Catatan: Hambali Rasidi
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!matamaduranews.com-Jika Pasangan Calon (Paslon) di Pilkada Sumenep 2020 mencapai tiga Paslon atau lebih, ada Paslon yang diuntungkan. Peluang ini berdasar beberapa faktor. Salah satunya, basis pemilih parpol pengusung dan elektabilitas Paslon.
Elektabilitas Paslon tentu sangat berpengaruh. Pilkada atau Pilpres peran figur (Paslon) bisa menggiring
voting behavior (perilaku pemilih). Walau, penggiringan voting behavior masih tergantung geopolitik.
Menakar kemungkinan siapa Paslon yang bakal terpilih masih sulit ditebak. Sebab, Paslon yang resmi mendaftar ke KPU belum ada. Sehingga mengotak-atik siapa yang bakal terpilih di Pilkada Sumenep 2020, sebatas diskursus. So, jangan ambil hati, ehehe…
Mesk tidak absolut, setidaknya, raihan Parpol sebagai kendaraan Paslon di Pilkada nanti bisa menjadi petunjuk awal untuk mengkalkulasi berapa raihan suara yang bakal didapat. Berdasar basis pemilih dan konsistensi suara pemilih setiap pemilu.
Mari kita kaji. Sejak pasca reformasi. Pileg 1999, PKB Sumenep manyapu kursi mayoritas di gedung DPRD. Meraih 25 kursi dari 40 kursi yang tersedia. 5 kursi jatah Fraksi TNI-Polri.
Kenapa ini terjadi? Karena semua Kiai NU dan tokoh panutan NU bergabung dalam satu barisan di PKB. Warga NU mengalami euforia untuk merebut kekuasaan lewat pemilu.
Cita-cita warga NU tercapai dengan menguasai parlemen dan mendudukkan kader NU di kursi Bupati Sumenep.
Pileg 2004, raihan suara PKB turun jadi 20 kursi dari 45 kursi yang diperebutkan. 25 kursi direbut PAN, Golkar dan PPP. Sisanya PDI-P, PBR, PNUI dan PKPI.
Tahun 2009, aspirasi politik warga NU Sumenep mulai terbelah. Pileg 2009, PKB raih 11 kursi di parlemen Sumenep setelah konflik di DPP dan berdirinya PKNU, parpol sempalan PKB.
Berkurangnya kursi PKB di Pileg 2009, juga karena pemilih dihadapkan suara terbanyak caleg dalam aturan Pileg. Bukan lagi berdasar nomor urut caleg. Sehingga berpengaruh atas perilaku pemilih yang mulai ada pergeseran.
Pileg 2014, PKB terjun bebas di 7 kursi parlemen. Dan di Pileg 2019, PKB beranjak raih 10 kursi dari 50 kursi yang diperebutkan.
Fluktuasi raihan kursi PKB di parlemen sebatas tanda bahwa PKB sebagai parpol yang memiliki basis pemilih setia. Mayoritas pemilihnya masih setia kepada tokoh panutan yang tergabung di PKB. Meski berbagai gempuran politik melanda PKB, pemilih setia PKB tetap lengket.
Tokoh panutan warga NU mulai tersebar di sejumlah parpol seperti, PPP dan Gerindra. KH Ilyasi Siradj, eks poltiisi PKB sejak Pileg 2014 menahkodai Gerindra. Sehingga mampu menaikan raihan kursi Gerindra di parlemen. Dari 0 kursi, Gerindra bisa raih 5 kursi di Pileg 2014. Lalu naik jadi 6 kursi di Pileg 2019.
PPP semula raih 2 kursi di Pileg 1999. Mulai merangkak 7 kursi sejak bergabung alm KH Fawaid As’ad dan Ketua DPC PPP Sumenep dinahkodai alm. KH Warits Ilyas. Sejak Pileg 2004 hingga 2019, raihan kursi PPP stagnan di angka 7 kursi. Tiap Dapil raih 1 kursi.
Sementara PAN mulai terisi per dapil sejak Pileg 2004 dan 2009 dengan meraih 6 kursi. Pileg 2014, raih 7 kursi. Pileg 2019, turun lagi raih 6 kursi. Waktu Pemilu 1999 hanya raih 2 kursi.
Demokrat, Pileg 2009 hanya raih 2 kursi. Sejak Pileg 2014 dan 2019 raih 7 kursi. Raihan kursi Demokrat per Dapil tak lepas dari peran anggota DPRD Provinsi Jatim yang massif menurunkan sejumlah program ke desa-desa.
Menarik, raihan kursi PDI-P. Sejak pemilu 1999 hingga 2019, sebaran raihan kursi PDI-P tak stabil.
Pileg 1999, PDI-P pernah menempati posisi wakil ketua DPRD, dengan raih 5 kursi. Pileg 2004, raih 3 kursi. Pada Pileg 2009 hingga 2014, PDI P raih 6 kursi. Di Pileg 2019, kembali raih 5 kursi.
Jika membandingkan antara total pemilih Pileg dan raihan kursi parlemen, PKB dikata yang banyak dirugikan.
Pileg 2009. PKB meraup 125.397 pemilih, tapi di kursi parlemen hanya raih 11 kursi. PDIP dengan 6 kursi parlemen, hanya mengumpulkan 45.697 pemilih. PPP raih 7 kursi di parlemen, total pemilih 60.647. PAN dengan 6 kursi juga raih 46.485 pemilih.
Suara pemilih PKB setiap Pileg tak banyak berubah. Raihan total suara pemilih kisaran 125-130 ribu. Kecuali di Pileg 1999 dan 2004, total pemilih PKB setiap Pileg mencapai 250 ribu.
Konsistensi pemilih PKB tak lepas dari tokoh panutan. Tokoh panutan dalam pergerakan politik bisa dikata modal 22% dari suara sah 600 ribu pemilih di Pilkada 2015.
Jika angka 22% sebagai modal awal untuk meraih tiket kemenangan, tinggal menggabungkan dengan limpahan suara dari partai koalisi atau efek elektabilitas Paslon di Pilkada nanti.
Bisa ditebak, siapa yang bakal menang? Tapi ini masih wacana,….hehee
Ngenom Lu….
Pesona Satelit, 5 Agustus 2019