matamaduranews.com-Fariduddin al-Attar dalam kisah Rabi’ah al-Adawiyah, menjelaskan kemiskinan yang mengarungi kehidupan keluarganya.
Kondisi rumah orangtua Rabi’ah gelap gulita ketika ia lahir. Tidak ada setetes pun minyak untuk menerangi lampu. Termasuk sehelai kain tak ada untuk melindungi jabang bayi yang baru lahir dari hawa dingin.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Sang ibu, memaksa suami meminta minyak ke sanak tetangga. Dengan berat hati, si suami melangkah. Tapi usaha mendapatkan minyak nihil. Si suami tak biasa meminta sesuatu selain kepada sang Khalik, Allah Swt.
Ayah Rabi’ah pulang menceritakan ke isteri upaya mencari minyak. Lalu ayah Rabi’ah memeluk si bayi sambil tertidur.
Dalam tidurnya, ayah Rabi’ah mimpi berjumpa dengan Rasulullah SAW dan berkata, “Janganlah engkau bersedih hati karena putrimu yang baru lahir itu kelak akan menjadi orang yang terhormat.â€
Masih dalam mimpinya, Rasulullah SAW berpesan kepada ayah Rabi’ah agar menulis sebuah surat kepada gubernur (‘amir) Basrah, “Tulislah: ‘Wahai ‘amir, engkau biasanya membaca shalawat 100 kali setiap malam dan 400 kali setiap malam Jumat. Tetapi, dalam Jumat terakhir ini engkau lupa melaksanakannya. Karena itu, hendaklah engkau membayar 400 dinar kepada yang membawa surat ini sebagai kafarat atas kelalaianmu.’â€
Ayah Rabi’ah terbangun kaget bercampur sumringah. Dia segera melaksanakan perintah Nabi SAW sebagaimana diperolehnya dalam mimpi.
Sang ayah tidak bisa menemui langsung sang gubernur. Karenanya, surat itu dititipkan kepada pasukan penjaga. Namun, justru gubernur Basrah sendiri yang kemudian mendatangi rumah keluarga Rabi’ah al-Adlawiyah sambil memberikan uang ratusan dirham.
Menurut Sururin, inilah salah satu cara Allah untuk menjaga Rabi’ah sejak dini dari harta yang haram atau syubhat.
Rabi’ah Adawiyah memiliki nama lengkap Ummu al-Khair bin Ismail al-Adawiyah al-Qisysyiyah. Beliau lahir pada suatu malam di Basrah (Irak) pada 717 Masehi. Ayah dan ibunya berasal dari suku Atiq yang sangat miskin.
Sampai kini, ajaran-ajaran tasawuf Sufi perempuan ini masih bergema dan dipelajari, khususnya mengenai konsep cinta (mahabbah) dan kedekatan (al-uns) kepada Allah.
Seorang Orientalis, Louis Massignon memuji perikehidupan Rabi’ah sebagai “suatu kehidupan yang menyebarkan harum wangi ke orang-orang sekitarnya.â€
Redaksi