Nasional

Kekejaman PKI dan Pembantaian Umat Islam

×

Kekejaman PKI dan Pembantaian Umat Islam

Sebarkan artikel ini
Kekejaman PKI dan Pembantaian Umat Islam
Para Ulama dan Habaib Sampang saat membakar bendera bergambar palu arit di depan kantor DPRD Sampang, Mei lalu. (radarmadura.id)

matamaduranews.com-Perjalanan kelompok komunis di Indonesia yang tergabung di Partai Komunis Indonesia (PKI) terukir dalam sejarah panjang bangsa yang sulit dilupakan oleh anak bangsa.

Dalam perjalanannya, pengikut ajaran komunis di Indonesia itu berulang kali melakukan pemberontakan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dan ingin mengganti ideologi Pancasila serta ingin membentuk Republik Soviet Indonesia. .

Waktu ke Waktu Pemberontakan PKI

1948

Setelah proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, pemberontakan PKI meletus di Madiun, Jawa Timur pada September 1948.

Pemberontakan tersebut merupakan pemberontakan besar pertama setelah Indonesia merdeka.

Dalam pemberontakan itu, PKI ingin mengganti ideologi Pancasila dan membentuk Republik Soviet Indonesia. Pemimpin pemberontakan PKI di Madiun adalah Muso.

Dalam buku Madiun 1948: PKI Bergerak (2011) karya Harry A. Poeze, Muso merupakan salah satu pemimpin PKI di awal 1920.

Pada 3 Agustus 1948, Muso kembali ke Indonesia setelah menetap di Moskow, Uni Soviet sejak 1926. Pada 10 Agustus, menuju dan menginap di Solo kediaman Wikana (gubernur militer).

Kedatangan Muso ke Indonesia adalah pembawa amanat Moskow sejak berangkat ke Uni Soviet. Atas intruksi Moskow, ia mendirikan PKI muda.

Muso dikenal sebagai orang yang bersifat otoriter dan tidak sabar.

Kepulangan Muso membawa misi menyelaraskan haluan kaum komunis Indonesia dengan garis komunis internasional.

Karena itu, Muso mendapat mandat dari kominform untuk memimpin gerakan komunis di Indonesia.Dengan haluan baru PKI harus menghindarkan Indonesia jatuh ke dalam lingkungan pengaruh Amerika.

Sejak awal September 1948, Muso bersama beberapa pimpinan PKI berkeliling ke daerah-daerah di Jawa, seperti Solo, Madiun, Kediri, Jombang, Bojonegoro, Cepu, Purwodadi, dan Wonosobo.

Pada 18 September pagi, sekelompok rakyat Purwodadi mengibarkan bendera merah dan Muso berangkat ke Madiun.

Malam hari mereka tiba di Rejo Agung dekat Madiun dan menjumpai kenyataan bahwa organisasi PKI telah melancarkan coup d’etat di Kota Madiun dan sekitarnya.

Sejak saat itu revolusi komunis atau pemberontakan komunis sudah dimulai.

Selain pengambilalihan kekuasan di Madiun, mereka juga merebut kota-kota dan ibu kota karesidenan Madiun.

Semua alat-alat pemerintah, militer dan sipil pada waktu itu lumpuh serta mampu dikuasai.

Tanggal 17 September 1948

PKI menculik para ulama dan kiai dari Pesantren Takeran di Magetan. KH Sulaiman Zuhdi Affandi digelandang secara keji oleh PKI dan dikubur hidup-hidup di sumur pembantaian Desa Koco, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan.

Di sumur tersebut ditemukan 108 (seratus delapan) kerangka jenazah korban kebiadaban PKI. Selain itu, ratusan orang ditangkap dan dibantai PKI di Pabrik Gula Gorang Gareng.

Tanggal 18 September 1948
Kolonel Djokosujono dan Sumarsono mendeklarasikan NEGARA REPUBLIK SOVIET INDONESIA dengan Muso sebagai Presiden dan Amir Syarifuddin Harahap sebagai Perdana Menteri.

Tanggal 19 September 1948
Soekarno menyerukan rakyat Indonesia untuk memilih Muso atau Soekarno – Hatta. Akhirnya, pecah perang di Madiun: Divisi I Siliwangi pimpinan Kol. Soengkono menyerang PKI dari Timur dan Divisi II pimpinan Kol. Gatot Soebroto menyerang PKI dari Barat

Tanggal 19 September 1948
PKI merebut Madiun, lalu menguasai Magetan, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek, Ngawi, Purwantoro, Sukoharjo, Wonogiri, Purwodadi, Kudus, Pati, Blora, Rembang, dan Cepu, serta kota-kota lainnya.

Tanggal 20 September 1948
PKI Madiun menangkap 20 orang polisi dan menyiksa serta membantainya.

Tanggal 21 September 1948
PKI Blitar menculik dan menyembelih Bupati Blora Mr.Iskandar dan Camat Margorojo – Pati Oetoro, bersama tiga orang lainnya, yaitu Dr.Susanto, Abu Umar, dan Gunandar, lalu jenazahnya dibuang ke sumur di Dukuh Pohrendeng Desa Kedungringin Kecamatan Tujungan Kabupaten Blora.

Tanggal 18 – 21 September 1948
PKI menciptakan 2 (dua) Ladang Pembantaian / Killing Fields dan 7 (tujuh) Sumur Neraka di MAGETAN untuk membuang semua jenazah korban yang mereka siksa dan bantai:

Tanggal 30 September 1948
Panglima Besar Jenderal Sudirman mengumumkan bahwa tentara Pemerintah RI berhasil merebut dan menguasai kembali Madiun. Namun Tentara PKI yg lari dari Madiun memasuki Desa Kresek Kecamatan Wungu Kabupaten Dungus dan membantai semua tawanan yg terdiri dari TNI, Polisi, Pejabat Pemerintah, Tokoh Masyarakat dan Ulama, serta Santri.

Tanggal 4 Oktober 1948
PKI membantai sedikitnya 212 tawanan di ruangan bekas Laboratorium dan gudang dinamit di Tirtomulyo Kabupaten Wonogiri – Jawa Tengah.

Tanggal 30 Oktober 1948
Para pimpinan Pemberontakan PKI di Madiun ditangkap dan dihukum mati, adalah Muso, Amir Syarifuddin, Suripno, Djokosujono, Maruto Darusman, Sajogo, dan lainnya.

Tanggal 31 Oktober 1948
Muso dieksekusi di Desa Niten Kecamatan Sumorejo Kabupaten Ponorogo. Sedang MH Lukman dan Nyoto pergi ke pengasingan di Republik Rakyat China (RRC).

Akhir November 1948
Seluruh pimpinan PKI Muso berhasil dibunuh atau ditangkap, dan seluruh daerah yg semula dikuasai PKI berhasil direbut, antara lain: Ponorogo, Magetan, Pacitan, Purwodadi, Cepu, Blora, Pati, Kudus, dan lainnya.

Tanggal 19 Desember 1948
Terjadi agresi Militer Belanda II ke Yogyakarta.

Tahun 1949
PKI tetap tidak dilarang; sehingga tahun 1949 dilakukan rekonstruksi PKI, dan tumbuh berkembang hingga tahun 1965.

Januari 1950 
Disaksikan ribuan masyarakat yang datang dari berbagai daerah seperti Magetan, Madiun, Ngawi, Ponorogo dan Trenggalek, melakukan pembongkaran 7 Sumur Neraka PKI.

Petugas pemerintah bersama warga mengidentifikasi para korban yang dimasukkan ke dalam sumur.

Di Sumur Neraka Soco I ditemukan 108 kerangka mayat. Sebanyak 68 dikenali dan 40 tidak dikenali.

Sedang di Sumur Neraka Soco II ditemukan 21 kerangka mayat semuanya berhasil diidentifikasi. Para Korban berasal dari berbagai kalangan ulama dan umara serta Tokoh Masyarakat.

Tahun 1951
Dipa Nusantara Aidit (DN Aidit) memimpin PKI sebagai Partai Nasionalis yg sepenuhnya mendukung Presiden Soekarno; sehingga disukai Soekarno, lalu Lukman dan Nyoto pun kembali dari pengasingan untuk membantu DN Aidit membangun kembali PKI.

Tahun 1955
PKI ikut Pemilu pertama di Indonesia dan berhasil masuk empat Besar setelah MASYUMI, PNI dan NU.

Tanggal 8 – 11 September 1957
Kongres Alim Ulama Seluruh Indonesia di Palembang, Sumatera Selatan, mengharamkan ideologi Komunis dan mendesak Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Pelarangan PKI dan semua mantel organisasinya. Permintaan tersebut ditolak oleh Soekarno.

Tahun 1958
Kedekatan Soekarno dengan PKI mendorong Kelompok Anti PKI di Sumatera dan Sulawesi melakukan koreksi hingga melakukan pemberontakan terhadap Soekarno. Saat itu Masyumi dituduh terlibat; karena Masyumi merupakan Musuh besar PKI.

Tahun 1960
Soekarno meluncurkan slogan NASAKOM (Nasionalis, Agama dan Komunis) yg didukung penuh oleh PNI, NU dan PKI. Dengan demikian PKI kembali terlembagakan sebagai bagian dari Pemerintahan RI.

Tanggal 17 Agustus 1960
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.200 Th.1960 tertanggal 17 Agustus 1960 tentang Pembubaran Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) dengan dalih tuduhan keterlibatan Masyumi dalam pemberotakan PRRI, padahal hanya karena Anti Nasakom.

Bulan Maret 1962
PKI resmi masuk dalam pemerintahan Soekarno. DN Aidit dan Nyoto diangkat oleh Soekarno sebagai Menteri Penasehat.

Tahun 1963
PKI memprovokasi Presiden Soekarno untuk Konfrontasi dengan Malaysia, dan mengusulkan dibentuknya Angkatan Kelima yg terdiri dari BURUH dan TANI untuk dipersenjatai dengan dalih ”mempersenjatai rakyat untuk bela negara melawan Malaysia.

Tanggal 10 Juli 1963
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.139 th.1963 tertanggal 10 Juli 1963 tentang Pembubaran GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), Penyebabnya, tidak lain, hanya karena ANTI NASAKOM.

Tahun 1963
Atas desakan dan tekanan PKI terjadi Penangkapan Tokoh-Tokoh Masyumi dan GPII serta Ulama Anti PKI, antara lain: Buya Hamka, KH. Yunan Helmi Nasution, KH. Isa Anshari, KH. Mukhtar Ghazali, KH. EZ. Muttaqien, KH. Soleh Iskandar, KH. Ghazali Sahlan dan KH. Dalari Umar.

Bulan Desember 1964
Chaerul Saleh Pimpinan Partai MURBA (Musyawarah Rakyat Banyak) yg didirikan oleh mantan Pimpinan PKI, Tan Malaka, menyatakan bahwa PKI sedang menyiapkan KUDETA.

Tanggal 6 Januari 1965
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Surat Keputusan Presiden RI No.1 / KOTI / 1965 tertanggal 6 Januari 1965 tentang PEMBEKUAN PARTAI MURBA, dengan dalih telah memfitnah PKI.

Tanggal 13 Januari 1965
Dua sayap PKI, yaitu PR (Pemuda Rakyat) dan BTI (Barisan Tani Indonesia) menyerang dan menyiksa peserta Training PII (Pelajar Islam Indonesia) di Desa Kanigoro Kecamatan Kras Kabupaten Kediri, sekaligus melecehkan pelajar wanitanya, dan juga merampas sejumlah Mushaf Al-Qur’an dan merobek serta menginjak-injaknya.

Awal Tahun 1965
PKI dengan 3 juta anggota menjadi Partai Komunis terkuat di luar Uni Soviet dan RRT. PKI memiliki banyak Ormas, antara lain: SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Pemuda Rakjat, Gerwani, BTI (Barisan Tani Indonesia), LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakjat), dan HSI (Himpunan Sardjana Indonesia).

Tanggal 14 Mei 1965
Tiga sayap organisasi PKI yaitu PR, BTI, dan GERWANI merebut perkebunan negara di Bandar Betsi, Pematang Siantar, Sumatera Utara, dengan menangkap dan menyiksa serta membunuh Pelda Sodjono penjaga PPN (Perusahaan Perkebunan Negara) Karet IX Bandar Betsi.

Bulan Juli 1965
PKI menggelar pelatihan militer untuk 2000 anggotanya di Pangkalan Udara Halim dengan dalih ”mempersenjatai rakyat untuk bela negara”, dan dibantu oleh unsur TNI Angkatan Udara.

Tanggal 21 September 1965
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.291 th.1965 tertanggal 21 September 1965 tentang PEMBUBARAN PARTAI MURBA, karena sangat memusuhi PKI.

Tanggal 30 September 1965 pagi
Ormas PKI Pemuda Rakjat dan Gerwani menggelar Demo Besar di Jakarta.

Tanggal 30 September 1965 malam
Terjadi Gerakan G30S/PKI atau disebut juga GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh):

  1. PKI menculik dan membunuh 6 (enam) Jenderal Senior TNI AD di Jakarta dan membuang mayatnya ke dalam sumur di LUBANG BUAYA – Halim, Jakarta. Mereka adalah: Jenderal Ahmad Yani, Letjen R.Suprapto, Letjen MT Haryono, Letjen S. Parman, Mayjen Panjaitan, dan Mayjen Sutoyo Siswomiharjo.
  2. PKI juga menculik dan membunuh Kapten Pierre Tendean karena dikira Jenderal Abdul Haris Nasution.
  3. PKI pun membunuh AIP KS Tubun seorang Ajun Inspektur Polisi yang sedang bertugas menjaga rumah kediaman Wakil PM Dr. J. Leimena yang bersebelahan dengan rumah Jenderal AH Nasution.
  4. PKI juga menembak putri bungsu Jenderal AH Nasution yang baru berusia 5 (lima) tahun, Ade Irma Suryani Nasution, yg berusaha menjadi perisai ayahandanya dari tembakan PKI, kemudian ia terluka tembak dan akhirnya wafat pada tanggal 6 Oktober 1965.
  5. G30S / PKI dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung yg membentuk tiga kelompok gugus tugas penculikan, yaitu: Pasukan Pasopati dipimpin Lettu Dul Arief, dan Pasukan Pringgondani dipimpin Mayor Udara Sujono, serta Pasukan Bima Sakti dipimpin Kapten Suradi.
  6. Selain Letkol Untung dan kawan-kawan, PKI didukung oleh sejumlah perwira ABRI / TNI dari berbagai angkatan, antara lain: – Angkatan Darat: Mayjen TNI Pranoto Reksosamudro, Brigjen TNI Soepardjo, dan Kolonel Infantri A. Latief – Angkatan Laut: Mayor KKO Pramuko Sudarno, Letkol Laut Ranu Sunardi, dan Komodor Laut Soenardi – Angakatan Udara: Men / Pangau Laksdya Udara Omar Dhani, Letkol Udara Heru Atmodjo, dan Mayor Udara Sujono – Kepolisian: Brigjen Pol. Soetarto, Kombes Pol. Imam Supoyo dan AKBP Anwas Tanuamidjaja.

Tanggal 1 Oktober 1965
PKI di Yogyakarta juga membunuh Brigjen Katamso Darmokusumo dan Kolonel Sugiono. Lalu di Jakarta PKI mengumumkan terbentuknya DEWAN REVOLUSI baru yg telah mengambil alih kekuasaan.

Tanggal 2 Oktober 1965
Jenderal Soeharto mengambil alih kepemimpinan TNI dan menyatakan Kudeta PKI gagal, dan mengirim TNI AD menyerbu dan merebut pangkalan udara Halim dari PKI.

Tanggal 6 Oktober 1965
Soekarno menggelar Pertemuan Kabinet dan Menteri PKI ikut hadir serta berusaha melegalkan G30S, tapi ditolak, bahkan terbit Resolusi Kecaman terhadap G30S, lalu usai rapat Nyoto pun langsung ditangkap.

Tanggal 13 Oktober 1965
Ormas Anshor NU gelar Aksi unjuk rasa Anti PKI di seluruh Jawa.

Tanggal 18 Oktober 1965
PKI menyamar sebagai Anshor Desa Karangasem (kini Desa Yosomulyo) Kecamatan Gambiran, lalu mengundang Anshor Kecamatan Muncar untuk pengajian.

Saat Pemuda Anshor Muncar datang, mereka disambut oleh Gerwani yg menyamar sebagai Fatayat NU, lalu mereka diracuni, setelah keracunan mereka dibantai oleh PKI dan jenazahnya dibuang ke Lubang Buaya di Dusun Cemetuk Desa / Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi.

Sebanyak 62 (enam puluh dua) orang Pemuda Anshor yg dibantai, dan ada beberapa pemuda yang selamat dan melarikan diri, sehingga menjadi saksi mata peristiwa.

Peristiwa tragis itu disebut Tragedi Cemetuk, dan kini oleh masyarakat secara swadaya dibangun Monumen Pancasila Jaya.

Tanggal 19 Oktober 1965
Anshor NU dan PKI mulai bentrok di berbagai daerah di Jawa.

Tanggal 11 November 1965
PNI dan PKI bentrok di Bali.

Tanggal 22 November 1965
DN Aidit ditangkap dan diadili serta dihukum mati.

Tanggal 13 Februari 1966
Bung Karno masih tetap membela PKI, bahkan secara terbuka di dalam pidatonya di muka Front Nasional di Senayan mengatakan, ”Di Indonesia ini tidak ada partai yang pengorbanannya terhadap Nusa dan Bangsa sebesar PKI…”

Tanggal 11 Maret 1966
Terbit Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno yg memberi wewenang penuh kepada Soeharto untuk mengambil langkah pengamanan Negara RI.

Tanggal 12 Maret 1966
Jenderal Soeharto melarang secara resmi PKI.

Tanggal 5 Juli 1966
Terbit TAP MPRS No.XXV th.1966 yang ditanda-tangani Ketua MPRS RI Jenderal TNI AH Nasution tentang Pembubaran PKI dan Pelarangan penyebaran paham Komunisme, Marxisme, dan Leninisme.

Bulan Maret 1968
Kaum Tani PKI di selatan Blitar menyerang para pemimpin dan kader NU, sehingga 60 (enam puluh) orang NU tewas dibunuh.

Pertengahan 1968
TNI menyerang Blitar dan menghancurkan persembunyian terakhir PKI.

Itulah kronologis pengkhianatan PKI kepada Pancasila dan NKRI sejak tahun 1949 sampai 1965. Kini, gerombolan PKI yang tua dan yang muda mulai merapatkan diri, menuntut adanya revisi sejarah dan seterusnya. Dengan memaparkan kronologi pengkhianatan sejarah tersebut, maka kita akan faham tentang uoaya-upaya makar dan kudeta yang dilakukan oleh PKI beserta sayap-sayap politiknya.

sumber: kompas.com & indonesiainside.id

KPU Bangkalan