Kisah Ibnu Arabi Berguru ke Rasulullah Saw (2-Habis)

×

Kisah Ibnu Arabi Berguru ke Rasulullah Saw (2-Habis)

Sebarkan artikel ini
Kisah Ibnu Arabi Berguru ke Rasulullah Saw (2-Habis)
ilustrasi

matamaduranews.com-Ibn Arabi tidak hanya bertemu dengan Nabi Muhammad Saw. Beliau juga bertemu dengan para nabi lainnya.

Ibn Arabi bertobat melalui bimbingan Nabi Isa AS. Pertobatan itu dinarasikan Ibn Arabi dengan kalimat tubtu biyadihi (Aku bertobat melalui tangan Nabi Isa).

Ibn Arabi mengakui Nabi Isa AS merupakan guru pertamanya. Penjelasannya tertuang dalam kitab al-Futuhat al-Makkiyah.

Pada kesempatan lain, Ibn Arabi juga mengatakan bertemu tiga kali dengan Nabi Khidir dan menerima khirqah (jubah bertambal sebagai simbol penempuh Jalan Spiritual). Nabi Khidir bertemu Ibnu Arabi tiga kali melalui Abd al-Rahman ibn Ali al-Qasthallani, Muhammad ibn Qasim al-Tamimi, dan Ali ibn Jami’.

Pengalaman spiritual Ibnu Arabi memang tidak mudah difahami jika berkutat dalam bahasa atau kalimat isi kitab. Pengalaman spiritual Ibn Arabi banyak yang paradoks bagi yang tak memahaminya.

Ibn Arabi menyebut ya’buduni wa a’buduhu bisa dipahami: manusia bisa melayani Allah dengan ibadahnya, pengabdianya, pelayananannya. Karena Allah telah melayani manusia. Bahkan saat manusia belum bisa melayani diri-Nya.

Pelayanan Allah pada manusia itu dalam bentuk jasad, jiwa, roh, napas, pendengaran, penglihatan, rizki, dan semua nikmat yang tak mungkin dihitung jumlahnya.

Maka kalimat ya’buduni wa a’buduhu (Dia melayaniku dan aku melayani-Nya) adalah Allah telah melayan manusia semenjak manusia itu belum bisa melayani Allah (alam penciptaan). Pada gilirannya, manusia sejatinya menjadi pelayan Allah. Bahasa lain adalah menghamba kepada-Nya

Begitu pun saat membahas wahdat al-wujud, tidak sedikit orang yang salah paham dengan Ibn Arabi. Sehingga dengan mudah menuduh kafir atau sesat. Tuduhan itu muncul karena menganggap Ibn Arabi menyamakan Allah dengan alam.

Kesalahfahaman konsep wahdat al-wujud karena mereka memahami secara bahasa. Sementara konsep wahdat al-wujud dimaksud adalah segala sesuatu yang bersumber dari satu wujud. Yaitu wujud Allah.

Bukankah alam dan seisinya dicipta dari Nur Muhammad? “Dan seandainya bukan karena kamu wahai Muhammad, tidak Aku ciptakan alam semesta ini,” begitu hadits qudsi

Dan Nur Muhamad tercipta dari Nurullah. Itulah Cahaya Allah. Bagi kaum mutasawwufin, istilah Nurullah merupakan puncak dari pencapaian spiritual. Meminjam istilah Dzun Nun al-Mishri, puncak para salik (pejalan) akan mencapai pada tingkatkan makrifatullah (mengenal Allah).

Mengenal Allah (makrifatullah) bukan sebatas faham atas cipta-ciptaan-Nya. Bukan itu. Makrifatullah dimaksud adalah mengenal nur ala nur (cahaya di atas cahaya).

Pengetahuan ini hanya bisa difahami oleh para arifbillah. Yang tersingkap hijabnya. Setelah melalui etape Nur Muhammad.

Wahdat al-wujud itu mengenal satu wujud yaitu nur ala nur. Lalu memancar ke Nur Muhammad. Dari cahaya Muhammad itulah tercipta alam seisinya.

Ibn ‘Arabi menulis Fushusul Al-hikam dan al-Futuhat al-Makkiyah  tak ubahnya menyalin hasil percakapan beliau dengan Rasulullah Saw.

Maka tak berlebihan, bila ada yang menyimpulkan bahwa isi dua kitab itu tak ubahnya hadits Nabi Saw dan salinan isi Al-Qur’an.

Dua kitab itu sebuah pengalaman spiritual Ibnu Arabi yang dikisahkan dan bisa menjadi refrensi bagi salik yang ingin menjadi kekasih Allah.

habis

Redaksi

KPU Bangkalan