matamaduranews.com-Begitu mulia orang-orang yang percaya kepada syafaat Rasulullah dan Syafaat Waliyullah.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Dalam beberapa literatur tasawuf disebutkan. Selain Rasulullah diberi izin oleh Allah untuk memberi syafaat kepada umatnya.
Para waliyulllah (kekasih Allah) juga diberi hak oleh Allah untuk mengajak rombongannya ke dalam surga.
Sebagaimana Hadits Nabi SAW:
وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
مَنْ أَكْرَمَ عَالِمًا فَقَدْ أَكْرَمَنِي، وَمَنْ أَكْرَمَنِي فَقَدْ أَكْرَمَ اللَّهَ، وَمَنْ أَكْرَمَ اللَّهَ فَمَأْوَاهُ الْجَنَّةُ
Artinya:”Barang siapa memuliakan orang alim (arif billah/guru), maka ia memuliakan aku. Dan barang siapa memuliakan aku, maka ia memuliakan Allah. Dan barang siapa memuliakan Allah, maka tempat kembalinya adalah surga.” (Hadis ini dikaitkan dengan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu).
Sejumlah ulama sufi memberi catatan, orang yang berhak mendapatkan syafaat waliyulllah itu, syaratnya:
1. Tidak berbuat syirik
2. Tidak durhaka kepada kedua orangtua
3. Tidak suka berkata dusta
4. Percaya kepada syafaat waliyulllah
Dalam Kitab Majma’ul Bahrain karya Asy Syaikh Ma’ruf bin Muhammad Bajammal terdapat kisah seseorang yang lebih banyak dosanya daripada kebaikannya.
Meski orang itu tercatat masuk ke dalam neraka. Namun dengan Rahmat Allah. Orang itu dimasukkan ke dalam surga-Nya.
Berikut kisahnya:
Ketika orang itu meninggal, malaikat buru-buru ingin memasukkannya ke dalam neraka.
Namun atas rahmat Allah Swt., Dia memerintahkan Jibril untuk menolong orang itu.
“Is’alhu, Ya Jibril, tanyakan kepadanya, apakah ia pernah duduk di dalam majelisnya orang-orang waliyulllah selama di dunia? Jika iya, maka masukkanlah ke dalam surga dengan syafaatnya orang-orang yang di majelis tersebut.”
Lalu Jibril bertanya kepada si Fulan dan ia menjawab: tidak pernah.
Kemudian Jibril kembali menemui Allah dan menyampaikan jawaban tersebut.
“Anta a’lamu bi hali abdik, Engkau lebih mengetahui keadaan hamba-Mu.”
Tapi Allah dengan rahmat-Nya memerintahkan untuk kembali menanyakan sebuah pertanyaan kepada si Fulan.
“Is’alhu, Ya Jibril, tanyakan kepadanya, apakah ia mencintai waliyulllah?
Maka Jibril pun bertanya kepadanya, lalu ia menjawab, “Tidak.”
Kemudian Allah berfirman lagi, apakah pernah mencintai orang yang mencintai wali-Ku
Jawabnya, ya aku mencintainya.
Kalau begitu kata Allah, masukkan dia ke dalam surga.
Mencintai orang yang mencintai kekasih Allâh saja masuk surga apalagi mencintai kekasih Allâh (waliyullah).
Tidak sedikit hadits Nabi SAW yang menjelaskan keutamaan mencintai waliyulllah. Apalagi sampai duduk di majelis dzikir si waliyulllah itu.
Sebaliknya: barang siapa yang membenci kepada waliyullah. Allah sendiri yang menyatakan perang terhadap orang itu.
Hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ
Artinya: “Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya.” (HR. Bukhari No. 6502).
Maka hati-hati kepada para waliyulllah.
Lalu siapa waliyulllah?
Berikut penjelasan dari berbagai sumber:
Dalam pandangan ulama sufi, Waliyullah (wali Allah) adalah hamba Allah yang memiliki kedekatan khusus dengan-Nya karena ketakwaan, keikhlasan, dan keistiqamahannya dalam beribadah.
Para waliyullah bukan hanya terbatas pada orang yang memiliki karamah (kemuliaan atau keajaiban), tetapi lebih kepada mereka yang memiliki hati yang bersih, jiwa yang tunduk, dan hidupnya selalu dalam kehendak Allah.
Definisi Waliyullah Menurut Ulama Sufi
Al-Junayd al-Baghdadi (w. 910 M)
“Waliyullah adalah orang yang senantiasa berpegang teguh pada Allah, tidak berpaling dari-Nya, dan tidak disibukkan oleh sesuatu selain-Nya.”
Ibnu Atha’illah as-Sakandari (w. 1309 M)
“Waliyullah adalah mereka yang hatinya selalu terhubung dengan Allah dan diberi cahaya makrifat, sehingga mereka melihat hakikat di balik segala sesuatu.”
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani (w. 1166 M)
“Para wali Allah adalah orang-orang yang hatinya sudah mati dari kecintaan terhadap dunia dan hanya hidup untuk Allah. Mereka tidak lagi menghendaki apa pun selain keridhaan-Nya.”
Imam Al-Ghazali (w. 1111 M)
“Seorang wali Allah adalah orang yang Allah bimbing dengan ilmu dan hikmah-Nya, sehingga ia bisa melihat kebenaran dan menjauhi keburukan. Mereka bukan hanya ahli ibadah, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam tentang Allah.”
Ciri-ciri Waliyullah Menurut Ulama Sufi
Mengenal Allah (Makrifatullah)
Hatinya dipenuhi cahaya makrifat dan selalu merasakan kehadiran Allah.
Zuhud (Menjauhi Kesenangan Duniawi Berlebihan)
Tidak tergoda oleh harta, pangkat, atau dunia, tetapi tetap menjalani kehidupan dengan hikmah.
Ikhlas dan Tawakal
Segala sesuatu yang dilakukan hanya untuk Allah, tanpa mengharapkan balasan duniawi.
Mencintai dan Ditaati oleh Hamba-hamba Allah
Para wali dicintai oleh manusia karena akhlaknya yang luhur dan ilmunya yang bermanfaat.
Memiliki Karamah (Keajaiban) Jika Allah Kehendaki
Meskipun tidak semua wali memiliki karamah, banyak dari mereka yang diberi keistimewaan oleh Allah, seperti doa yang mustajab, pengetahuan yang luas tanpa belajar formal, dan sebagainya.
Dalil tentang Wali dalam Al-Qur’an
Allah berfirman dalam Surah Yunus: 62-63: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”
Tingkatan Waliyullah dalam Tasawuf
Beberapa ulama sufi membagi tingkatan wali dalam beberapa kategori, di antaranya:
Qutb (Kutub/Ghawts) – Wali tertinggi yang menjadi pusat spiritual dunia.
Awtad – Wali yang menjaga keseimbangan dunia secara spiritual.
Abdal (Badal) – Wali yang jumlahnya tetap dan tersebar di berbagai tempat.
Nujaba – Wali yang lebih rendah dari Abdal tetapi memiliki peran penting dalam spiritualitas umat.
Nuqaba – Wali yang berada dalam tingkatan awal kewalian tetapi sudah memiliki makrifat yang tinggi.
Menurut ulama sufi, Waliyullah adalah orang-orang yang mencapai kedekatan dengan Allah melalui iman, takwa, dan makrifatullah. Mereka bisa berasal dari berbagai latar belakang, tidak harus ulama atau orang terkenal, tetapi bisa juga hamba-hamba Allah yang tersembunyi dan hanya diketahui oleh-Nya.
Kata Ibnu Athaillah, beruntung lah mereka yang dipertemukan dengan waliyulllah. Atas kehendak Nya orang itu bisa wushul ilallah. (*)