Opini

Membangun Bangsa dengan Gotong Royong Melalui Pesantren

×

Membangun Bangsa dengan Gotong Royong Melalui Pesantren

Sebarkan artikel ini
Khoirul Kirom

Oleh: Khoirul Kirom*

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!
Khoirul Kirom
Khoirul Kirom

Indonesia adalah Negara kepulauan yang terdiri atas berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Suatu kesatuan yang pada era pra kemerdekaan, nenek moyang kita dahulu hanya mengenal Sumatera, Jawa, Borneo, Sulawesi, dan seterusnya. Belum ada ikatan persatuan yang dinamakan Indonesia meskipun gaungnya mulai menggema mendekati era kemerdekaan. Selanjutnya, sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara membuktikan bahwa kita mampu mendirikan entitas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan persatuan secara gotong royong. Gotong royong kemudian menjadi ciri khas bangsa Indonesia hingga hari ini.

Seiring waktu, kita mengetahui bahwa modernisasi dan globalisasi melahirkan corak kehidupan yang sangat kompleks. Hal ini seharusnya jangan sampai membuat bangsa Indonesia kehilangan kepribadiannya sebagai bangsa yang kaya akan unsur budaya. Akan tetapi dengan semakin derasnya arus globalisasi mau tidak mau kepribadian tersebut akan terpengaruh oleh kebudayaan asing yang lebih mementingkan individualisme. Tak ayal, budaya gotong royong pun mulai pudar menuju ambang kepunahan di tengah beragam konflik antar etnis, suku, hingga agama yang terus berkobar.

Di tengah kondisi demikian, membangun bangsa dengan gotong royong masih bisa diselamatkan. Yakni menghidupkan kembali budaya gotong royong sekaligus membangun persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara melalui pesantren. Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia sekaligus sudah menjadi ruhnya pula. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pahlawan-pahlawan bangsa, seperti Wali Songo, Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonnjol di Sumatera, Teuku Umar dan Teuku Cik di Tiro di Aceh, dan di Makasar ada Syekh Yusuf, yang kesemuanya berjuang mengorbankan jiwa raga menentang penjajahan Belanda. Pada kurun waktu tahun 1900-an, muncul pula nama-nama besar seperti KH. Hasyim Asyari, H.O.S Cokroaminoto pendiri SI (Syarikat Islam), KH. Ahmad Dahlan, dan lain sebagainya yang mempunyai latar belakang dari pesantren.

Dengan demikian, kontribusi santri dalam berbagai kegiatan Negara, utamanya melalui budaya gotong royong yang memang sudah melekat tak perlu diragukan lagi. Meski, kadang hal tersebut kurang mendapat perhatian, sehingga peran kaum santri (pesantren) kabur dan hilang dari ingatan masyarakat seiring dengan berjalannya waktu. Padahal rekaman sejarah tentang peran santri dalam sejarah bangsa Indonesia perlu diputar ulang sebagai upaya resolusi semangat santri dalam perjuangan mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kita harus mengakui bahwa satu budaya bangsa yang di ambang punah adalah budaya gotong royong. Akan tetapi, jika dewasa ini kita mau melihat praktik budaya gotong royong, mungkin tidak salah jika jawabannya, lihatlah gotong royong santri. Suatu pemandangan yang lumrah dan miris jika pada akhirnya budaya ini hanya menjadi tradisi santri semata. Padahal kita kenal bahwa gotong royong adalah budaya bangsa Indonesia_yang kian hari kian terasa hilang. Meski kemerdekaan Indonesia sekalipun diraih dengan gotong royong.

Dalam momen Hardiknas 2017 ini, sangat diharapkan pembangunan bangsa ke arah yang lebih baik terus diupayakan melalui penghidupan kembali budaya gotong royong melalui pesantren. Tantangan berat dewasa ini adalah pengkaderan generasi muda yang berkualitas. Sehingga pesantren dengan militansi budaya tersebut bisa menjadi salah satu titik tolak untuk merekatkan kembali hubungan bangsa yang mulai retak. Termasuk dalam membangun bangsa ini secara umum sekalipun dengan melahirkan generasi muda berkualitas di sisi pemahaman akan pentingnya budaya gotong royong.

Santri sebagai sebuah komunitas masyarakat bisa kembali hadir dalam berbagai kontestasi pertujukan bangsa. Komunitas ini dengan pesantrennya sangat diharapkan kontribusi dan peran yang nyata bagi pembangunan bangsa di tengah kondisi Negara yang kini hangat oleh kobar beragam isu yang bisa mengancurkan persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

*Mahasiswa STAIN Pamekasan. Wartawan Mata Madura Biro Sampang.