely-itu, diketahui terhapus karena dilaporkan meninggal dunia.

Darussalam bercerita ke salah satu aktivis JPKP di Sumenep, Ferry Saputra.

Kisah Pilu Seorang Nenek di Sumenep, Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reyot
Gubuk Reyot tempat tinggal Nenek Muawena di Raas (FOTO:JPKPSUMENEP)

 

Fery-panggilan akrabnya-mengecek ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Sumenep, pada Selasa (30/3/2021).

Saat tiba di kantor Disdukcapil JL Trunojoyo. Fery menanyakan NIK KTP Mokny Mudely dengan nomor NIK 3529225404650002 . Tempat tanggal lahir, Sumenep 14 April 1965. Nama ayah kandung Ali dan Ibu kandung bernama Aton

“Data KTP si nenek sudah di-delete (dihapus) by kode 352922 dengan alasan delete mati pada tanggal 25 Januari 2018, dengan nama Mokny Mudely tempat tanggal lahir, Sumenep 14 April 1965 dengan NIK 3529225404650002. Nama ayah kandung Ali dan Ibu kandung bernama Aton,” cerita Fery kepada Mata Madura, Rabu (31/3/2021).

“Ajaibnya, per hari Selasa 30 Maret 2021, sekira pukul 10.27 WIB, status kependudukan si nenek dinyatakan hidup. Kata petugas ada pengajuan pemutakhiran data dengan identitas yang berbeda yaitu atas nama dan tanggal lahir berbeda yaitu, nama lengkap Muawena, tempat tanggal lahir Sumenep 14 April 1941, NIK nya sama dengan KTP sebelumnya yaitu, nomer 3529225404650002 dan Nomor KK 3529223003210002, dengan nama Ayah kandung Maadin dan Ibu kandung Muhadiyah. Dan tanggal rekam e-KTP 22 Mei 2012, tanggal cetak e-KTP 30 Maret 2021 dengan status perekaman e-KTP card_printed,” sambungnya.

Sungguh apes nasib hidup nenek Muawena. Hidup sendirian dengan tempat tinggal yang sangat memprihatinkan.

“Kondisi kesehatannya kerap menurun. Sewaktu-waktu si nenek demam dan batuk-batuk,” cerita Fery.

“Adakah yang peduli kepada si Nenek Muawena?,” tulis Fery yang dikirim ke redaksi Mata Madura

hambali rasidi

KPU Bangkalan