Catatan: Hambali Rasidi
matamaduranews.com-Iran, dikenal negeri para Mullah. Warga Iran percaya kepada sosok ulama untuk menentukan langkah negara. Presiden sebatas pelaksana arahan ulama.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Figur ulama di Iran punya kendali. Berawal dari Revolusi Iran. 40 tahun lalu. Ruhollah Khomeini, seorang ulama dan politisi Iran berhasil mendirikan Republik Islam Iran.
Revolusi Iran, 1979 menggulingkan Shah (Raja) Mohammad Reza Pahlavi. Jabatan Khomeini, Pemimpin Tertinggi Iran. Lalu diganti Ayatollah Ali Khamenei hingga saat ini.
Revolusi Iran memberi pesan ke dunia.
Perlunya kebangkitan politik Islam untuk melawan para kapital yang bertindak dzalim.
Kekayaan Migas Iran dirampas. Rakyat hanya dijadikan penonton setelah ladang-ladang Migas dieksploitasi besar-besaran. Warga Iran hanya diberi 20 persen dari keuntungan. Sisanya dibawah ke Ingris.
Sebelum revolusi Iran, kekuasaan Raja Iran diintimidasi oleh para pemain Migas. Pemerintah Amerika Serikat (AS) berhasil menggulingkan kekuasaan raja melalui tokoh politik Iran.
Parpol didirikan. Tahun 1951 diadakan pemilu. Sebagai pemenangnya adalah National Front. Mohammad Mossadegh, Pendiri National Front. Dia berkuasa di pemerintahan Iran yang dibentuk secara demokratis.
Mossadegh tercatat pemimpin modern, tapi cenderung sekuler dan progresif. Dia mampu meyakinkan para elit sekuler di Barat dan sejumlah ulama Iran.
Kendati demikian, kekuasaan Mossadegh tak bertahan lama. Hanya bertahan dua tahun, ia dikudeta militer. Kekuatan CIA dan Intelijen Inggris menjadi operatornya.
Shah Mohammad Reza kembali ke tampuk kekuasaan Iran. Salah satu kompensasinya, Perusahaan Minyak Iran, diakuisisi ke British Petroleum. Dengan pembagian keuntungan 50:50.
Intervensi pemain Migas dinilai merendahkan rakyat Iran. Para Ulama Iran merasakan penghinaan. Pengkhianatan suatu waktu akan terjadi jika kepentingan tak terakomodir.
Kepemerintahan Mossadegh menjadi iktibar. Meski pemerintah terpilih demokratis, tetap digulingkan jika tak sesuai dengan kepentingan.
Kehidupan Raja Iran, sejak 1953 hingga 1977, sangat bergantung pada AS. Dalih modernisasi tentara dan membangun ekonomi Iran.Tapi menyengsarakan warga Iran.
Hasil Migas sebagai penopang kerajaan Iran tak terdistribusi secara merata. Orang desa banyak bermigrasi ke kota. Penindasan dan hegemoni politik terjadi di mana-mana.
Sejak awal 1960, kaum intelektual Iran menggulirkan wacana pentingnya Revolusi Iran. Ali Shari’ati, Murtadha Muthahari dan Bani Sadr, salah satu intelektual Iran yang selalu mengkampanyekan Revolusi Iran. Sebuah protes kepemimpinan yang menjarah kekayaan Iran, Migas.
Wacana revolusi mendapat angin segar setelah Ayatollah Khomeini, seorang ulama Iran, ikut protes melalui khotbah-khotbahnya.
Salah satu misi Khomeini adalah mengakhiri imperialisme. Dan kewajiban umat Islam mendirikan pemerintahan Islam berdasarkan Alquran dan contoh Nabi Muhammad Saw.
Kampanye Khomeini mendapat hati di warga Iran. Protes atas kepemimpinan raja meluas. Semua kota besar Iran ikut protes. Puncaknya revolusi Iran, 1 Februari 1979.
Sejak itu, imprealisme atas kekayaan Iran, Migas berakhir. Lalu berdiri Republik Islam Iran. Negara para ulama. Bahasa lainnya, Republik Kiai.
Pesona Satelit, 27 Juli 2019