Tes Alih Status Pegawai KPK Menjurus ke Seksual, “Kalau Pacaran Ngapain Aja?”

Tes Alih Status Pegawai KPK Menjurus ke Seksual
Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati (Ist)

matamaduranews.comJAKARTA-Masih ada cerita tes alih status pegawai KPK yang sulit dicerna logika. Sebab, ada pertanyaan dalam sisi wawancara kepada pegawai KPK dari perempuan, menjurus ke seksual.

Pertanyaan tes itu dikecam oleh Gerak Perempuan dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual.

Katanya, materi-materi pertanyaan yang diajukan kepada perempuan pegawai KPK dinilai bermuatan seksisme dan pelecehan.

“Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, salah satu pegawai KPK harus menghabiskan waktu 30 menitnya untuk menjawab pertanyaan seperti ini,” demikian dalam pernyataan tertulis Gerak Perempuan dan Kompaks yang diterima Suara.com, Jumat (7/5/2021).

Pertama, dalam tes wawancara, seorang pegawai KPK mendapat pertanyaan mengenai statusnya yang belum menikah.

Kedua, terdapat pertanyaan dalam wawancara mengenai hasrat perempuan pegawai KPK: “Masih ada hasrat apa enggak?”

Ketiga, wawancara itu juga memuat pertanyaan perihal kesediaan perempuan pegawai KPK untuk menjadi istri kedua.

Keempat, terdapat pertanyaan sebagai berikut: “Kalau pacaran ngapain aja?”

“Pertanyaan-pertanyaan ini tidak ada kaitannya dengan tugas, peran, dan tanggung jawab seorang pegawai KPK dan tidak layak ditanyakan dalam sesi wawancara,” kecam Gerak Perempuan dan Kompaks.

Hal serupa disampaikan Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati menilai bahwa jika memang benar dalam pelaksanaan tes alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki muatan pelecehan seksual sangat tidak etis.

Menurutnya, hal ini telah melanggar ketentuan Pasal 28 G ayat 1 UUD 1945. Setelah amandemen yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya. Serta berhak atas rasa aman untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi” seperti dikutip pasundannews.

Seperti dikutip detik.com, saat para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilakukan tes wawancara ada pertanyaan soal tata cara beragama, keimanan, bahkan hingga urusan seksual.

Semua itu disebut demi alih status para pegawai itu untuk menjadi abdi negara.

Semua tes wawancara dilakukan bermula dari amanah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang merupakan hasil revisi UU KPK.

Aturan itu secara konstitusi berlaku meski pada prosesnya tidak ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam UU KPK hasil revisi itu disebutkan bila para pegawai KPK haruslah berstatus aparatur sipil negara atau ASN.

Singkatnya Jokowi meneken aturan turunan yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN, yang lantas oleh KPK diejawantahkan dalam Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai Menjadi ASN.

Perkom Nomor 1 Tahun 2021 itu sendiri ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Di dalam aturan itu disebutkan keharusan tes wawasan kebangsaan sebagai mekanisme alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Aturan rincinya bisa dicek langsung pada tautan di bawah ini.

Dalam konferensi pers pada Rabu, 5 Mei 2021, Ketua KPK Firli Bahuri mengaku tidak tahu materi pertanyaan dalam tes itu. Dari 1.351 pegawai KPK yang menjalani tes wawasan kebangsaan itu disebutkan bila 75 orang di antaranya tidak memenuhi syarat dan 2 lainnya tidak hadir di tahap wawancara. Sedangkan sisanya yaitu 1.274 orang memenuhi syarat untuk menjadi ASN.

“Mohon maaf, itu bukan materi KPK, karena tadi sudah disampaikan yang menyiapkan materi siapa, penanggung jawabnya siapa, kan jelas tadi,” ucap Firli.

Berikut penjelasan lengkap KPK mengenai mekanisme tes wawasan kebangsaan yang belakangan memunculkan polemik itu:

1. KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) menggelar Tes Wawasan Kebangsaan (selanjutnya disingkat TWK) yang dilaksanakan pada 18 Maret 2021 hingga 9 April 2021 terhadap 1.351 pegawai tapi 2 orang di antaranya tidak hadir saat tahap wawancara.

2. Rangkaian TWK dibagi sebagai berikut:
– Tes Tertulis Indeks Moderasi Bernegara (IMB) dan Integritas pada 9-10 Maret 2021
– Profiling pada 9-17 Maret 2021
– Wawancara pada 18 Maret-9 April 2021

3. KPK dan BKN melibatkan 5 instansi dalam TWK yaitu Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

4. Kelima instansi itu memiliki peran sebagai berikut:
– Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat dan BAIS TNI berperan dalam pelaksanaan Tes Indeks Moderasi Bernegara-(68) dan Integritas;
– BIN dan BNPT berperan dalam pelaksanaan Profiling;
– BAIS TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, dan BNPT berperan dalam pelaksanaan wawancara pegawai KPK;
– BKN bersama BIN, BNPT, , Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat; dan
– Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat menjadi tim observer hasil asesmen TWK pegawai KPK. (**)

Exit mobile version