Budaya

Melihat Petik Laut; Pesta Pulau Mandangin-Sampang

×

Melihat Petik Laut; Pesta Pulau Mandangin-Sampang

Sebarkan artikel ini
Melihat Petik Laut; Pesta Pulau Mandangin-Sampang
Acara pelepasan jhitek di hari kedua petik laut Desa/Pulau Mandangin

Manusia diamanahkan oleh Sang Pencipta sebagai khalifah di muka bumi untuk mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Tentu  sejatinya haruslah menunjukkan rasa syukur terhadap nikmat dan karunia yang diberikan. Dengan begitu akan menunjukkan sebuah rasa bukti penghambaan diri manusia sebagai makhluk yang menyadari, bahwa apa yan didapatkan di kehidupan ini tidak terlepas atas kehendak-Nya.

MataMaduraNews.comSAMPANG-Hal inilah yang memotivasi masyarakat pulau Mandangin, Kabupaten Sampang menggelar ritual yang pada umumnya disebut Petik Laut atau Rokat Tase’. Petik laut ini dilakukan oleh masyarakat Mandangin sebagai bentuk rasa syukur, khususnya para nelayan yang umumnya berada di pesisir pantai selatan Kabupaten Sampang. Rasa syukur atas hasil laut yang melimpah. Kegiatan ini rutin dilakukan pada bulan Desember atau akhir tahun. Masyarakat setempat sepakat untuk melakukan kegiatan semacam ini sebagai acara selamatan desanya.

”Jadi masyarakat di Desa Mandangin ini bersepakat untuk melakukan kegiatan selamatan atau syukuran dengan yang dinamakan petik laut. Petik yang artinya memetik. Karena itu berhubungan dengan laut, maka dinamakan petik laut,” kata Syaiful Anam, Kepala Desa Mandangin, ketika ditemui Mata Madura, saat upacara Petik Laut Mandangin beberapa waktu lalu.

Dari keterangan Syaiful, acara petik laut di Desa Mandangin ini berlangsung selama empat hari. Yang mana di hari pertama diisi dengan kegiatan khotmil Qur’an, dan dilanjutkan pelepasan Jhitek di hari kedua. Jhitek adalah wadah yang mirip perahu. Di dalamnya berisi segala kebutuhan hidup seperti sayuran, buah-buahan dan yang lainnya. Jhitek tersebut lantas dihanyutkan ke tengah laut, dan setelah itu bisa diambil oleh orang yang membutuhkan.

”Sempat ada perbedaan sudut pandang mengenai Jhitek ini. Dulu Jhitek dianggap suatu hal yang menyalahi aturan agama Islam. Karena dulu Jhitek ini ditenggelamkan ke laut. Hal itu dikira beberapa pihak sebagai ritual memberikan sesajen pada penguasa laut dan sempat menimbulkan perdebatan di masyarakat,” ungkap Syaiful.

Namun masalah ini dapat diselesaikan oleh Syaiful Anwar. Sebagai seorang pemimpin di desanya, Syaiful merasa terpanggil untuk segera menyelesaikan masalah tersebut. Dengan mengundang para tokoh masyarakat dan ulama untuk duduk bersama, akhirnya semua perangkat desa dan masyarakat bermusyawarah membahas hal tersebut. Akhirnya diubahlah mekanisme Jhitek. Dari yang sebelumnya ditenggelamkan ke tengah laut menjadi dibagi-bagikan kepada masyarakat yang membutuhkan. ”Dengan begitu tidak ada masalah lagi. Justru ini memuaskan banyak pihak,” tambah Syaiful.

Kepala Desa Mandangin, Syaiful Anwar bersama tokoh masyarakat setempat dan jajaran Forpimcam Sampang menuju lokasi Petik Laut.
Kepala Desa Mandangin, Syaiful Anwar bersama tokoh masyarakat setempat dan jajaran Forpimcam Sampang menuju lokasi Petik Laut.

Selanjutnya, menurut paparan Syaiful, di hari ketiga acara petik laut ini juga diisi dengan kegiatan seni tradisional seperti daul dan ludruk. Hal ini sebagai acara penghibur, terlebih mayoritas masyarakat Mandangin memang menyenangi seni tradisional tersebut.

”Di hari keempat, petik laut Mandangin diisi dengan acara istighosah bersama seluruh masyarakat desa. Tujuannya agar masyarakat Mandangi mendapatkan Rahmat dan ampunan dari Yang Maha Kuasa,” harap Syaiful.

***
Seperti halnya tradisi lain di bumi garam ini, asal-mula diadakannya petik laut di Desa Mandangin juga memiliki cerita tersendiri. Menurut Syaiful berdasar cerita kakeknya, Kalebun Isnin, dulu Desa Mandangin pernah mengalami masa paceklik. Hasil tangkapan nelayan dan masa panen petani kurang memuaskan. Sehingga masyarakat pada waktu itu menggagas untuk melakukan selamatan, karena dikira desanya sedang diberi cobaan oleh Sang Maha Kuasa.

”Namun yang terpenting, banyak hal yang bisa didapat dari kegiatan petik laut ini. Selain acara selamatan desa dan rasa syukur para nelayan, juga bisa menjadi ajang silaturahim antar warga masyarakat yang ada di Desa Mandangin. Makanya acara ini juga sering disebut dengan Pesta Mandangin,” kata Syaiful, sambil tersenyum.

Terpisah, Nanang, salah satu warga Mandangin yang ditemui Mata Madura saat acara petik laut tersebut mengatakan, bahwa di antara sekian banyak hal positif dari kegiatan itu, yang tak kalah penting lagi ialah nilai wisata. Nilai wisata itu ia harapkan bisa memberikan kontribusi pada kemajuan budaya daerah. ”Karena ini merupakan kearifan lokal atau kekayaan budaya lokal yang harus dilestarikan,” katanya.

Foto bersama usai petik laut
Foto bersama usai petik laut

Harapan Nanang seakan senada dengan yang diungkap Sang Kades, Syaiful. Syaiful menceritakan bahwasanya Wakil Bupati Sampang, Fadhilah Budiono yang hadir di acara petik laut pada tanggal 8 Januari 2017 kemarin itu, juga berharap hal yang sama. Yakni agar acara petik laut ini harus terus dilaksanakan. ”Selamatan desa di Mandangin ini harus diadakan setiap tahun,” kata Fadhilah, seperti yang ditirukan Syaiful.

Meski begitu, Syaiful mengatakan bahwa hal itu justru hanya akan menjadi wacana belaka jika tidak ada dukungan dari semua pihak. Karena acara semacam itu disebutnya memerlukan dana yang tidak sedikit. ”Perlu perencanaan anggaran yang bijak, sehingga penggunaan dana yang ada bisa difungsikan secara seimbang,” ujarnya.

Oleh karena itu, sebagai Kepala Desa Mandangin, Syaiful mengaku ingin merangkul segenap lapisan masyarakat di Desa Mandangin ini khususnya para nelayan dan tokoh masyarakat. ”Ya, agar bersama-sama bermusyawarah mengenai acara-acara yang akan diselenggarakan, terutama petik laut ini. Bagaimana ke depan bisa terus lestari,” tutupnya.

Masykur, Mata Madura

KPU Bangkalan