Seperti yang diketahui, perpecahan kongsi bisnis media Dahlan Iskan dan Gunawan Mohamad (GM) Cs hingga berakibat holding Grup Jawa Pos tahun-tahun belakangan meredup, ternyata masih berbuntut kasus panjang hingga urusan ke pengadilan.
Melansir media online lensaindonesia.com, pembentukan lembaga yayasan ini merujuk keputusan RUPS Jawa Pos 2001, yang hingga terjadi pecah kongsi Dahlan dan GM dkk pada 2018, tidak pernah diwujudkan manajemen.
Isi keputusan RUPS, sebagai berikut;
1. Saham karyawan 20 persen diberikan kepada Dahlan Iskan (CEO Jawa Pos Holding) untuk dikelola dengan baik.
2. Dahlan Iskan ditugasi untuk segera membentuk Yayasan Karyawan Jawa Pos.
Dahlan Iskan sebagai pengelola imperium Jawa Pos sejak 1982 –dari koran oplah satu becak– hingga berkembang jadi holding dengan ratusan media dan puluhan TV serta bisnis-bisnis di luar media, sepertinya ingkar keputusan RUPS itu.
Hingga RUPS Jawa Pos Holding tahun 2018 memutuskan memangkirkan Dahlan Iskan, yayasan karyawan belum juga terbentuk. Bahkan, sampai tahun 2022 ini memasuki era awak Jawa Pos generasi usia anak para mantan wartawan JP, yayasan karyawan juga termasuk hak-hak seperti pembagian deviden tetap ‘pepesan kosong’.
Itulah sebabnya para mantan karyawan membentuk TPHK untuk memperjuangkan haknya. Kesadaran kolektif ini diakui para mantan wartawan JP, efek buku tiga jilid yang ditulis mantan wartawan senior JP, Bahari.
Buku itu berjudul “KONFLIK JAWA POS, Pasca Pecah Kongsi Dahlan Iskan vs Goenawan Mohamadâ€. Isinya, membongkar saham karyawan di JP Holding sebesar 20 persen dijadikan “bancakan†para bigboss atau pemegang saham.