Mengenang KH Taufiqurrahman FM Sumenep, “Hidup Saya untuk Masyarakat dan NU”

×

Mengenang KH Taufiqurrahman FM Sumenep, “Hidup Saya untuk Masyarakat dan NU”

Sebarkan artikel ini
KH Taufiqurrahman FM Jambu Sumenep
Bupati Sumenep, Achmad Fauzi didampingi Sekretaris DPC PDIP Sumenep Abrari saat bersilaturrahmi di kediaman KH Taufiqurrahman FM Jambu, Lenteng menjelang Pikada Sumenep 2020 lalu.

matamaduranews.comSUMENEPInnalillahi wa inna ilaihi rajiun. Kabar duka menyelimuti warga NU Sumenep. KH Taufiqurrahman FM, mantan Rais Syuriah PCNU Sumenep berpulang ke Rahmatullah.

Kiai Taufiq yang juga pengasuh Pondok Pesantren Mathlabul Ulum, Desa Jambu, Kecamatan Lenteng, Sumenep ini wafat di RSUD dr Moh Anwar Sumenep pada Jumat pagi (7/1/2022).

Kabar duka ini pertama kali dikirim Sitrul Arsy di Grup WA Busyrolana.

“Innalilahi Wainna Rojioun telah berpulang ke Rahmatullah Kyai Taufiqurrahman FM jambu di RSUD Sumenep. Alfatihah,” tulis Sitrul Arsy, Jumat pagi.

Bahri, salah satu santri alm Kiai Taufiq membenarkan soal kabar duka itu. Katanya, Kiai Taufiq menghembuskan nafas di RSUD Sumenep pada Jumat pagi jam 06.20 WIB.

Profil KH Taufiqurrahman FM

KH Taufiqurrahman FM memiliki nama lengkap Kiai Haji Taufiqurrahman Fathul Mu’in. Bagi warga nahdliyyin Sumenep, sosok Kiai Taufiq sudah tak asing. Selain dikenal sebagai pengasuh pondok pesantren. Almarhum juga dikenal sebagai penceramah dan akiv di PCNU Sumenep serta PKB.

Semasa hidup, almarhum sering diundang masyarakat untuk memberi tausiyah agama. Sebagai da’i, Kiai Taufiq populer di berbagai belahan tempat di Sumenep, tak terkecuali di wilayah kepulauan.

Almarhum pernah menjabat Ketua PCNU Sumenep, Wakil Rais Syuriah PCNU Sumenep periode 2010 – 2015. Hingga menjabat Rais Syuriah PCNU Sumenep.

Sedangkan di PKB Sumenep, almarhum tercatat sebagai salah satu deklarator dan pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Jatim pada tahun 1999-2004.

Di sela kesibukan sosial masyarakat, Kiai Taufiq juga mengurus lembaga pesantren yang dirintisnya sejak lebih dari tiga puluh tahun silam. Di Pondok Pesantren yang bernama Mathlabul Ulum itu, almarhum tercatat sebagai pendiri sekaligus pengasuh hingga akhir hayat.

Kiai Taufiq lahir di Sumenep, 25 November 1955. Beliau memiliki nasab ke Kiai Ruham, Pamekasan dan Kiai Idris, Patapan, Pragaan Sumenep.

Kiai Ruham dikenal sebagai leluhur para kiai di daerah Pamekasan, Sumenep, dan di daerah tapal kuda, Jawa Timur. Sebut saja KHR As’ad Syamsul Arifin (Sukorejo, Situbondo) dan KH Zaini Mun’im (Paiton, Probolinggo) sebagai dua di antara anak cucu Kiai Ruham.

Sementara Kiai Idris Patapan, dikenal sebagai cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren al-Amien Prenduan, dan Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, dan beberapa pesantren lain di wilayah selatan Sumenep; serta juga sebagian di Pamekasan hingga beberapa daerah di tapal kuda.

Kiai Taufiq mempersunting Nyai Hajjah Ulfah Umamiyah putri KH Haji Asnawi Imam, Jambu, Lenteng-salah satu ulama kharismatik Sumenep. Kiai Asnawi merupakan salah satu putra Kiai Imam bin Mahmud, pendiri pondok Pesantren al-Karawi, Karay Ganding.

Sehari setelah menikah, pada tahun 1978. Kiai Taufiq mendirikan Ponpes Mathlabul Ulum, Desa Jambu, Kecamatan Lenteng. Berbekal ilmu dari Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo. Kiai Taufiq langsung mendirikan Madrasah Diniyah (MD). Selang berapa tahun, tepatnya tahun 1983, Kiai Taufiq mendirikan Madrasah Tsanawiyah (MTs).

Seiring berjalannya waktu. Pada tahun 1985, Kiai Taufiq mendirikan Madrasah Aliyah (MA). Lokasi kedua madrasah tersebut pindah ke selatan dari kediaman Kiai Asnawi. Hal itu dikarenakan lokasi yang baru dipandang oleh Kiai Taufiq lebih strategis.

Namun, meski sudah memiliki lembaga pesantren sekaligus lembaga pendidikan formal dari jenjang MD hingga MA, masih belum membuat Kiai Taufiq puas. Beliau melihat perkembangan pengetahuan siswa masih belum maksimal. Hal itu disebabkan para siswa sekaligus santri tidak mukim. Memang, meski sudah bernama pondok pesantren, kebanyakan santri tidak tinggal di pondok. Meski ada, hanyalah beberapa orang saja.

Singkat kata. Kiai Taufiq terinspirasi dengan pondok tempatnya nyantri dulu di Gontor. Maka, didirikanlah Ma’had Muallimien al-Islamiyah (MMI) pada tahun 1987. Siswa yang sekolah di madrasah Ponpes Mathlabul Ulum, sejak saat itu diwajibkan untuk mukim.

“Sistem yang dianut MMI merupakan sistem di Gontor. Jadi bisa dikatakan kiblat MMI, ya, Gontor,” cerita Kiai Taufiq suatu waktu seperti dikutip majalah mata sumenep.

Perjuangan Kiai Taufiq berbuah manis. Dengan dukungan moril dari masyarakat sekitar, ponpes Mathlabul Ulum dengan MMI-nya berkembang pesat. Hingga saat ini sudah tercatat ribuan santri dan alumninya.

“Saat ini saja yang mukim sekitar lebih dari lima ratus santri. Kalau yang tidak mukim, ribuan,” jelas Kiai Taufiq.

Kesibukan di Pesantren tak lantas membuat Kiai Taufiq mengabaikan aktivitas sosial kemasyarakatan yang membutuhkan kontribusinya. Mulai undangan masyarakat untuk berceramah dan mengurus NU. “Jiwa dan hidup saya untuk masyarakat dan NU,” tuturnya kepada wartawan mata sumenep. (*)

KPU Bangkalan