Gaya Hidup

Sekarang, Jangan Tanya Berapa Jauh Bila Anda Ingin ke Sumenep

×

Sekarang, Jangan Tanya Berapa Jauh Bila Anda Ingin ke Sumenep

Sebarkan artikel ini

Catatan: KH A. Busyro Karim*

Sekarang, Jangan Tanya Berapa Jauh Bila Anda Ingin ke Sumenep
Salah satu petugas Bandara Trunojoyo berpose dengan latar pesawat Wings Air. foto: Hambali Rasidi, Mata Madura

JUDUL ini sengaja saya lempar. Ketika banyak orang mengeluh soal jarak tempuh bila ingin ke Sumenep. Dari Surabaya, terkadang banyak yang kembali di tengah jalan.

Maklum, jika perjalanan darat lancar, tanpa macet, butuh sekitar 4 jam baru tiba di Sumenep.

Pertanyaan itu, mulai sekarang perlu diganti. Berapa lama untuk tiba ke Sumenep. Jika anda dari Surabaya, hanya butuh 35 menit sudah tiba di Sumenep. Tanpa macet dan tanpa ribet. Praktis, kan?.

Ya…Sekarang, Bandara Trunjoyo Sumenep sudah membuka penerbangan komersil setiap hari. Sehingga setiap orang jangan lagi bertanya; berapa jauh jarak tempuh ke Sumenep.

Pertanyaan itu,sekarang dijawab dengan pesawat Wings Air ATR 72.

Pesawat Lion Group ini,  resmi beroperasi sejak Rabu (27/9/2017) rute Sumenep-Surabaya dan kota besar lainnya di Indonesia dengan sistem tiket connecting. Sehingga, penumpang yang akan bepergian ke Jakarta, Bali atau tujuan kota besar lainnya di Indonesia, cukup membeli satu tiket dari Sumenep.

Begitupun penumpang dari kota besar lainnya yang akan menuju Sumenep.

Kehadiran penerbangan komersil di Bandara Trunojoyo ini tentu menjadi pintu masuk menggeliatnya ekonomi warga Sumenep. Pada gilirannya, ekonomi dan pembangunan Kabupaten Sumenep pasti akan mengungguli kabupaten lain di Madura.

Ketika jarak Sumenep dengan kota-kota di luar semakin sempit, secara otomatis para investor atau wisatawan asing dan domestik, merasa enjoy datang ke Sumenep.

Mengapa? Sumenep memilik banyak potensi wisata dan industri. Sumenep memiliki wisata budaya, wisata kesehatan, wisata alam, wisata religi dan wisata pantai atau wisata laut.

Dari segi industri, sesuai dengan letak geografis di ujung timur Pulau Madura, Sumenep juga berpotensi membuka pelabuhan Internasional, ketika Surabaya mulai sesak menampung kapal-kapal barang.

Setelah Bandara Trunojoyo ini, saya akan terus mengebut penyelesaian bandara di kepulauan. Komitmen ini sudah lama teranggarkan lewat ABPD maupun APBN.

Kesediaan Wings Air ATR 72 terbang ke Sumenep, tentu tidak lepas dari kuasa Ilahi. Tuhan yang memiliki kekuasaan langit dan bumi.

Sekuat  apa pun usaha, tanpa ada restu-Nya, mustahil penerbangan terwujud di Bandara Trunojoyo. Sebab, manusia tidak punya kuasa. Manusia sebatas berupaya, apa yang bisa perbuat.

Saya sadar, sesuatu yang baik perlu di rawat dan dilanjutkan. Dan keberadaan Bandara Trunojoyo yang dirintis oleh Bapak (alm) Bupati Sumenep, H R. Semaroem 1970-an, saya anggap perlu menghormati jasa-jasa beliau.

Saya mendatangi tempat tinggalnya dan menemui keturunannya, sambil meminta ijin untuk mengadakan bacaan yasin dan tahlil untuk almarhum. Setelah itu, baru menggelar doa bersama anak yatim.

Mewujudkan mimpi pesawat terbang ke Sumenep butuh ketelatenan.

Pasca dilantik sebagai Bupati Sumenep 2010, saya sempat 10 hari menjelajah, dari satu tempat ke tempat lain. Dari kota satu menuju ke kota lain. Saya bertanya dan banyak belajar tentang teknis penerbangan komersil. Mencari tahu tentang izin kelayakan bandara komersil.

Langkah awal tentu berkoordinasi dengan pangkalan Angkatan Udara di Bandara Abdurrahman Saleh, Malang. Di Lanud, waktu itu, saya bertemu Bapak Paulus Arman.

Dari Bapak Paulus, saya memiliki gambaran pesawat yang bisa membuka penerbangan komersil di Bandara Trunojoyo. Setelah itu, saya menemui Dirjen Perhubungan Udara, Herry Bakti. Dari kantor Dirjen, saya menemui Owner PT Lion Mentari Airline, Rusdi Kirana. Bos Lion Air itu, tidak keberatan membuka rute baru dari Sumenep.

Hanya saja, jenis pesawat Lion Air yang tersedia, tipe besar, 700-an. Masih butuh landasan pacu (runway) yang panjang. Minimal 1.700 meter. Sedangkan panjang runway bandara Trunojoyo, tahun 2010, masih 904 meter.

Lewat APBD 2011, saya bebaskan lahan sekitar 5,4 hektare. Panjang runway bertambah menjadi 1.160 meter. Dan pada tahun 2016, panjang runway  menjadi 1.600 meter dengan lebar 30 meter.

Pengembangan runway akan terus dilakukan dengan pembebasan lahan yang ada.

Dari Lion Air, saya mencari tahu, pesawat apa yang layak terbang pada runway Trunojoyo. Bapak Paulus menyarankan ke PT Trigana Air Service.

Di perusahaan penerbangan itu, saya menemukan banyak pilihan. Trigana Air memiliki tiga jenis pesawat.

Pertama, tipe ATR 42-300, kapasitas duduk 40-50 orang, dengan panjang landasan 900 meter.

Kedua, tipe ATR 72-202, kapasitas 50-72 tempat duduk, dengan panjang landasan 1000 meter.

Ketiga, pesawat Boeing 737-200-A, kapasitas duduk maximum 114 penumpang, dengan kebutuhan panjang landasan minimal 1.600 meter.

Dari perjuangan itu, awal Mei 2015 baru ada kabar baik tentang maskapai penerbangan yang bersedia melayani penerbangan komersil.

Namanya, PT ASI Pujiastuti Aviation, sebagai operator Susi Air. Pesawat ini, memulai rute penerbangan keperintisan dari Bandara Trunojoyo menuju Surabaya dan Sumenep-Jember dengan kapasitas 6 orang.

Lalu, pada tahun 2016, berganti operator penerbangan perintis yang lain, PT Airfast Indonesia dengan rute Sumenep-Surabaya dan Surabaya-Sumenep setiap hari Selasa dan Kamis dengan kapasitas 13 orang.

Sekarang, saya sangat bersyukur kepada Allah Swt penerbangan komersil ATR 72 dengan sistem tiket connecting mulai beroperasi di Bandara Trunojoyo.

Harga tiket relatif murah. Dan mudah diakses melalui aplikasi pemesanan tiket online.

Semoga, lain waktu hadir pesawat Boeing yang bisa melayani rute langsung dari Bandara Trunjoyo ke kota besar lain setiap hari.

Mari tunggu surprise berikutnya.

*KH A. Busyro Karim adalah Bupati Sumenep Periode 2010-2021.

KPU Bangkalan