“Pak Jokowi itu ya ngono loh, mentang-mentang. Lah iya padahal Pak Jokowi kalau nggak ada PDI Perjuangan juga duh kasihan dah”.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Itulah salah satu contoh cengngoceng yang diungkapkan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri pada acara peringatan HUT ke-50 PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat (detiknews, 13/01/2023).
Meski Megawati tidak menjelaskan secara detil maksud dari ungkapannya, tapi para peserta yang hadir di tempat itu maupun khalayak sudah bisa memprediksi ke arah mana ungkapan tersebut dimaksudkan. Apalagi, selama ini Megawati sering bilang kalau kadernya adalah petugas partai.
Bentuk ungkapan cengngoceng dapat berbeda-beda, sesuai dengan persoalan yang melatarbelakanginya.
Pada ranah politik praktis, cengngoceng dimaksudkan untuk mendapat perhatian orang yang dituju (masyarakat) atau untuk menjegal pihak lawan politiknya.
Cengngoceng atau acengngoceng bermakna mengungkit-ungkit barang atau jasa yang sudah diberikan atau dilakukan kepada orang lain, sebab balasan dari orang lain itu tidak sesuai dengan keinginan dan harapan si pemberi.
Bahkan, tak hanya sebatas pemberian berupa barang dan jasa, tapi yang dipikirkan atau dirasakan seseorang kepada orang lain seringkali juga dijadikan dasar untuk acengngoceng.
Di Madura, barang atau jasa yang diberikan kepada orang lain dikenal dengan kata tompangan (tumpangan). Biasanya, sebelum cengngoceng terjadi, seseorang memberikan tompangan, hanya saja ketika sudah saatnya memberikan kombelià n atau bà lessà n (balasan) tak setimpal dengan yang sudah diberikan sebelumnya.
Cengngoceng diungkapkan dengan melebih-lebihkan sesuatu (majas hiperbola), yaitu menggambarkan pemberian yang sudah dilakukan secara berlebihan, sehingga orang yang dituju auto kena mental.
Secara teknis, penyampaian cengngoceng tergantung pada situasi dan kondisi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung biasanya diungkapkan ketika berhadapan langsung di antara kedua belah pihak atau saat terjadi pertengkaran.
Sedangkan cengngoceng tidak langsung yaitu penyampaiannya melalui perantara (apessenan). Perantara itulah yang disebut dalam Ilmu Komunikasi sebagai komunikasi yang menggunakan media orang (Deddy Mulyana, 2014).
Menyongsong Pemilu 2024, politik cengngoceng tampaknya mulai banyak digencarkan. Hal itu dapat dilihat dari proses penetapan calon di tingkat partai pengusung hingga pada masa kampanye. (*)
*Dosen FISIP Universitas Wiraraja Madura