MataMaduraNews.com–SAMPANG-Sidang kedua terdakwa penganiaya Ahmad Budi Cahyanto, Guru SMAN 1 Torjun, Sampang, Madura, Jawa Timur, diwarnai aksi demonstrasi.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Ratusan massa gabungan aktivis PMII, PGRI, dan masyarakat Sampang itu menuntut para jakim dan jaksa memberi hukuman setimpal atas terdakwa HL di depan Pengadilan Negeri Sampang, (21/02/2018).
Mahrus Syadad, aktivis PMII Nurul Jadid Paiton Probolinggo yang sekarang menetap di Sampang menjelaskan, aksi tersebut bermula dari keprihatinan aktivis dan para guru di Sampang terkait gagalnya pola pendidikan saat ini.
â€Kami prihatin atas pristiwa yang menghilangkan nyawa seorang guru ini, karena bagaimanapun murid harus menghormati gurunya agar ilmu yang diperoleh manfaat,†katanya dengan nada kesal sebagaimana dikutip dari suarajatimpost.com.
BACA JUGA: Baru Sempat Kunjungi Guru Budi, Mendikbud Disambut Tuntutan dari Pengunjuk Rasa
Aksi solidaritas itu dimulai dari taman bunga Sampang. Peserta aksi berkumpul di sana, lalu bergerak menuju pengadilan.
Sampai di lokasi, mereka menyampaikan aspirasi menuntut penegakan hukum terhadap terdakwa penganiaya guru Budi hingga meninggal.
Koordinator aksi PGRI Sampang, H. Budiono dalam orasinya mendesak pengadilan agar memberikan vonis dengan seadil-adilnya, serta diproses sesuai hukum yang berlaku. Yang demikian agar dapat memberikan efek jera kepada pelaku dan mencegah agar kasus serupa tidak terjadi lagi.
â€Pada sidang kedua ini, kami percaya kepada penegak hukum, percaya pada proses hukum akan berjalan dengan benar,†tegasnya, dikutip dari portalmadura.com.
BACA JUGA: Setelah Dua Pekan, Keluarga Penganiaya Guru Budi Minta Maaf ke Rumah Duka
Sebagaimana dilansir mediamadura.com, siding perdana kasus pembunuhan guru Budi digelar tertutup dengan penjagaan aparat Polres Sampang, Senin (19/02/2018) kemarin.
Jaksa Penuntut Umum, Munarwi mendakwa terdakwa, HL, dengan pasal primer 338 KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun subsider pasal 351 ayat 3 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak.
Kirom, Mata Madura