Inspiratorku; Dalil Asas Tunggal Pancasila

×

Inspiratorku; Dalil Asas Tunggal Pancasila

Sebarkan artikel ini
KH A. Busyro Karim
KH A. Busyro Karim

Oleh: KH A. Busyro Karim*

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

SOSOK kiai ini memiliki corak pandang kosmopolit. Ketika bangsa Indonesia dipertautkan dalam dinamika ideologi sebagai falsafah dasar negara, beliau mengutamakan kepentingan ummat.Sandaran petuahnya memang sederhana. Tapi secara substantif demi kemaslahatan ummat.

Beliau pernah menjabat Rais Am PB NU. Petuah-petuahnya selalu ditunggu para kiai sepuh NU. Pola pikirnya memang moderat. Gus Dur kala itu sering tabayyun ke kediamannya. Jika dalam kondisi emergency bangsa Indonesia dalam kacamata Gus Dur, beliau menemuinya dan menunggu tausiyahnya sebelum melangkah.

Sosok kiai ini memang diakui kalangan kiai khos NU. Selain ke’alimannya, sosok kiai ini menjadi panutan ummat. Bukan karena apa. Memang ikhlas berpikir untuk kemaslahatan ummat dan bangsa Indonesia. Bukan kepentingan pribadi atau golongan.

Pernah suatu ketika dalam tradisi bahtsul masail (forum pembahasan masalah) NU Jawa Tengah, sosok kiai ini selalu ditunggu ketika para peserta masih terjebak debat kusir dalam mencari jalan keluar. Dan benar. Kehadirannya memberi pemikiran yang mencerahkan. Diterima semua peserta, apa yang menjadi dasar gagasannya.

Kiai ini juga menjadi salah satu konseptor Pancasila sebagai asas tunggal. Sebelum para kiai NU sepakat mendeklarasikan NU menerima asas tunggal Pancasila sebagai dasar negara RI pada Muktamar NU ke 27 di Situbondo, 1984, beliau berpayah-payah mendatangi pertemuan para kiai di Surabaya.

Saya berkesempatan bersama beliau dalam satu mobil dari Jogjakarta hingga ke Surabaya.

Beliau berpikir sederhana tapi substantif untuk kemaslahatan ummat. Beliau berdalih, Pancasila sebagai dasar negara adalah final. Jika warga NU terus menolak dasar negara itu, yang akan menjadi korban adalah ummat. Beliau tidak ingin darah ummat NU dan Islam berjatuhan karena harus berhadap-hadapan dengan tentara yang begitu represip menekan warganya.
“Kita terima Pancasila sebagai dasar negara RI. Apabila masuk neraka gara-gara menerima Pancasila, mari masuk bareng-bareng. Sebaliknya, jika masuk surga gara-gara menerima Pancasila sebagai dasar NKRI, mari masuk bersama-sama,” dawuh sang kiai memberi dalil NU harus menerima Pancasila.

Pendapat beliau disampaikan saat pertemuan dengan sejumlah Kiai NU di Surabaya. Pertemuan untuk membahas Pancasila sebagai dasar NKRI tergolong alot. Dari pagi hingga sore belum membuahkan kesimpulan. Kata akhir diputus setelah sang kiai itu mengambil keputusan demi ummat dan bangsa Indonesia tetap utuh, tidak berkeping-keping.

Wa dar’u al mafasid muqoddamun ala jalbil mashalih (mencegah kerusakan/kerugian diupayakan lebih dulu sebelum upaya mendapatkan manfa’at/mashlahah). Dan secara institusi NU mendekkarasikan menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas NKRI pada Muktamar ke-27 di Situbondo dengan kembalinya Khittah NU 26.

Para kiai NU yang hadir bisa menerima. Mereka para kiai sepuh tidak punya kepentingan pribadi dan tidak memiliki rasa takut sedikitpun kecuali demi kemaslahatan ummat dan bangsa Indonesi tetap utuh dalam bingkai NKRI.

Saya merasa bersyukur bisa mengaji kitab langsung kepada beliau. Selain mengaji kitab secara umum, secara pribadi saya mengaji sorogan kepada beliau. Setiap selesai mengaji, beliau berkenan membubuhkan tandatangan di kitab yang baru saya baca. Bahkan ada satu kitab berhasil saya khatam ngaji kepada beliau.
bersambung……..
*Bupati Sumenep dan Pengasuh Ponpes
Al-Karimiyah, Beraji, Gapura.