Aktivis Beber Pelayanan RSUD Bangkalan yang Dinilai Tak Pro Orang Miskin

×

Aktivis Beber Pelayanan RSUD Bangkalan yang Dinilai Tak Pro Orang Miskin

Sebarkan artikel ini
Aktivis Beber Pelayanan RSUD Bangkalan yang Dinilai Tak Pro Orang Miskin
Suasana Forum Aspirasi yang difasilitasi DPRD Bangkalan yang menghadirkan aktivis PMB dan manajemen RSUD Syamrabu, Bangkalan di ruang Banggar DPRD Bangkalan, pada hari Rabu (11/11/2020).(matamadura.syaiful)

matamaduranews.comBANGKALAN-Ketua DPRD Bangkalan, Muhammad Fahad akhirnya memfasilitasi aspirasi aktivis Bangkalan yang tergabung di Pemuda Madura Bersatu (PMB).

Forum fasilitasi itu sengaja dilakukan Ketua DPRD Bangkalan untuk mencari titik temu atas aspirasi PMB terkait tudingan pelayanan rumah sakit milik pemerintah yang dinilai tak pro orang miskin yang disampaikan saat demonstrasi Jumat lalu (6/11/2020).

Pertemuan Forum Fasilitasi itu bertempat di ruang Banggar DPRD Bangkalan pada hari Rabu (11/11/2020).

Ikut hadir Direktur Utama (Dirut) RSUD Syamrabu, dr Nunuk Kristiani. Wakil Direktur, dr Farhat Suyaningrat dan petugas RSUD yang menangani 2 pasien yang dipersoalkan aktivis PMB.

Juga terlihat hadir dalam forum aspirasi itu, Ketua DPRD, Muhammad Fahad. Ketua Komisi D, Nur Hasan.
Kapolres Bangkalan AKBP Didik Hariyanto. Kepala Kejaksaan Negeri Emanuel Ahmad, Wakil Bupati Bangkalan, M. Mohni dan Kadinkes Sudiyo.

Forum aspirasi itu sifatnya terbuka. Tanpa kecuali bisa ikut menyaksikan dialog sengit antara aktivis PMB dengan direktur RSUD Syamrabu.

PMB membeber beberapa temuan terkait pelayanan RSUD Syamrabu yang kurang memperhatikan pasien orang miskin.

Abdurrahman, Jubir PMB menuding pelayanan RSUD Syamrabu tebang pilih. Sehingga banyak pasien miskin tak mendapat pelayanan seperti pasien mandiri. Kecuali pasien miskin didampingi LSM atau pejabat yang disegani.

Abdurrahman akhirnya merinci pasien yang menimpa pasien Muani Desa Batobella, Gegger, Bangkalan datang sehat pulang cacat alias lumpuh setelah operasi caesar di RSUD Bangkalan.

Pasien Muani tergolong pasien BPJS. Tapi mendapat tagihan biaya operasi dari rumah sakit sebesar Rp 18 juta.

Sedangkan bayi berumur 32 hari meninggal dunia setelah menjalani perawatan di ruang NICU RSUD Bangakalan.

Tapi saat hendak dibawa pulang untuk menggunakan ambulan RSUD Bangkalan. Ayah si bayi tak mampu menebus biaya ambulan yang tergolong mahal. Sehingg orang tua si bayi membawa jasad si bayi menaiki sepeda motor hingga ke rumahnnya di Desa Dabung, Kecamatan Geger, Bangkalan.

Tiga persoalan itu langsung ditanggapi secara bergilir oleh Dirut dr Nunuk Kristiani dan Wadirut dr Farhat yang disertai bukti-bukti dan saksi dari petugas RSUD Syamrabu.

Kata dr Nunuk, pelayanan RSUD Syamrabu tetap tanpa membedakan status dan intervensi dari pejabat atau LSM.

“Ada tuduhan bahwa jika tidak ada LSM atau pejabat yang mendampingi pasien miskin tidak akan di-ACC untuk mendapatkan biaya kesehatan. Tuduhan itu kurang sependapat karena tidak benar,” jawab dr Nunuk menjelaskan di hadapan peserta forum.

Aktivis Beber Pelayanan RSUD Bangkalan yang Dinilai Tak Pro Orang Miskin
dr Nunuk Kristiani

“Alur pasien tergolong miskin cukup mudah, tidak perlu pendampingan dari LSM atau pejabat,” tegas dr Nunuk.

Kemudian dr Nunuk menjelaskan alur pasien miskin untuk mendapatkan pelayanan dari RSUD Syamrabu.

Dikatakan, pasien kategori tidak mampu cukup menyampaikan kepada kepala ruangan atau tenaga medis RSUD.

Selanjutnya, pasien akan diberi formulir atau lembaran data terpadu yang harus diisi pasien dan ditandatangani kepala desa.

Setelah itu, formulir diserahkan ke dinas sosial yang dilanjutkan ke dinas kesehatan (Dinkes).

“Dinkes akan menerbitkan rekomendasi. Masyarakat sudah bisa mendapatkan biaya kesehatan. Jadi kami ini tidak mempersulit untuk pelayanan biaya kesehatan,” papar dr Nunuk.

Wadirut dr Farhat ikut mengklarifikasi pasien Muani yang masuk BPJS, lalu ditagih dengan biaya mandiri oleh RSUD Syamrabu.

Pasien Muani yang mengalami cacat lumpuh setelah operasi caesar di RSUD Bangkalan.

“Ada salah tafsir dan miss komunikasi, kami perlu memperjelas soal pasien Muani,” ucap dr Farhat memulai klarifikasinya.

“Kita sudah konfirmasi ke BPJS Pusat. Muani tidak terdaftar dalam BPJS. Kita sudah menghubungi pihak BPJS. Pasien Muani bukan pasien JKN atau KIS,” ungkap dr Farhat.

Abdurrohman meyanggah pernyataan dr Farhat dengan bukti rekam medis pasien Muani yang telah masuk BPJS.

“Dalam rekam medis Muani tanggal 14 agustus 2020 awal mula pasien Muani masuk RSUD Syamrabu tercatat sebagai BPJS. Sedang 15 agustus masuk kategori pasien dengan jaminan daerah. Fatalnya lagi dalam rekam medisnya pada 18 agustus, pasien Muani kembali masuk BPJS ,” terang Abdurrohman di hdapan undangan.

“Ini kan aneh. Padahal keluarga pasien sudah bayar Rp 18 juta lebih, tapi diam-diam diklaim BPJS oleh pihak rumah sakit,” bebernya.

Aktivis Beber Pelayanan RSUD Bangkalan yang Dinilai Tak Pro Orang Miskin
dr Farhat Suryaningrat

dr Farhat kembali menjelaskan tentang kronologi pasien Muani.

Pasien Muani semula datang dengan rujukan dari dr Hikmah karena bayi yang dikandung meninggal dalam kandungan.

Muani mengalami keluhan sesak nafas. Karena kondisi pandemi, sesak itu dicurigai terjangkit covid-19.

Setelah itu Muani dipindah ke ruang Irna F untuk menjalani operasi.

“Alhamdulillah operasi berjalan lancar,” terang dr Farhat.

Setelah dipindah ke ruang Irna F. Pasien Muani mengalami penyakit auto imun yaitu kekebalan tubuhnya menurun.

Dalam kondisi lemah, pasien Muani meminta pulang dengan alasan tak mampu membayar biaya.

Padahal, kata dr Farhat, pihak RSUD Syamrabu sudah menawarkan Biakes Maskin (pembiayaan gratis pada orang miskin).

“Tetapi pasien Muani ngotot minta keluar dari rumah sakit,” tambah dr Farhat.

Terkait biaya ambulan sebesar Rp 2,7 juta, dr Farhat mendatangkan saksi tenaga medis yang menangani.

“Tuduhan itu tidak benar, ini orangnya kami bawa. Bagian kasir. Bagian informasi dan tenaga medis yang menangani,” kata dr. Farhat dengan menunjukkan tenaga medis yang dibawa yang siap menjadi saksi setelah diklarifikasi.

Katanya, RSUD Syamrabu tidak mematok biaya ambulan sebesar Rp 2,7 juta.

dr Farhat bercerita, semula tenaga medis bertanya kepada keluarga almarhum.

Keluarga almarhum menjawab bahwa si bayi mau dibawa mobil oleh pihak keluarga. Pihak keluarga sedang menelepon seseorang.

Setelah itu pasien bayi dinaiki sepeda motor.

“Jika memang benar ada bukti bahasa penarikan Rp 2,7 juta kami siap diberhentikan. Asal ada bukti loh ya,” tegas dokter spesialis kulit ini.

dr Farhat menjelaskan biaya penarikan ambulan sesuai perda sudah jelas. Penarikan ambulan dikenakan biaya Rp 296.500,-.

Dalam SOP yang diterapkan di RSUD Syamrabu, ketika ada pasien meninggal dunia, secara prosedur harus ada di kamar mayat selama dua jam.

“Baru setelah itu diperbolehkan untuk dibawa ke rumah duka. Rumah Sakit hanya memberikan surat kematian, tidak mengeluarkan surat jalan,” jelas dr Farhat.

Syaiful, Mata Madura

KPU Bangkalan