Sejumlah peniliti menyebut, salah satu penyebab runtuhnya Khalifah Islam di Eropa adalah konflik keluarga dinasti dan konflik antar elit Islam. Mereka saling berebut tahta. Sebagian elit minta back up politik dan ekonomi dari sejumlah penguasa Kristen.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Model pinjaman ekonomi ke kantong penguasa Islam menjadi jurus ampuh menaklukkan penguasa Islam di Eropa. Seperti penaklukkan negara Islam Toledo yang dilakukan Raja Kristen Castille Alfonso VI, pada tahun 1085 M.
Ketika penguasa Toledo lemah tidak mampu menahan tekanan Raja Castille, seketika itu ia menyerahkan kota Toledo ke Raja Castile. Padahal, kekuasaan Toledo memiliki tentara tangguh dan pertahanan kuat yang diuntungkan tiga sisi geografis, salah satunya sungai Tagus.
Para politisi Kristen waktu itu faham banget stabilitas politik dan ekonomi umat Islam  yang mulai goyah. Karena itu, para Raja Kristen di bagian utara memperkuat posisi dan memerangi wilayah kekuasaan muslim yang telah terpecah belah.
Sebelum kejayaan Islam tercabik-cabik dan runtuh, pada era pemerintahan Abdurrahman III (yang bergelar An-Nasir)Â mulai menerapkan penggunaan istilah kekuassan Khalifah dalam negara Islam. Penggunaan gelar Khalifah dilakukan pasca Muktadir, Khalifah Daulah Bani Abbas di Baghdad wafat setelah dibunuh oleh pengawal pribadinya.
Bagi An-Nasir, kondisi pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat itu merupakan momen yang tepat untuk memakai gelar Khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Sejak tahun 929 M itu, gelar Khalifah disematkan kepada penguasa Islam. Seperti Khalifah Abdurrahman Al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode Abdurrahman Al-Nasir, umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Khalifah Abdurrahman Al-Nasir mendirikan Universitas Cordova. Ia mendahului Universitas Al-Azhar Kairo dan Universitas Nizhamiyah Baghdad.
Selain itu, Khalifah An-Nasir mengundang para intelektual Kristen dan Muslim, yang berasal dari Spanyol, wilayah lain di Eropa, Afrika dan Asia untuk memajukan kancah intelektual di Spanyol.
Di abad ke 10 itu, kota Cordova mengalahkan kota Konstantinople; kota Kristen terbesar dan termakmur di jazirah Eropa. Pada saat itu, Kota Cordova (ibu kota Negara Islam, Spanyol), Kota Konstantinopel (Instanbul, Turki) dan Bagdad (Irak) adalah tiga kota besar dunia yang menjadi pusat kebudayaan dan ekonomi dunia.
Di pemerintahan An-Nasir, Cordova memiliki 113.000 rumah, 70 perpustakaan, sejumlah toko buku dan mesjid. Pembangunan infrastruktur seperti sekian kilometer jalan beraspal dipasangi lampu-lampu dari rumah-rumah yang berhamparan. Semuanya membuat Cordova memperoleh popularitas Internasional dan kekaguman para wisatawan. Tidak sedikit para diplomat negara tetangga selalu berkumpul di Cordova.
Masa keemasan An-Nasir tidak berlangsung lama. Kejayaan Islam mulai merosot pada Khalifah Hisyam. Saudara kandung khalifah, seperti Abdullah dan Sulaiman melakukan pemberontakan dan memproklamirkan kemerdekaan di daerah kekuasaan khalifah, seperti di negara bagian Toledo.
Riak Politik Dinasti Kecil
Kepemimpinan Hisyam mengalami riak. Perpecahan Dinasti Umayyah di Spanyol tidak bisa dihindari. Raja-Raja kecil, seperti Dinasti Abbadi, Dinasti Murabit, Dinasti Muwahhid, dan Dinasti Bani Nasr saling serang. Mereka saling berperang dan mengadakan sekutu dengan penguasa Muslim atau dengan penguasa Kristen yang dulu tidak dihancurkan oleh Musa Ibnu Nushair di zaman Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus.
Kesempatan politik ini tidak disia-siakan oleh politisi Kristen. Menjamurnya dinasti-di nasti kecil (Raja-Raja Islam) berjumlah sekitar tiga puluh negara kecil sangat mudah bagi Raja Kristen Eropa mengatur strategi menyulut konflik politik antar keluarga raja dan elit Islam.
Masa kepemimpinan Hisyam diganti putranya bergelar zaman Hisyam II. Terdapat perubahan struktur politis. Hisyam II baru berusia 11 tahun ketika ia menduduki tahta. Karena usianya masih sangat muda, ibunya Sultanah Subh, dan sekertaris negara Muhammad Ibnu Abi Amir, mengambil alih tugas pemerintahan. Hisyam II tidak dapat mengatasi ambisi para pembesar istana dalam merebut pengaruh dan kekuasaan.
Menjelang tahun 981 M, Muhammad Ibnu Abi Amir menjadikan sebagai penguasa diktator. Dalam perjalanannya ke puncak kekuasaan ia menyingkirkan rekan-rekan dan saingannya. Hal ini dimungkinkan karena ia mempunyai tentara yang setia dan kuat. Ia mengirimkan tentara dalam berbagai ekspedisi yang berhasil menetapkan keunggulannya atas para pangeran Kristen di Utara.
Pada tahun itu juga Muhammad Ibnu Abi Amir memakai gelar kehormatan al-Mansur Billah. Ia dapat mengharumkan kembali kekuasaan Islam di Spanyol.
Kedudukan Hisyam II tidak ubahnya seperti boneka. Peranan khalifah sangat lemah dalam memimpin negara dan masih tergantung kepada kekuatan orang lain. Ini mencerminkan bahwa khalifah dipilih bukan atas dasar kemampuan yang dimilikinya. Melainkan atas dasar warisan turun temurun.
Hisyam II memang bukan orang yang cakap untuk mengatur negara. Tindakannya menimbulkan banyak kelemahan dalam negeri. Ia tidak dapat membaca gejala-gejala pergerakan Kristen yang akan mulai tumbuh dan dan mengancam kekuasaannya.
Keadaan ini diperburuk dengan meninggalnya al-Muzaffar pada tahun 1009 M. Tapi dalam kurun waktu 6 tahun masih dapat mempertahankan kekuasaan. Namun pada tahun 1031 M, gelar khalifah dihapus oleh orang-orang Cordova.
Kondisi Politik Islam ini dicoba dirajut oleh Murabith, sebuah gerakan Islam yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin berasal dari Afrika Utara. Dinasti Murabithun pada tahun 1062 M berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Atas usahanya ia berhasil mendirikan Dinasti Murabith pada tahun 1062 M-1147 M.
Dalam kurun waktu 1086-1248 M, Islam masih terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif yang berpusat di kota seperti Sevilla, Cordova, Taledo dan sebagainya.
Menjelang pertengahan abad ke-11 M, para penguasa Kristen dengan leluasa menuntut pembayaran upeti dari sejumlah penguasa kecil Islam. Pada periode ini umat Islam di Spanyol kembali memasuki pertikaian intern atau perang saudara. Sebagian pihak yang bertikai meminta bantuan kepada raja-raja Kristen.
Kendati demikian, gairah intelektual terus berkembang. Istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan.
Para cendekiawan pun bermunculan. Sebut saja, ahli matematika (Al-Khwarizmi, orang pertama yang menulis buku berhitung dan aljabar), ahli kedokteran (Al-Kindi penulis buku ilmu mata, Ar-Razi atau Rhazez penulis buku kedokteran, Abu Al-Qasim al-Zahrawi ahli bedah, Ibnu Nafis penemu sirkulasi darah, dan Ibnu Sina), ahli sastra (Ibn Abd Rabbih, Ibn Bassam, Ibn Khaqan), ahli hukum, politik, ekonomi, astronomi (Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash, penentu gerhana dan pembuat teropong bintang modern), ahli hadits dan fikih (Ibnu Abdil Barr, Qadi Iyad), sejarah (Ibn Khaldun penemu teori sejarah), ahli kelautan (Ibnu Majid).
Kebangkitan Cendekiawan Muslim Barat dan Timur
Pada abad keempat hijriyah atau abad ke 10 M, negara Islam mengalami masa keemasan. Di Jazirah Eropa, diwakili Kota Cordova, sebagai ibu kota Negara Islam, Spanyol. Di Jazirah Timur diwakili, Baghdad, Irak dan Kairo, Mesir. Kedua jazirah khalifah Islam benar-benar melahirkan para cendekiawan muslim yang diakui dunia internasional.
Islam di dataran Arab (timur) sebut saja nama sebagian kecil cendekiawan muslim yang diakui Barat. Ada nama Ar-Razi, lahir Teheran, 864-930 M. Dunia barat mengenal sebagai Rhazes. Ia merupakan salah seorang pakar sains bidang alergi dan imunologi. Nama Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham atau Ibnu Haitham, lahir di Basra, 965 dan wafat di Kairo 1039. Beliau meneliti sifat cahaya.
Di dunia Barat, dikenal nama Alhazen, seorang ilmuwan Islam ahli bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Ada juga Ibnu Sina, lahir di Persia, 980-1037 M. Dia populer sebagai Avicenna di Dunia Barat. Ibnu Sina dikenal sebagai seorang filsuf, ilmuwan, dan dokter. Magnum opusnya adalah Qanun fi Thib (Canon of Medicine) dan Asy Syifa (terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan).
Sedangkan di jazira Eropa muncul nama Abu Bajar Ibn Thufail, lahir pada tahun 506 H/1110 M atau pada Abad VI H/XIII M di kota Guadix, Provinsi Granada, Spanyol. Ibnu Thufail adalah seorang dokter, filsuf, ahli matematika dan penyair. Karya filsafatnya yang masyhur berjudul Hay Ibn Yaqzhan (Roman Philosophy), merupakan inti sari pikiran filsafatnya yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
Judul lengkapnya adalah Risalah Hayy Ibnu Yaqzan Fi Asrar Al-Hikmah Al-Masyriqiyyah. Karyanya menjadi satu manuskrip di perpustakaan Escurial yang berjudul Asrar AL-Hikmah Al-Masyriqiyyah (Rahasia-rahasia Ketimuran) itu hanyalah ringkasan dari buku Hayy Ibnu Yaqzhan.
Muraja’at wa Mabahits atau Revisi-revisi dan pembahasan. Catatan ini dimasukkan oleh Ibnu Rusyd menjadi bagian dari salah satu karangannya (al-Kulliyyat). Karya kedokteran lain dari Ibnu Thufail yang masih bisa dinikmati adalah Arjuzah fi at-Thib sepanjang 7700 bait, yang hingga kini masih tersimpan di perpustakaan Jami’ al-Qarawiyyin Fes, Maroko dalam bentuk manuskrip.
Montgomeri Watt, menyebut buku Ibnu Thufail merupakan karya filsafat dalam bahasa Arab yang paling menarik. Selain diakui sebagai roman filsafat religius-ilmiyah, dia juga menggambarkan kisah bahwa manusia sanggup mengenal Allah, berhubungan dengan-Nya dan berkhidmat kepada-Nya lewat pengetahuan bathin.
Maka wajar para peneliti barat banyak menerjemahkan buku Ibnu Thufail ke dalam bahasa lain karena menarik untuk dikaji. Bahkan Edward Bacon menerjemahkan buku ini ke dalam bahasa Latin yang disertai dengan teks arabnya di Oxford pada tahun 1671 M dan kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Eropa lainnya.
Selain mumpuni di bidang kedokteran, Ibnu Thufail juga merupakan master bidang astronomi. Teori-teori briliannya di bidang ilmu perbintangan secara ringkas dilukiskan oleh Lyon Goteh, seorang orientalis Perancis.
Lyon mengatakan, walaupun tidak ditemukan tulisan-tulisan Ibnu Thufail di bidang astronomi, namun diketahui bahwa dia tidak setuju dengan teori sistem jagat raya yang diletakkan Batlimus. Bahkan menurut penelitiannya, Ibnu Thufail telah memiliki teori baru. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Ibn Rusyd bahwa Ibnu Thufail memiliki teori-teori sensasional sekitar sistem jagat raya dan dasar-dasar perputarannya.
Kini, umat Islam di Indonesia dihebohkan fenomena Koh Ahok, Basuki Tjahaja Purnama, Cagub DKI dari PDI-P. Lantas? Terserah umat Islam Indonesia sembari tidak lepas dari kekuasaan absolut Allah Swt sebagai penguasa tunggal jagat alam ini. Siapa yang ditetapkan-Nya sebagai Gubernur DKI dalam Pilkada 2017 kita pasrahkan sebagaimana telah tertulis di alam penciptaan-Nya. [*]