matamaduranews.com–Bahasa Madura memiliki semacam pohon bahasa, yang secara garis besarnya merupakan tata aturan. Istilah dari hal itu ialah Paramasastra. Paramasastra memiliki beberapa cabang. Sehingga, untuk memahami bahasa Madura dengan baik dan benar, seseorang harus bisa menguasai setiap cabangnya.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Nah, sebagai langkah pertama kali seorang yang ingin belajar bahasa Madura, terlebih dulu mesti tahu mengenai proses konsonan, vokal dan diftong yang diucapkan dalam bahasa Madura. Bab ini dikenal dengan sebutan fonologi.
Fonologi merupakan bagian dari paramasastra yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa. Secara etimologi, fonologi adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa yang dibagi atas fonetik dan fonemik.
Fonetik berarti menyelidiki bunyi bahasa dan pemakaiannya serta mempelajari cara menghasilkan bunyi-bunyi tersebut. Sedangkan fonemik ialah mempelajari bunyi bahasa dalam fungsinya sebagai pembeda arti. Fonemik sendiri berasal dari kata fonem, yaitu kesatuan bunyi terkecil yang membedakan arti bunyi bahasa. Fonem sendiri ada dua macam, yaitu vokal dan konsonan.
Kembali pada bahasa Madura, mengikuti suara yang dikeluarkan, warna dari bunyi di dalam bahasa Madura ada dua, yaitu halus dan tajam. Jadi ada konsonan halus, dan juga ada konsonan tajam. Namun mengikuti pekakas atau alat yang dipakai mengeluarkan bunyi, menghasilkan banyak atau macam bentuk konsonan, yaitu:
- Konsonan bibir (bilabilal): b, p, m;
- Konsonan bibir gigi (labio dental): w;
- Konsonan ujung lidah gigi (apiko dental): d, t, n;
- Konsonan ujung lidah lengkung gigi ( apiko alveolar): t (th), d (dh), n;
- Konsonan nge’-langnge’an atau langit-langit (palatal): j, c, ny;
- Konsonan langit-langit lembut (velar): g, k, ng;
- Konsonan desah (glottal): h;
- Konsonan desis (lamino alveolar): s.
Sementara menurut halangan yang dijumpai udara, konsonan terbagi menjadi lima bagian:
- Konsonan hambat: b, p, d, t, j, c, g, k, m, n, ny, ng;
- Konsonan frikatif: f;
- Konsonan spiran: s;
- Konsonan likwida: l;
- Konsonan trill: r.
Konsonan Halus
Konsonan Halus yaitu /b/, /dh/, /d/, /g/, /j/, selalu diikuti oleh vokal halus /a/, /i/, dan /u/. Konsonan halus ini ada dua macam, ada yang bersuara berat dan ada yang bersuara ringan. Berikut penjabarannya:
- Konsonan halus bersuara berat, contohnya:
– b:Â bubar, bibbi’, tabbuwan
– dh: dhudhit, dhingdhing, koddhu’
– d: daddali, daddi, maddu
– g: gagaman, gigir, gu-laggu
– j: jajan, jila, jalujju’
- Konsonan halus bersuara ringan, contohnya:
– b: bangbang, balibis, bungbung
– dh: dhari, andhi’, kendhur
– d: gadas, gudir, dudut
– g:Â gaga’, rogi, gul-agul
– j: jagal, banjir, juju’.
P Penninga dan H Hendriks di dalam buku keduanya Practisch Madoereesch, Nederlandsch Woordenboek, 1913, kaca 7 menyebutkan “de zachte medeklinkers, b, d, d, dj, en g, evenals de geaspireerde bh, dh, dh, djh en gh worden in het Madoereesch altijd gevolgd door zachte klinkers a, i, en oe, behalve in vremdeworden“.
Maksud keduanya dalam buku tersebut kurang lebih, menerangkan bahwa konsonan halus /b/, /dh/, /d/, /g/, /j/ dan juga yang bersuara berat yang memakai tanda huruf /h/ aspira, di dalam bahasa Madura selalu diikuti vokal halus /a/, /i/, dan /u/. Kecuali kata-kata yang berasal dari bahasa asing atau manca (behalve in vremdeworden).
Jadi, apabila ada konsonan halus diikuti vokal tajam, atau konsonan tajam diikuti vokal halus, hal itu menandakan jika kata tersebut bukan kata asli Madura, melainkan kata pinjaman atau adopsi dari bahasa selain Madura. Seperti misalnya kata jendral, dhokter, beca’, suntik, bangku, baki, pita, kopi, serbet, dhokar, sandhal, salendhang, emba, abalap, rendha, dho-gadho, dhasi, dan lain semacamnya.
Berdasar hal itu, permulaan kata yang memakai konsonan /b/, /dh/, /d/, /g/, /j/, serta bersuara /a/ harus diucapkan /ã/, sedangkan /è/ diucapkan /i/, dan /o/ diucapkan /u/. Oleh karena itu, orang Madura sendiri melafalkan kata-kata asing tersebut dengan lidah Madura sehingga yang benar ejaannya ialah jindral, dhukter, bica’, palastek, asonteka, bangku atau banggu, bukannya melafalkan jendral, dhokter, beca’, plastik, asuntika, bangku, dan lain sebagainya.
Sementara untuk contoh kata lain bisa dibaca dua macam, bisa bersuara berat dan juga bisa bersuara ringan. Seperti kata baja, bara, baba, balai, baji’, bajang, baris, bala, birang, burung, buwang, raja, rebba, gaji, jaga, maju, laju, dan lain sebagainya.
Untuk membedakan mana yang bersuara berat atau ringan bisa dilihat dalam contoh kalimat di bawah ini:
- baja:
– baja apa ba’na se dhateng? (Suara ringan). Baja reya nyamana keban (suara berat)
– Agung bannya’ bajana (suara ringan). Laddingnga korang bajana (suara berat).
– gigi basana baja (suara berat).
Jadi ada dua jenis suara dalam menyebutkan kata baja. Hal itu bisa dibedakan berdasarkan makna yang mengikuti, yang bisa diketahui ketika sudah terangkai dalam satu kalimat. Karena meski ejaannya sama sekaligus juga bernada sama namun artinya berbeda. Baja bisa berarti waktu dalam contoh kalimat baja apa ba’na se dhateng?. Baja juga sebutan bagi bangsa hewan jenis reptil atau buaya dalam kalimat Baja reya nyamana keban. Baja juga merupakan kata halus dari cucu atau kompoy dalam bahasa Madura seperti dalam kalimat Agung bannya’ bajana. Baja juga bisa sebutan bagi jenis logam paduan yang terdiri juga dari unsur besi, seperti dalam kalimat Laddingnga korang bajana. Dan yang terakhir, baja merupakan kata halus dari gigi dalam bahasa Madura.
- Raja:
– bengkona talebat raja (suara ringan). Namrud jumenneng raja (suara berat).
Kata raja dalam kalimat yang pertama atau yang bersuara ringan bermakna besar. Sedangkan dalam kalimat kedua berarti penguasa suatu kerajaan.
- Bara:
– sokona bara (suara ringan). Embuk aguring bara (suara berat).
Kata bara dalam kalimat yang pertama atau yang bersuara ringan bermakna bengkak. Sedangkan dalam kalimat kedua merupakan nama dari jenis makanan yang berasal dari daging paru-paru hewan sapi.
- Birang:
– Arassa birang (suara ringan). Natta’ kaju ngangguy birang (suara berat).
– barampa sokona rang-birang? (Suara ringan).
Kata birang dalam kalimat yang pertama atau yang bersuara ringan bermakna malu. Sedangkan dalam kalimat kedua adalah nama jenis pekakas yang biasa digunakan untuk memotong kayu. Sementara kata rang-birang dalam kalimat ketiga adalah nama hewan yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan binatang kaki seribu.
- Gaji:
– Eppa’ narema gaji (suara ringan). Dagingnga bannya’ gajina (suara berat).
Kata gaji dalam kalimat yang pertama atau yang bersuara ringan bermakna penghasilan atau upah sesuai durasinya, yang bisa harian, mingguan, atau bulanan. Sedangkan dalam kalimat kedua gaji bermakna lemak dari daging.
- Dan lain sebagainya.
Sehingga dengan demikian bisa dikatakan bahwa pada hakikatnya bahasa Madura merupakan bahasa nada, seperti halnya bahasa Cina. Bahasa nada atau bahasa bernada merupakan bahasa yang perubahan nada pada sebagian kata-katanya untuk menukar atau merubah maksud dari perkataan.
RM Farhan Muzammily