Dalam masa perjuangan itulah, selama berkobarnya Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia, Mr. Clean menempuh pendidkan awalnya setingkat sekolah dasar di perguruan Al-Irsyad Al-Islamiyyah Surabaya.
Ia diasah guna mendapatkan kemampuan kecerdasan intelektualnya oleh guru-guru Al-Irsyad yang mumpuni, antaranya berkat gemblengan al-ustadz Abdurrahman Bahalwan, al-ustadz Mohammad Balbeid, al-ustadz Said b. Oemar Alamudi, al-ustadz Ali Alhaddadi, al-ustadz Ahmad Ali Sungkar dan al-ustadz Muhammad Kun Syarwani.
Sentuhan dari al-ustadz Oemar Hoebeis, sebagai figur kharismatik Irsyadi Surabaya tetap dialaminya, terutama penguatannya pada pemahaman spirtual (mabda’ Al-Irsyad), ahlaq dan karakter.
Salah satu dari kata-kata yang diingat dan diteladaninya dari ucapannya ialah “Apabila seseorang tidak amanah dengan uang maka dia tidak akan amanah dalam hal yang lainâ€.
Kepindahan Mr. Clean ke Jakarta
Ayah Mr. Clean wafat saat putranya itu masih duduk dibangku SMP kelas 2. Anak ke-6 dari 8 bersaudara ini, selepas lulus dari SMA, oleh kedua kakanya yang sudah menikah diboyong ke Jakarta, bersama ibu dan semua saudaranya. Di Jakarta, arek Suroboyo ini menemukan dunia barunya menjadi mahasiswa dan aktivis kampus.
Saat Mr. Clean tiba di Jakarta dan menjadi mahasiswa pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada dekade 1960-an, pembangunan kota tengah gencar-gencarnya digalakan, salah satunya pembangunan Gelora Bung Karno sebagai persiapan menjadi Tuan Rumah Asian Games 1962.
Proyek prestisius dengan menelan biaya sangat besar yang dibangun oleh Presiden Sukarno itu antaranya Patung Selamat Datang yang berada di tengah Bunderan HI, Wisma Nusantara, Hotel Indonesia dan Sarinah.
Sebagai aktivis kampus, Mr. Clean aktif dalam pergerakan mahasiswa, bahkan sempat jeda karena kegiatan perkuliahan dibekukan oleh Pemerintah.
Ia terlibat dalam berbagai aksi demonstrasi mengkritisi pemerintah. Mr. Clean pernah menjadi Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan sebagai ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).
Periode pemerintahan Sukarno menjadi sangat penting bagi HMI di masa itu, hingga terancam dibubarkan oleh rezim yang berkuasa karena perseteruannya dengan Partai Komunis Indonesia.
Puncaknya pada saat Gerakan 30 September atau gestapu menjadi pecah, Mr. Clean kembali berjumpa dengan aktvis asal almamaternya Al-Irsyad Al-Islamiyyah, menyusun kekuatan bersama dalam kesatuan aksi para mahasiswa, pelajar dan pemuda dari berbagai golongan dan agama, sebuah perjuangan jamai untuk membubarkan PKI dan mengadili dalangnya.
Di sela arena Musyawarah Nasional Generasi Muda Islam (GEMUIS), Desember 1964, pertemuan Mr. Clean yang saat itu sebagai Sekjen HMI dengan Hussein Badjerei , dirinya pernah memberikan pengakuan bahwa; “Sejak saya tinggal di Surabaya hingga hari ini, saya adalah seorang Pelajar Al-Irsyad murniâ€, (sebuah buku otobiografi, Hussein Badjerei Menjelajah Pimpi, Penerbit LSIP 2003).
Lepas kuliah dan setelah berhasil meraih gelar terakhirnya sebagai Master of Arts in Economics, dari Universitas Indonesia, Mr. Clean mulai meniti kariernya di Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara Kementerian Keuangan pada 1969 – 1972. Berlanjut kemudian pada 1972 – 1988, Ia mengabdikan dirinya di Direktorat Jenderal Pembinaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Kementerian Keuangan, dengan jabatan terakhirnya sebagai Direktur.
Meski kariernya sempat terganjal akibat tercium oleh pihak Istana yang mensinyalir dirinya merupakan aktivis garis keras sebagai anggota HMI, akhirnya Ia menduduki jabatan pentingnya dalam pemerintahan orde baru, Ia pun akhirnya diangkat menjadi Direktur Jenderal Pajak 1988 – 1983.
Di masa periode kepemimpinannyalah, Ia berhasil mengubah nama Kantor Pajak menjadi Kantor Pelayanan Pajak.
Â