AdvertorialUMKM

Kisah Pengusaha Krupuk Ikan Menjadi Mitra BPRS Bhakti Sumekar

×

Kisah Pengusaha Krupuk Ikan Menjadi Mitra BPRS Bhakti Sumekar

Sebarkan artikel ini
Kisah Pengusaha Krupuk Ikan Menjadi Mitra BPRS Bhakti Sumekar
Beni Pasarela, pengusaha krupuk ikan di Dungkek foto: Yono, Mata Sumenep

Potensi ikan laut yang berlimpah di daerah pesisir Dungkek, Sumenep, menginspirasi Fathorrasyid untuk diolah menjadi produk lebih ekonomis. Krupuk berbahan ikan laut menjadi pilihannya. Alhasil, rintisan usahanya kini menjadi usaha turun temurun yang dikembangkan oleh Aini (45) anak dan Beni Pasarela (27), cucunya.

Beni Pasarela, pengusaha krupuk ikan di Dungkek foto: Yono, Mata Sumenep
Beni Pasarela, pengusaha krupuk ikan di Dungkek
foto: Yono, Mata Sumenep

MataMaduraNews.comSUMENEP-Sejak tahun 1989, Fathorrasyid mengawali usaha dengan modal seadanya. Dia dengan telaten memproduksi ikan laut dalam skala kecil. Bahan ikan laut yang dipilih adalah ikan tengiri. Saban hari, Fathorrasyid membeli 5 Kg ikan tengiri dari hasil tangkap ikan nelayan setempat. Jumlah ikan itu, ia campur dengan tepung dan bahan lainnya.

Hasil produksinya, sengaja ia jual di rumah. Strategi pasar tidak dilempar ke pasar-pasar desa menjadi pilihannya mengingat rintisan usaha masih perlu testimoni dari pembeli sekitar rumah produksi. Maklum, di tempat produksinya, dekat pelabuhan Dungkek yang menjadi hilir datang orang-orang pulau. Sehingga, ia anggap pasar itu menjadi pilot project pasar.

Namun, rencana pengembangan usaha produksi krupuk ikan Fathorrasyid mendapat hambatan. Sang isteri, Sholeha, menderita sakit. Konsentrasi produksi terhenti sekian tahun. Praktis, usaha produksi krupuk ikan Fathorrasyid menjadi vakum. Seiring berjalan waktu, pada tahun 2010, Fathorrasyid meninggal dunia.
Beberapa tahun setelah Fathorrasyid wafat, di luar dugaan, ada pelanggan Fathorrasyid yang datang dan berminat membeli krupuk ikan produk Fathorrasyid. Aini (45), anak Fathorrasyid memberi tahu bahwa sang ayah sudah lama wafat.

Berawal dari tamu pelanggan tersebut, Aini terketuk hati dan pikirannya untuk meneruskan usaha produksi krupuk ikan rintisan ayahnya. Modal pengetahuan ia peroleh saat menyaksikan sang ayah memproduksi krupuk ikan.
Tepat tahun 2012, Aini menghidupkan kembali usaha rintisan ayahnya. Semula ia beli 3 Kg ikan tengiri sebagai awal memulai usaha. Beberapa hari berikutnya, jumlah produksi bertambah. Dia beli 5 Kg ikan tengiri dari nelayan. Kemudian berkembang menjadi 10 Kg ikan tengiri yang ia beli kemudian dicampur dengan tepung dan bahan lainnya. Lalu meningkat menjadi 20 Kg ikan tengiri sebagai bahan utama. Aini juga merekrut dua pekerja yang bertugas membantu produksi.

Bahan utama ikan tengiri ia dapat dari nelayan sekitar rumahnya. Jika kosong hasil tangkap nelayan, ia menunggu kiriman dari nelayan Pulau Gili Iyang, tak jauh dari tempat produksinya.
Harga ikan tengiri saat musim tergolong murah. Aini mendapat harga Rp 20 ribu/Kg. Namun, harga itu fluktuatif mengikuti musim ikan.

Respon pasar atas produk krupuk ikan Aini menjanjikan. Namun, upaya pengembangannya mendapat hambatan modal. Nah, pada tahun 2015, Aini mengajak putranya, Beni Pasarela, untuk mengajukan pinjaman modal ke Bank BPRS Bhakti Sumekar Cabang Dungkek. Pengajuan pinjaman perdana ia disetujui Rp 10 juta.

Suntikan modal dari BPRS menjadi awal untuk mengembangkan usaha krupuk ikan. Dengan modal tersebut, Aini bisa membeli dua kali bahan untuk produksi. Sebab, pasar hasil produksinya ia gunakan sistem titip ke sejumlah toko-toko di pasar. Jika laku, baru terbayar. Karena itu, Aini butuh modal ganda. Satu modal produksi untuk dipasarkan yang dititip. Modal berikutya, mempersiapkan untuk produksi yang siap dipasarkan.

Tambahan modal seadanya, digunakan Aini untuk membeli cash ikan tengiri. Sedangkan, bahan lainnya, seperti tepung dan bawang putih masih bisa ngutang ke tokoh.

Ekspansi pasar Aini dibantu sang anak. Hasil produksi krupuk ikan siap goreng ini, ia pasarkan ke sejumlah kecamatan di Sumenep Sejumlah toko yang ada di komplek Pasar Anom Baru, Sumenep menjadi pilihan utamanya. Kemudian pasar Kecamatan Lenteng dan sejumlah pasar-pasar desa lainnya.

Jumlah krupuk ikan yang ia kirim ke setiap pasar seberat 100 Kg. Dalam kurun waktu satu bulan, kiriman krupuk ikan Aini mencapai 300 Kg. Kemudian ia tambah pengiriman apabila ada jumlah tambahan sesuai permintaan.
Pendapatan hasil jualan Aini setiap bulan mencapai Rp 6 juta. Pendapatan itu, belum dipotong biaya bahan dan ongkos pekerja. “Jika di total pendapatan bersih mencapai Rp 3 juta-an setiap bulan. Karena butuh modal double, saya masih perlu tambahan modal untuk pengembangan usaha,” terang Beni.
| inforial

KPU Bangkalan