Oleh: Kirom Madani*
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Di momen Idul Fitri kita sering mendengar istilah Halal Bihalal. Semua keluarga besar berkumpul, ormas-ormas juga merayakan, termasuk di tingkat organisasi pemerintahan. Bahkan seiring berkembangnya zaman istilah Halal Bihalal berubah menjadi Open House, misal.
Tapi pernahkah kita berpikir dari mana asal istilah Halal Bihalal ini ada pertama kalinya?
Tentu saja tidak. Kita sebagai umat Islam hanya memandang bahwa Halal Bihalal adalah sebuah istilah yang hanya ada saat-saat hari raya Idul Fitri atau Idul Adha saja yang intinya saling maaf memaafkan. Betul memang, tapi jauh dari sekadar silaturahmi biasa, istilah ini ada yang mencetuskan karena sebuah gejolak panjang yang ada dalam satu negara. Siapa mereka yang mencetuskan? Dan bagaimana proses terjadinya?
Penggagas istilah Halal Bihalal adalah KH Wahab Chasbullah, salah satu Muassis Nahdhatul Ulama, dan Bung Karno, Presiden Indonesia kala itu.
Menurut sumber NU Online, pada tahun 1948 setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Indonesia sedang dilanda dengan disintegritas bangsa. Para elit politik saling bertengkar tidak mau duduk dalam satu forum untuk berdamai. Sementara pemberontakan terjadi di mana-mana. Misal seperti DI/DII, kaum agamis yang berambisi tegaknya negara Islam, dan PKI yang berambisi membawa Indonesia ke Blok Timur dengan paham komunisnya.
Saat itu pertengahan 1948 pertengahan bulan Romadan, Bung Karno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara untuk dimintai pendapat dan sarannya dalam mengatasi situasi politik di Indonesia yang tidak sehat.
Kemudian KH Wahab Chasbullah memberikan saran kepada Bung Karno untuk menggelar silaturahmi, sebab sebentar lagi hari raya Idul Fitri, di mana umat Islam disunahkan bersilaturahmi.
Lalu Bung Karno menjawab. “Silaturahmi kan sudah biasa, saya ingin istilah yang lain”. “Itu gampang,” ungkap KH Wahab. “Begini, para elit politik tidak mau bersatu karena saling menyalahkan, saling menyalahkan itu kan dosa, dosa itu kan haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram) maka kita halalkan saja. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan.
Sehingga silaturahmi nanti kita pakai istilah Halal Bihalal,” ungkap KH Wahab.
Dari saran KH Wahab inilah kemudian Bung Karno pada hari raya Idul Fitri saat itu mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahim dengan judul Halal Bihalal dan akhirnya semua bisa duduk bersama dalam satu meja dalam babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.
* Jurnalis Mata Madura di Sampang.