Nasional

30 Desember 2009; Mengenang 10 Tahun Gus Dur Wafat

×

30 Desember 2009; Mengenang 10 Tahun Gus Dur Wafat

Sebarkan artikel ini
30 Desember 2009; Mengenang 10 Tahun Gus Dur Wafat
Mendiang Presiden Gus Dur

matamaduranews.com-10 tahun sudah berlalu. KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menghadap Ilahi rabbi.

30 Desember 2009, Presiden ke-4 RI, Gus Dur, berpulang. Indonesia berduka. Kehilangan sosok besar untuk negeri dan bangsa Indonesia.

Gus Dur mengembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, pada Rabu (30/12/2009), pukul 18.45 WIB.

Melansir Harian Kompas, 31 Desember 2009, Gus Dur masuk rumah sakit karena kondisi kesehatannya menurun setelah melakukan perjalanan ziarah ke makam sejumlah ulama di Jawa Timur.

Selama perawatan, kondisinya sempat membaik. Namun, pada Rabu (30/12/2009) sekitar pukul 11.30 WIB, kesehatannya kembali memburuk terkait komplikasi penyakit yang dideritanya, yaitu ginjal, diabetes, stroke, dan jantung.

Pukul 18.15 WIB, tim dokter menyatakan bahwa kesehatan Gus Dur sedang kritis.

Setengah jam kemudian, Gus Dur meninggal dunia.

Kabar wafatnya presiden keempat RI ini kemudian dengan cepat tersiar secara luas. Sejumlah tokoh bangsa dan masyarakat pun berbondong-bondong datang ke RSCM untuk memberikan penghormatan.

30 Desember 2009; Mengenang 10 Tahun Gus Dur Wafat

 

Ratusan orang berdesakan mengiringi keranda jenazah Sang Guru Bangsa. Mengenang 10 tahun kepergian Gus Dur, berikut perjalanan yang dilalui semasa hidupnya.

Gus Dur lahir di Jombang, 7 Agustus 1940.

Gus Dur merupakan anak dari pasangan KH Wahid Hasyim dan Hj. Solechah wahid Asyim.

Kakek Gus Dur, KH Hasyim Asy’ari, merupakan pendiri Nahdlatul Ulama.

Gus Dur menempuh pendidikan sekolah dasar di Jakarta dan Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) di Yogyakarta pada 1956.

Selanjutnya, Gus Dur menjadi santri di Pesantren Tambakberas Jombang, Jawa Timur.

Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah pada 11 Juli 1968 dan dikaruniai empat anak, yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh, Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.

Pada tahun 1970, ia menempuh pendidikan tinggi di Department of Higher Islamic and Arabic Studies, Universitas Al-Azhar, Kairo dan juga pada Fakultas Sastra, Universitas Baghdad, Irak.

Perjalanan karier dan politik Pada tahun 1959 hingga 1963, Gus Dur menjadi guru Madrasah Mu’allimat, di Jombang, Jawa Timur. Ia juga pernah menjadi dosen Universitas Hasyim Asy’ari, Jombang, pada tahun 1972 dan menjadi pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang sebagai sekretaris pada 1974.

Kemudian, mendirikan Pondok Pesantren Ciganjur, Jakarta, pada tahun 1976.

Gus Dur juga menjadi anggota Syuriah Nahdlatul Ulama dan terpilih menjadi Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) selama empat periode (1984-1989, 1989-1994, 1994-1999, 2000-2005).

Pada tahun 1998, ia turut membidani terbentuknya Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan di Ciganjur. Kemudian, bersama Amien Rais, Sultan Hamengku Buwono X, dan Megawati Soekarnoputri, mengadakan dialog nasional di Ciganjur, Jakarta Selatan.

Dialog ini menghasilkan 8 butir kesepakatan, di antaranya adalah mengenai penghapusan Dwifungsi ABRI dan pengusutan harta kekayaan soeharto. Pada 20 Oktober 1999, Gus Dur terpilih sebagai Presiden RI keempat, menggantikan BJ Habibie. Ia memperoleh 373 suara dari 691 anggota MPR yang menggunakan hak pilihnya.

Gus Dur mengumumkan Kabinet Persatuan Nasional pada 26 Oktober 1999. Dalam susunan kabinet tersebut, Departemen Sosial dan Departemen Penerangan tidak dicantumkan (dibubarkan).

Selain itu, ia juga membentuk Kementerian Negara Urusan HAM dalam kabinetnya. Kebijakan lain dari Gus Dur di masa pemerintahannya yang singkat adalah menerbitkan Keppres Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaa, dan Adat Istiadat Cina.

Gus Dur juga mengusulkan pencabutan TAP MPRS No. XXV/1996 tentang pelarangan penyebaran marxisme, komunisme, dan leninisme. Namun, mandat Gus Dur selaku Presiden RI kemudian dicabut melalui Rapat Paripurna Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001.

Saat itu, ia memberlakukan sejumlah dekrit, antara lain membekukan MPR/DPR, mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, dan membentuk badan-badan yang diperlukan untuk mengadakan pemilu satu tahun.

Selain itu, Gus Dur juga menyelamatkan gerakan reformasi total dan membekukan Partai Golkar sembari menunggu putusan MA. Setelah tidak lagi menjadi Presiden, Gus Dur masih aktif di PKB dan tetap menjadi Ketua Umum Dewan Syuro PKB.  (kompas)

KPU Bangkalan