Peristiwa

Miris! di Bangkalan Ada Nenek Lumpuh Hidup Sebatang Kara Tanpa Perhatian Pemkab

×

Miris! di Bangkalan Ada Nenek Lumpuh Hidup Sebatang Kara Tanpa Perhatian Pemkab

Sebarkan artikel ini
Nenek Saona Bangkalan
Kondisi nenek Saona yang terbaring lemah di atas lencak saat ditemui Mata Madura di gubuknya di Dusun Laok Songai, Desa Kokop, Kecamatan Kokop, Bangkalan. (Foto Saiful/Mata Madura)

matamaduranews.comBANGKALAN-Entah apa yang ada di benak para pemangku kebijakan di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Mereka tega membiarkan seorang nenek berusia kurang lebih 60 tahun yang mengalami lumpuh dan tinggal di gubuk mirip kandang sapi selama bertahun-tahun.

Saona, nama nenek tersebut, kondisinya sangat memprihatikan di usia yang sudah renta. Ia tinggal sebatang kara, anak tak punya, suamipun tak ada. Apalagi juga sudah tak mampu untuk berjalan lantaran kondisi fisik yang telah menurun dimakan usia.

Nenek Saona merupakan warga Dusun Laok Songai, Desa Kokop, Kecamatan Kokop, Kabupaten Bangkalan. Di samping kanan kiri rumahnya tidak terlihat ada tanda-tanda kehidupan. Sepi nan Sunyi. Namun, pintu rumah berlantai tanah itu terbuka lebar.

Saat Mata Madura melongok lewat pintu, terlihat sesosok wanita sepuh tergolek lemah di lencak beralaskan kasur tipis. Wanita lansia itu tertidur pulas. Kerutan-kerutan di wajahnya terlihat jelas. Membuat tak tega melihatnya.

Saona hanya hidup sebatang kara dan lumpuh serta menderita berbagai penyakit. Selain itu, beberapa alat inderanya seperti pendengaran dan mata sudah tidak berfungsi secara maksimal.

Rumah itu hanya terdiri atas satu ruangan dan tidak ada penyekatnya. Terlihat bekas dapur dan beberapa perabotan rumah tangga, seperti piring dan kursi yang kotor teronggok di sudut rumah.

Selama ini nenek Saona dirawat oleh saudaranya sendiri yang berlainan rumah. Bu Saberah (47) namanya. Rumahnya tidak jauh dari rumah Saona. Dan setiap hari dialah yang mengirimi nenek Saona makanan.

Saberah menceritakan sebenarnya keluarganya telah mengajak nenek Saona untuk pindah dan tinggal bersama mereka. Tetapi, nenek yang telah ditinggal mati suaminya sejak beberapa tahun lalu itu berkukuh tinggal di rumahnya sendiri.

Entah apa alasannya, Saberah mengaku tidak pernah diberitahu. Namun, kemungkinan besar nenek Saonah enggan merepotkan keluarganya dan ingin hidup mandiri.

Padahal, penyakit lumpuh yang diderita membuat nenek Saona hanya tergolek lemas tak berdaya. Untuk mengambil air saja, ia pun tak bisa. Bahkan, nenek Saona hanya bisa berbaring ke satu sisi badannya.

Odhi’ kadibi’ edinna’, Cong, Saona jiah. Ngala’ aeng lekka’ ta’ bisa, polanna lumpuh sake’na jiah, Cong. Gun bisa abhali’ ka lao’, mon abhali’ ka dhajah ta’ bisa. Kadang badha oreng se bellas aberri’ kakanan gabay Saona jiah,” kata Saberah saat ditemui di rumah Saona, Jumat (15/11/2019).

Selain menyiapkan makan dan minum, Saberah juga membersihkan dan mengganti pakaian saudaranya yang tidak memiliki anak tersebut. Lantaran tidak bisa berjalan, nenek Saona buang air kecil maupun besar di kasurnya.

Sungguh malang nasib nenek Saona. Bersaudara ada 4 orang, tinggal Saberah satu-satunya keluarga yang masih hidup. Dua saudara lainnya yaitu Zaini dan Nikmat sudah meninggal lebih dulu.

Seteretanan coman empa’, mate dhuwa’ lah, Cong. Nikmat ban Zeini adinggal omor la’an, Cong, akareh sengko’ bi’ Saona reya. Adha’ se arabata pole salaen engko’, mangkanna ngakan ban amandi sengko’ se ngarabat,” tutur Saberah.

Ketika ditanya apakah nenek Saona pernah mendapat bantuan dari pemerintah atau desa, Saberah langsung menggelengkan kepala. Itu artinya, mereka tak pernah mendapat Bansos dari pemerintah pusat ataupun daerah, baik PKH maupun BPNT.

Tak toman tao rassana bantuan sama sakale, Cong. Berras ban pesse ta’ toman olle, gun la ngeding ceretana ro’ tatanggha jha’ badha bantoan, neser Saona reya. Sala ta’ andhi’ lake ghi’ ta’ olle bantoan pa-apa,” keluh ibu paruh baya itu pada Mata Madura.

Cerita yang tak jauh berbeda didapatkan Mata Madura dari Ahmad Dhani, salah seorang tetangga nenek Saona. Ia menuturkan bahwa nenek lansia itu sudah tinggal di gubuknya beberapa tahun. Nenek Soona sudah tidak bisa berjalan lagi akibat lumpuh.

“Sudah agak lama tinggal di gubuknya. Nenek juga sudah tidak dapat berjalan karena lumpuh, berdiripun sudah tak bisa,” jelas Dhani.

Untuk makan sehari-harinya, nenek Saona diberi oleh tetangga yang menaruh iba kepadanya. Sebab, mereka tahu lansia sebatang kara tersebut sudah tak dapat melakukan aktivitas selain duduk dan berbaring saja.

“Tidak bisa makan sendiri, tiap hari tetangganya yang bawakan makanan jadi. Kadang digantikan juga pakaiannya. Hanya saudara satu-satunya yang paling paham akan kondisinya yaitu Ibu Saberah,” ungkap Dhani.

Setiap kali melihat rumah nenek Saona, Dhani mengaku merasakan kepedihan yang teramat sangat. Nenek itu hanya terbaring, sementara cuaca di luar tak bersahabat.

“Saya bayangkan semisal hujan deras, lantas apa yang bisa dilakukan nenek lumpuh ini? Kenapa orang-orang yang ada di sekitarnya selama ini abai terhadap dirinya?,” kata dia, penuh tanda tanya.

Dhani mengaku tak habis pikir di kota yang sudah lepas dari kemiskinan, ternyata masih ada warganya yang terlantar dan hidup di gubuk derita tanpa sentuhan pemerintah.

“Tanpa mengenal apa itu BPJS, apa itu uluran tangan serta bantuan pemerintah BPNT dan PKH,” keluhnya.

Demikian pula dengan masyarakat, Dhani tak mengerti kenapa sedemikian mudah membutakan mata hatinya. Sebab jikapun dua mata bisa buta, iya meyakini mata hati sulit dibutakan.

“Apa yang salah pada diri kita ini?” ujar pemuda asal Kokop itu.

Menurut Dhani seharusnya pemerintah dari tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten merasa malu melihat salah satu warganya terlantar selama bertahun-tahun. Bahkan, ia sangat yakin sebenarnya ada Saona-Saona yang lain yang belum terungkap ke publik.

“Kiranya, pemerintah pusat tak mengabaikan fungsi kontrolnya terhadap aparat di lapis paling bawah agar kasus nenek Saona tidak terulang kembali,” harapnya sambil menutup perbincangan dengan Mata Madura.

Syaiful, Mata Bangkalan

KPU Bangkalan