Hukum dan Kriminal

Kasus Pidana Perkara Sehari-hari Penyidik Kepolisian, Kenapa Kasus Ferdy Sambo Ruwet?

×

Kasus Pidana Perkara Sehari-hari Penyidik Kepolisian, Kenapa Kasus Ferdy Sambo Ruwet?

Sebarkan artikel ini
Motif Parang Rusak "Polisi Tembak Polisi"
Ferdy Sambo

Variabel lainnya adalah keikutsertaan seseorang dalam organisasi sosial. Mereka yang jadi pimpinan suatu organisasi yang besar, akan lebih memiliki keberdayaan untuk susah disentuh hukum dibanding orang yang tidak punya organisasi atau tidak menjadi anggota organisasi apa pun (less organization).

Variabel selanjutnya adalah kultur, atau tingkat kepandaian atau intelektualitas seseorang.

Semakin dia pandai maka dia akan lebih berdaya menghadapi perkara hukum dibanding yang bodoh atau tidak berpendidikan.

Anda yang berpendidikan akan paham hak-hak anda ketika berurusan dengan hukum, dibanding mereka yang tidak berpendidikan (less cultural).

Variabel terakhir dan yang juga sangat penting adalah variabel kontrol sosial.

Black mengatakan bila hukum ditegakkan secara lemah, maka untuk menjaga ketertiban di masyarakat, kontrol sosial harus kuat.

Juga sebaliknya, bila kontrol sosial lemah, masyarakat apatis, penegakan hukum harus berdaya.

Idealnya, hukum dan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus kuat. Saling mengisi.

Bila keduanya lemah, yang terjadi adalah masyarakat dan bangsa yang chaos. Kacau.

Dengan menggunakan teori Donald Black di atas sebagai pisau analisis, maka dapatlah dipahami mengapa penanganan kasus pembunuhan Brigadir J yang melibatkan Irjen Sambo, mantan Kadiv Propam Polri, seperti menangani kasus yang amat pelik.

Padahal kejahatan pembunuhan adalah kejahatan konvensional biasa.

Semua itu karena aktor intelektual dalam pembunuhan Brigadir J ini adalah seseorang yang berada dalam stratifikasi ekonomi yang tinggi, berada di ring satu dengan pusat-pusat kekuasaan di tubuh Polri.

Jabatan sebagai Kadiv Propam, serta kultur intelektualnya yang tinggi, dimana semua itu memberikan keberdayaannya untuk mempengaruhi bekerjanya hukum kepada dirinya atas perbuatan pidananya, agar tidak diberlakukan secara ‘equal’, dengan cara membuat skenario tembak menembak yang menyebabkan matinya Brigadir J, yang nyaris dibenarkan atau diamini oleh pernyataan-pernyataan pejabat Polri pada awalnya.

Beruntungnya, kontrol sosial masyarakat tidak percaya begitu saja pada skenario buatan ini.

Tekanan yang kuat dari masyarakat sipil (civil society) dan pers, menyebabkan Polri harus mengungkap peristiwa sesungguhnya atas kematian Brigadir J.

Alhasil, keberdayaan stratifikasi, morphologi, organisasi dan kultur pribadi Irjen Sambo tak mampu untuk membendung penegakan hukum untuk tidak mengarah padanya.

Hidup kontrol sosial dan masyarakat sipil yang berdaya, untuk mencegah praktek penegakan hukum yang tebang pilih.

*Prija Djatmika, Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.

sumber: kempalan

KPU Bangkalan