Lazimnya pengusaha, perjalanan Arif sebagai pengrajin genteng di Desa Andulang, Kecamatan Gapura, terkendala di permodalan. Untung, ia tertolong berkat pinjaman modal dari BPRS Bhakti Sumekar. Sedang berharap dapat pinjaman lagi dalam jumlah yang lebih besar.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!
MataMaduraNews.com – SUMENEP – Arif atau Haji Mawardi menjalani usahanya sebagai pengrajin genteng di Desa Andulang, Kecamatan. Usaha berbahan tanah liat tersebut sudah dijalani selama kurang lebih 50 tahun. Pendapatannya naik turun, bahkan sempat mau gulung tikar. Beruntung, ia masih bisa bertahan hingga usaha yang digelutinya berbuah manis sampai sekarang.
Arif bercerita, hampir separuh warga Desa Andulang, Kecamatan Gapura, Sumenep, menjadi pengrajin genteng. Bisnis turun-temurun tersebut sudah dijalani selama sekitar satu abad. Seiring berjalannya waktu, satu-persatu anak cucu para pengrajin di sana mulai meninggalkan usaha tersebut. Alasan berhenti meneruskan usaha nenek moyangnya itu beragam, mulai dari faktor ekonomi dan persoalan persaingan produk.
Persoalan ekonomi yang dimaksud, kata bapak dengan dua anak tersebut, karena pendapatan dari usaha genteng yang tidak mampu mencukupi kebutuhannya. Tidak hanya itu, yang demikian pada akhirnya berpengaruh pada kondisi permodalan untuk melanjutkan usaha.
â€Memang modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar, untuk saat ini 700 ribu sudah cukup untuk dijadikan modal awal,†jelas Arif ketika ditemui di kediamannya, di Dusun Pakamban, Desa Andulang, beberapa waktu lalu.
Kendati demikian, Arif mengaku di penghujung tahun 2016 kemarin, ia sempat mau berhenti memproduksi genteng dan mau beralih profesi. Semua itu dipicu modal yang tidak sedikit, sementara jualan genteng di pasaran tidak cepat laku. Meskipun ada pembeli, terkadang masih ngutang. Otomatis, ketika seperti itu keadaannya butuh modal yang cukup besar agar bisa produksi selama genteng-genteng yang laku belum dibayar.
Di tengah kegelisahannya mengenai modal, Arif menyuruh anaknya, Mawari, supaya mencari pinjaman modal. Sesuai perintah orang tuanya, awal 2017 kemarin, Mawari menggadaikan BPKB motor miliknya ke BPRS Bhakti Sumekar. Dengan jaminan surat motornya, anak sulung Arif tersebut dapat pinjaman uang sebesar Rp 5 juta. Bermodal pinjaman itulah Arif kembali menjalankan usahanya.
Dengan modal sebesar Rp 5 juta tersebut, Arif mampu memproduksi sebanyak 7000 biji genteng. Diceritakan, perhitungan usahanya dari setiap 1000 biji genteng modal keseluruhan, mulai dari beli bahan, ongkos pekerja, pembakaran ke dalam tungku besar, hingga mengangkis, cukup Rp 700 ribu. Lama produksi paling lama 9 hari, tetapi jika cuaca panas Arif memastikan bisa hanya cukup 7 hari saja genteng sudah siap jual.
â€Beli tanah liat satu pick up Rp 150 ribu, ongkos pekerja Rp 250 ribu untuk dua orang, seppet (ijuk, red) yang dijadikan bahan bakar 1 pick up Rp 200 ribu, sisa dari yang 700 ribu itu untuk kebutuhan selama produksi,†ujarnya.
Setelah pembakaran selesai, sebelum dijual genteng dipilah menjadi tiga bagian sesuai dengan kualitasnya dengan kriteria jenis A, B,dan C. Untuk jenis A harga pasarannya mecanapai Rp 1,2 juta per 1000 biji, sedangkan untuk jenis B, kisaran harganya Rp 900 ribu atau Rp 800 ribu, sementara jenis C tidak ada patokan harga yang jelas, hanya saja sebut Arif, sering laku di bawah Rp 500 ribu.
â€Biasanya setiap kali membakar sebanyak 5000 biji genteng dan yang masuk jenis A lebih 80% selebihnya tipe B dan C,†ungkapnya.
Dengan demikian, setiap kali produksi dan jika sudah laku Arif memproleh uang hasil penjualan Rp 4,8 juta. Itu masih belum dari jenis B dan C, karena untuk kedua jenis genteng tersebut lakunya telat. Setelah dipotong modal sebanyak Rp 3,5 juta untuk 5000 biji genteng, Arif mendapat hasil Rp 1,3 juta tiap kali produksi. Sementara, yang paling banter satu bulan produksi bisa dilakukan tiga kali. Maka dalam hitungannya, jika volume penjualannya sama setiap kali produksi, pendapatan yang didapat sebanyak Rp 3,9 juta perbulan.
â€Sisanya itu nunggu rezeki, kadang 1000 biji itu hanya laku 500.000,†katanya.
Berkat pinjaman modal dari BPRS awal tahun lalu, kini Arif bisa dipastikan setiap bulannya memperoleh keuntungan (laba) rata-rata Rp 4 juta. Karena usahanya kembali lancar, bulan Mei kemarin BPKB motornya pun langsung ditebus ke BPRS. Padahal, kata Mawari, perjanjiannya dengan bank milik Pemkab Sumenep tersebut masih lama, yaitu sampai bulan Mei 2018.
â€Alhamdulillah karena kemarin ada rezeki, BPKB itu langsung saya tebus walaupun jatuh temponya masih sampai bulan lima (Mei, red) tahun mendatang,†ucapnya seraya bersyukur.
Ditanya mengenai kondisi permodalannya saat ini, sebenarnya Arif masih berharap BPRS bisa meminjamkan modal kepadanya dalam jumlah yang lebih banyak. Sebab, biasanya ketika memasuki bulan Agustus sampai pertengahan Februari permintaan genteng melonjak. Maklum, di bulan itu lagi musim orang-orang panen tembakau. Sehingga, kata Arif, banyak yang mau bikin rumah atau sekadar renovasi. Ada pula yang mau bikin kandang sapi atau warung untuk penyimpanan pakan.
Hanya saja, Arif ragu yang mau mengajukan pinjaman dalam jumlah besar, sebab secara terus terang ia mengaku tidak memiliki jaminan. Jika kembali menjadikan BPKB sebagai jaminannya, ia yakin mungkin tidak lebih dari sekitar Rp 5 juta seperti didapatkan sebelumnya.
â€Pengin pinjam untuk mengembangkan usaha genteng ini, hanya saja tidak punya barang jaminan yang besar nilainya,†keluhnya kepada Mata Madura.
| inforial