BudayaCatatan

Bashirah Kiai Abdullah Schal, Bangkalan dan Testimoni Anak Nelayan

×

Bashirah Kiai Abdullah Schal, Bangkalan dan Testimoni Anak Nelayan

Sebarkan artikel ini
KH Abdullah Schal
KH Abdullah Schal

matamaduranews.com-BANGKALAN-KH Abdullah Schal salah satu cicit Syaichona KH Kholil Bangkalan, Madura. Beliau masih saudara kandung dengan Ra Lilur dan KH Fahrurrozi, serta KH Kholil AG.

Kiai Abdullah Schal lahirkan di Desa Demangan, tepat di jantung Kota Bangkalan, Madura pada 15 Jumadil Ula 1354 H/15 Agustus 1935 M dari pasangan RKH Zahrowi dan Nyai Hj Romlah (cucu Syaichona Mbah Cholil). Beliau wafat di usia 73 tahun, pada hari Selasa (2/9/2008) pukul 02.55 WIB.

Nyai Romlah merupakan anak kandung KH Imron dengan Nyai Mutmainnah. Sedangkan KH Imron merupakan putra Syaichona Moh. Kholil.

Semasa hidup, Kiai Abdullah Schal hidup lazimnya para kiai pengasuh pesantren. Berbeda dengan kehidupan saudara bungsunya, Ra Lalur yang diakui banyak orang sebagai sosok nyeleneh.

Dibalik kehidupan kesahajaan Kiai Abdullah Schal, ada testimoni dari seorang pemuda waktu itu, tak terpikir apa yang menjadi dawuhnya. Pemuda itu bernama Nurul Bahri, anak nelayan Kepulauan Sumenep yang kawin dengan perempuan Bangkalan.

Suatu waktu, Nurul bercerita kepada Mata Madura saat dirinya mencari pekerjaan di Bangkalan. Pada tahun 2002, sebagai anak nelayan yang tak punya, Nurul hanya bisa bekerja kasar di Pasar Turi Surabaya. Padahal, Nurul mengantongi ijazah S1. Hanya Nurul kesulitan nyari kerja di kantoran termasuk pemkab.

Berbekal tawakkal dan berharap pertolongan Allah, Nurul memberanikan diri bawa berkas lamaran tenaga honorer di Pemkab Bangkalan. Anehnya, sebelum menuju halaman Pemkab Bangkalan, ada yang menyarankan Nurul agar sowan terlebih dahulu ke Kiai Abdullah Schal.

Sebagai pendatang, Nurul tak tahu siapa Kiai Abdullah Schal dan dimana kediamannya. Lalu ditunjukkan. Nurul datang dengan kepasrahan total. Lazimnya kepolosan anak desa.

Nurul menyaksikan keanehan pertama saat kali pertama masuk halaman dhalem Kiai Abdullah Schal. Dengan posisi berdiri, Kiai Abdullah Schal seperti menyambut kedatangan Nurul.

Kakdinto. Lenggi samping kule. (Sini..Sini..kamu duduk disamping saya, red),” Dawuh Kiai Abdullah Schal seperti diceritakan Nurul.

Nurul kaget. Dirinya mengaku belum bertemu sama sekali. Sementara, di hari Senin waktu itu, banyak tamu yang sowan. Termasuk Bupati Bangkalan, waktu itu, Moh Fatah juga akan bertamu. Hanya belum ada saat Nurul datang.

“Tenang..tenang. Paggun alako e Sumenep (tetap kerja di Sumenep,red.),” jawab Kiai Abdullah Schal menyampaikan keinginan Nurul. Padahal Nurul belum mengutarakan sepatah kata. Kiai Abdullah Schal sudah mendengar apa yang akan diutarakan Nurul.

Saat Bupati Fatah tiba, Nurul diajak ke ruangan dalam oleh Kiai Abdullah Schal. Di ruangan itu, hanya bertiga; Nurul, Kiai Abdullah Schal dan Bupati Fatah. Kiai Abdullah Schal langsung memerintah Bupati Fatah agar Nurul diangkat sebagai tenaga honorer di Pemkab Bangkalan. Usai nitip Nurul ke Bupati Fatah, Kiai Schal meninggalkan ruangan.

Karuan saja Nurul sumringah. Lalu pamit pulang untuk berangkat kerja di Pasar Turi Surabaya. Saat akan salaman sambil merogohkan uang, Kiai Schal dawuh, “Tak usah. Uang kamu sebagai ongkos saja. Kamu kan hanya punya uang sebagai ongkos,” jawabnya.Narul kaget. Kiai Schal bisa mengerti jumlah uang yang dibawanya.

Nurul tak henti mengucapkan syukur atas pertemuan yang terbilang singkat dan aneh bin ajaib dengan Bupati Fatah dan Kiai Abdullah Schal. Sambil mengayuh sepeda ontel, Nurul pulang ke rumah sambil menyampaikan kabar gembira ke isteri dan mertua.

Mertua Nurul sehari-hari mengayuh becak. Tentu kaget setengah tak percaya mendengar cerita pertemuan langsung dengan Bupati Fatah dan Kiai Abdullah Schal. Isteri dan mertua Nurul yang asli Bangkalan faham. Tidak sembarangan orang bisa ngobrol langsung dengan Bupati Fatah dan Kiai Abdullah Schal. Apalagi ada kepastian bisa kerja di Pemkab Bangkalan lewat jalur pintas.

Beberapa hari berlalu, Nurul masuk kantor Pemkab Bangkalan dengan pakaian resmi tenaga honorer. Beberapa bulan berlalu, ada telpon dari saudara Nurul di Sumenep. Saudaranya menyampaikan pesan ibu Nurul agar adiknya melamar guru kontrak di SMP Gayam, kampung halaman Nurul di Pulau Sapudi.

Nurul menyampaikan ke saudaranya bahwa dirinya sudah resmi kerja di Pemkab Bangkalan sebagai tenaga honorer. Tapi Nurul tak bisa berbuat apa jika ibunya yang meminta.

Tahun 2004 pembukaan rekrutmen guru kontrak dari pemerintah pusat, Nurul pun mendaftar. Di luar dugaan, Nurul diterima sebagai guru kontrak SMP Gayam saat pengumuman keluar di kantor Dinas Pendidikan Sumenep.

Lalu Nurul ingat dawuh Kiai Abdullah Schal beberapa tahun sebelumnya. Bahwa dirinya bakal kerja di Sumenep walau keinginan waktu itu melamar pekerjaan di Pemkab Bangkalan.

Saat itu, Nurul mendapat dua SK tenaga kontrak. Sebagai Guru Kontrak SMP Gayam dan tenaga honorer Pemkab Bangkalan. Beruntung waktu itu, atasan Nurul di Pemkab Bangkalan merestui untuk aktif sebagai guru kontrak di SMP Gayam.

“Sambil lalu menunggu turun SK PNS, tenaga honorer di Bangkalan tetap tak akan dihapus,” cerita Nurul mengenang.

Pada tahun 2007, Nurul ikut test rekrutmen guru PNS. Hasilnya, Nurul diterima sebagai PNS. Sejak itu, tenaga honorer Nurul di Pemkab Bangkalan di lepas. Menjadi Guru PNS SMP Gayam bersama sang isteri hingga saat ini.

Begitulah, kekuatan bashirah Kiai Abdullah Schal. Alfatiha…

Hambali Rasidi, Mata Madura

KPU Bangkalan