Advertorial

Sukses Bisnis Tempe Bersama BPRS, Omzet Per Bulan Mencapai Rp 36 Juta

×

Sukses Bisnis Tempe Bersama BPRS, Omzet Per Bulan Mencapai Rp 36 Juta

Sebarkan artikel ini
Sukses Bisnis Tempe Bersama BPRS, Omzet Per Bulan Mencapai Rp 36 Juta

Madrus (45) tergolong sukses merintis usaha tempe dengan modal seadanya. Dengan ketelatenan dan kerja kerasnya, Madrus bisa meraih omzet Rp 36 juta per bulan. Kini, ia berencana mengembangkan usaha tahu apabila mendapat suntikan modal lebih besar dari BPRS.

tempe-bprs-1MataMaduraNews.comSUMENEP-Awal mula memasarkan tempe produknya, Madrus mendapat banyak ganjalan. Produknya sempat dipandang sebelah mata. Maklum, produk tempe tanpa merek itu tergolong baru di masyarakat Kecamatan Lenteng dan Ganding. Ditambah para pedagang lapak di pasar yang biasa jajakan tempe sudah memiliki langganan pasokan.Madrus tidak patah arang. Ganjalan ini menjadikan pecutan untuk meraih sukses.

Berbekal keahlian menjadi sales rokok yang sempat ia lakoni beberapa tahun, Madrus mulai mengeluarkan jurus. Produk tempe yang ia kerjakan bersama sang istri, Basilah (40), mulai dibagi-bagi secara gratis kepada tetangga rumah di Dusun Jambu Monyet, Desa Lenteng Barat, Kecamatan Lenteng, Sumenep. Dan para pedagang lapak di Pasar Ganding, dirayu dan diimingi bonus jika produk tempenya bisa dipasarkan. ”Waktu itu, tempe saya kasih gratis ke pedagang lapak tidak ada yang bersedia. Maklum, mereka kan sudah punya juragan,” cerita Madrus mengenang awal memasarkan produk tempenya.

Strategi pasar menjadi pemikiran utama Madrus. Sebab, pengusaha tempe di Lenteng dan Ganding sudah menjamur. Strategi pemasaran sengaja dijadikan ujung tombak keberhasilan produknya.

Secara geografis, lokasi rumah Madrus bersebelahan dengan wilayah Kecamatan Ganding. Samping selatan rumahnya sudah masuk Desa Bilapora Timur, Kecamatan Ganding. Sehingga pasar jualan tempe yang dibidik Kecamatan Ganding dan Guluk-Guluk.
Selama tiga bulan, Madrus rela membagi tempe produknya secara gratis kepada tetangga dan para pedagang lapak di pasar. Pengorbanan untuk uji coba produknya, ia harus mengorbankan kocek sebesar Rp 1,5 juta.

Madrus bersyukur. Jurus market yang ia tempuh berbuah hasil. Dengan proses pembuatan yang khas dan alami, tempe buatan Madrus menjadi ketagihan banyak orang.

Tiga bulan dilalui dengan masa uji coba. Masa transisi ia coba produksi 3 Kg bahan kedelai menjadi 16 potong tempe. Enam bulan berlalu sejak pertengahan 2014 merintis usaha, produk tempe buatan Madrus mulai disukai pelanggan. Madrus menambah 25 Kg kedelai tiap hari untuk produksi tempe. Dengan bahan kedelai 25 Kg, ada 150 potong tempe yang siap dipasarkan dengan harga per potong Rp 2 ribu.
Permintaan pasar meningkat, kendala modal menghadang. Produksi tempe ala injak kaki harus dirubah. Madrus berpikir membeli mesin giling kedelai untuk menghaluskan kedelai sebelum difermentasi menjadi pilihan. Namun modal tidak punya. Madrus terpikir untuk meminjam modal usaha ke BPRS Unit Lenteng. Kebutuhan modal tidak banyak. Madrus mengajukan pinjaman Rp 5 juta. Modal tersebut dia gunakan untuk beli mesin giling kedelai dan bahan baku.

Permintaan pasar terhadap produk tempe Madrus terus meningkat. Enam bulan setelahnya, Madrus menambah jumlah produksi. Yang semula 25 Kg tiap hari berubah menjadi 100 Kg kedelai per hari untuk diproduksi tempe. Hasil produksi kemasan tempe juga bertambah menjadi 600 potong. Begitu pun karyawan. Jumlah karyawan bertambah. Semula merekrut satu pekerja yang membantu istri Madrus, sejak tahun 2015, Madrus menambah tiga karyawan. Pola upah karyawannya sistem borong dalam 100 Kg dihargai Rp 85 ribu. Nominal itu dibagi empat karyawan tetangga sekitar rumahnya dalam kurun waktu kerja sejak pukul 6 pagi hingga jam 12 siang.

Alami Tanpa Kimiawi
Proses pembuatan tempe yang tergolong rumit memang butuh ketelatenan. Bayangkan, kedelai harus direndam dulu sebelum direbus. Hasil rebusan selanjutnya digiling dengan mesin khusus agar teksturnya menjadi lembut. Setelah itu, kedelai kembali direndam semalam baru dicuci dan direbus lagi. Terakhir pengeringan dan pemberian ragi.

Proses fermentasi tempe ala Madrus tergolong alami tanpa bahan-bahan kimiawi. Madrus menyebut, dari awal pengeringan dan pemberian ragi butuh waktu empat hari untuk dipasarkan. Sehingga dia sudah menyiapkan produksi secara estafet dalam setiap hari.
Setiap minggu Madrus mendatangkan bahan baku kedelai sebanyak 1 ton dari juragannya di Desa Jambu Lenteng. ”Kalau musim permintaan ramai tidak sampai seminggu sudah datangkan kedelai lagi,” cerita Madrus.

Dengan kualitas renyah dan lezat, respon pasar sangat positif. Permintaan terutama datang dari penjual sayur keliling dan warung-warung makan di Kecamatan Ganding dan Guluk-Guluk.

Untuk urusan pemasaran Madrus berhasil memberdayakan sepuluh pedagang keliling. Semula masih asing pedagang sayur dengan gerobak bisa keliling dari dusun ke dusun dan desa ke desa. Madrus bisa meyakinkan untuk para pedagang sayur keliling bahwa jualannya bisa laku.

Selain pedagang keliling yang ia berdayakan sambil jualan tempe produknya, ada enam puluh pedagang lapak yang tersebar di pasar-pasar desa dan kecamatan yang ikut memasarkan produk tempe buatan Madrus.

Omzet Madrus
Tempe Madrus dijual Rp 2 ribu per potong. Omzet Madrus per hari Rp 1,2 juta. Setelah dipotong biaya bahan baku dan upah karyawan, Madrus memperoleh laba bersih Rp 255 ribu per hari.

Untuk membuat tempe, Madrus menggunakan kedelai impor karena harganya lebih murah, yakni Rp 7.500 per kilogram. Kualitasnya juga lebih bagus.Setiap hari kebutuhan kedelai 100 Kg, Madrus harus mengeluarkan kocek Rp 750 ribu. Ditambah biaya plastik sekitar Rp 30 ribu. Gas LPG 3 Kg 2 tabung seharga Rp 35 ribu. Bahan ragi Rp 50 ribu. (lihat tabel di bawah)

Kapasitas produksi tempe Madrus tergolong stabil. Kecuali di bulan Maulid dan bulan Haji. Maklum dua bulan itu, masyarakat desa banyak hajatan. Sehingga kebutuhan konsumsi tempe ikut berkurang.

”Diluar bulan maulid dan haji, permintaan tempe terus menikmat. Jadi kalau diangap rata-rata, bisa konstan produksi tempe saya,” terang Madrus memberi analisa.

Berkat jualan tempe Madrus bisa sedikit lega. Kini dia berencana buka warung tempe sebagai outlet di desanya. Selain itu, Madrus berancang membuka produksi tahu. ”Karena butuh banyak modal, saya menunggu pinjaman baru dari BPRS. Pinjaman masih tinggal beberapa bulan untuk lunas,” sambungnya.

Perhitungan Biaya Produksi

BAHAN BAKU:
– Kacang Kedelai @ Rp. 7.500 x 100 kg
= Rp. 750.000
– Ragi Tempe @ Rp. 10.000 x 5 bungkus
= Rp. 50.000
Sub Total Rp. 800.000

BAHAN TAMBAHAN:

  • 2 kg plastik = Rp. 30.000
  • Gas LPG @ Rp. 17.500 x 2 tabung
    = Rp. 35.000
    Sub Total Rp. 65.000

GAJI KARYAWAN:
– Ongkos pekerja ½ hari
@Rp. 20.000 x 4 orang = Rp. 80.000
Sub Total = Rp. 80.000

Maka jumlah total biaya produksi harian adalah sebesar:
– Bahan baku = Rp. 800.000
– Bahan tambahan = Rp. 65.000
– Gaji karyawan = Rp. 80.000

Total Biaya Produksi = Rp. 945.000

Perhitungan Total Produksi Bulanan
30 (hari) x Rp 945.000 = Rp 28.350.000

HASIL PRODUKSI DAN HARGA JUAL
Dalam produksi tempe Pak Madrus dengan menggunakan bahan baku kacang kedelai sebanyak 100 kg bisa menghasilkan sebanyak 600 bungkus (yang biasa terjual habis) dengan rincian: Harga jual per bungkus Rp. 2000, nilai penjualan menjadi: Bungkus besar = 600 x Rp. 2000 = Rp 1.200.000
Total penjualan Rp. 1.200.000

Perhitungan total penjualan bulanan menjadi: 30(hari) x Rp. 1.200.000 = Rp. 36.000.000

Barang dihitung habis karena produk tempe Pak Madrus berdasar pesanan pedagang keliling dan penjual lapak di pasar. Sehingga keuntungan Pak Madrus tiap bulan.

Total penjualan 30 hari Rp. 36.000.000 -Total biaya produksi 30 hari Rp. 28.350.000 = Rp 7.650.000

Inforial, Mata Madura

KPU Bangkalan