Ekonomi

Program Bupati Sumenep Berjalan Mampet

×

Program Bupati Sumenep Berjalan Mampet

Sebarkan artikel ini

Catatan: Hambali Rasidi

Batik Tulis Sumenep
Bupati Fauzi saat melihat proses batik tulis Pakandangan Bluto.

matamaduranews.com-Ternyata, Achmad Fauzi menghidupkan program yang dicanangkan Bupati Sumenep sebelumnya berjalan mampet.

Coba anda googling. Batik on The Sea 2019. Dan batik labang mesem. Anda akan kaget.

Itu salah satu ikhtiar Bupati Kiai Busyro
untuk menghidupkan batik tulis khas Sumenep.

Kiai Busyro sudah lama menggagas agar batik tulis Sumenep tak mati suri. Pengrajin batik tulis di Sumenep bisa tersenyum.

Kiai Busyro melangkah dengan membuat kebijakan. Para siswa mulai SD, SMP, dan SMA di hari tertentu berseragam batik tulis Sumenep. Motif labang mesem.

Apa yang terjadi?

Di tengah jalan kebijakan siswa berseragam batik tulis itu mampet. Yang dipakai siswa bukan batik tulis. Tapi batik printing. Tentu produk luar Sumenep. Hanya motifnya labang mesem.

Kenapa itu terjadi? Silahkan anda cari informasi di luaran.

Tapi, Bupati Kiai Busyro waktu itu tak patah semangat. Mencari terobosan baru. Salah satunya, menggelar even Batik on The Sea.

Even Batik on The Sea 2019 di Pantai Slopeng, Sumenep itu, salah satu cara Bupati Kiai Busyro meng-endorse produk batik tulis Sumenep.

Bupati menghadirkan desainer handal dan pragawati memakai produk batik tulis Sumenep di even Batik on The Sea.

Bupati Kiai Busyro ketika itu yakin. Kualitas batik tulis Sumenep bisa bersaing dengan batik tulis luar.

Makanya, setiap ada undangan gelar pameran di luar Kota Sumenep. Produk batik tulis Sumenep diikutsertakan.

Geliat batik tulis mulai menjalar. Salah satu program mencipta Wira Usaha Muda Sumenep yang digagas Bupati Kiai Busyro, bertahan hingga kini adalah produk batik tulis.

Ganti Bupati Sumenep. Achmad Fauzi meramu benang kusut program mampet itu. Bupati Fauzi mendiagnosa penyebab mampet itu.

Bupati Fauzi melangkah bypass. Tak mengandalkan OPD yang selama ini dikucur miliaran rupiah untuk menghidupkan UMKM.

“Masak, anggaran miliaran untuk UMKM hanya melatih kemasan kripik dan produk ecek-ecek. Kan kasihan bupati, ” ucap Ainur Rahman yang selama ini dikenal sebagai salah satu pendukung Bupati Fauzi.

Ainur bingung. Dalam amatannya. Banyak program Bupati Sumenep yang ia dukung dibuat asal-asalan. “Sepertinya asal uang APBD bisa dibuat SPJ. Tak berpikir efeknya,” kata Ainur menambahkan saat diskusi dengan Mata Madura.

Bupati Fauzi lagi merancang Perbup agar batik tulis produk murni pengrajin Sumenep beredar di pasaran. Pengrajin batik tulis Sumenep juga bisa tersenyum.

Batik tulis murni produk pengrajin. Istilah murni produk pengrajin Sumenep menarik ditelusuri.

Saya mulai berpikir dan bertanya. Apakah toko-toko dan Gerai Batik Tulis yang ada di Sumenep bukan murni produk pengrajin Sumenep?

Saya mencari informasi. Melakukan reportase ke sejumlah toko dan pengrajin batik tulis di Sumenep.

Hasilnya? Ternyata, batik tulis yang selama ini membanjiri kota Sumenep tak semua produk pengrajin UMKM Sumenep.

Toko-toko itu banyak menjual batik tulis pengrajin luar Sumenep.

Batik Tulis Pakandangan
Rasuni, pengrajin batik tulis Pakandangan saat merapikan batik tulis pesanan OPD Sumenep. Dalam seminggu, Rasuni dapat bayaran 168 ribu hanya belerja bagian nembok kain batik sebelum finishing.

Jika diprosentase, paling banter 5 persen. 95 persen batik luar Sumenep.

Sabtu kemarin. Saya mendatangi sejumlah pengrajin batik tulis di Desa Pakandangan Barat, Bluto, Sumenep.

Pada waktu berikutnya, saya akan menemui sejumlah pengrajin batik tulis di Rubaru, Batu Putih, Paberrasn, Batuan, Guluk-Guluk, Ganding dan Dungkek.

Ada sekitar 100 pengrajin batik tulis di Desa Pakandangan Barat yang mulai bernafas.

Mereka sudah lama vakum. Tak lagi berproduksi batik tulis karena tak ada yang beli.

Penjual batik lebih mendatangkan batik tulis di luar Pakandangan Barat.

Sejak Bupati Fauzi akan mewajibkan ASN berseragam batik tulis khas Sumenep. Para pengrajin batik tulis Pakandangan kembali berproduksi.

Sulastri terlihat tersenyum ketika ditemui Mata Madura. Ibu berumur
55 tahun ini, mulai remaja mengaku sudah membatik. Mengikuti jejak tetangga dan keluarganya.

Namun, sejak 15 tahun lalu. Sulastri vakum membatik. Tetangganya juga pindah haluan. Mencari kerja di tanah rantau. Sebagian yang laki-laki menjadi nelayan.

Itu sejak diserbu batik tulis luar Sumenep. Pengrajin batik tulis Pakandangan mati suri.

Banyak produk batik tulis luar yang ditaruh di Pakandangan. “Ada pengepulnya,” celetuk Didik-tetangga Bu Su panggilan akrab Sulastri yang ikut menemani saat ditemui Mata Madura.

Pemkab Sumenep abai. Tak terasa mematikan pengrajin batik tulis produk Pakandangan.

“Dulu sebelum vakum, batik Pakandangan dipasarkan ke jawa,” ucap Bu Su.

Kini, Bu Su mengaku mulai membatik. Anak-anaknya juga ikut membantu produk batik tulis.

Produknya untuk memenuhi pesanan OPD Sumenep yang akan berseragam batik tulis Sumenep pada hari Jumat

Bersambung…

KPU Bangkalan