matamaduranews.com-SUMENEP-Lahir dengan nama kecil Asiruddin, dalam catatan lain ada yang menyebut Nashiruddin. Panembahan Sumolo lahir di desa Lembung, Lenteng. Beliau merupakan putra kedua Bindara Saut dengan isteri pertamanya, Nyai Izzah. Bindara Saut merupakan putra Kiai Abdullah atau Entol Bungso, di Batuampar, Guluk-guluk.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Antara Bindara Saut dan isterinya masih ada hubungan saudara sepupu. Ibu dari Bindara Saut, Nyai Nairima; dengan ibu dari Nyai Izza, Nyai Galu, masih bersaudara kandung. Baik Nyai Izzah maupun Nyai Galu sama-sama putra Kiai Khathib Bangil di Parongpong, Kecer, Dasuk.
Ketika sang ayah “dipinang†oleh Ratu Rasmana, Ratu Sumenep, pada 1750 Masehi; Asiruddin dan kakaknya, Baha’uddin menetap di Lembung bersama ibunya. Baru beberapa tahun setelahnya, kedua pemuda itu dipanggil menghadap ke keraton Sumenep.
Saat sampai di keraton, keduanya menghadap sang ayah dan ibu tiri. Putra termuda menyembah pada Ratu Rasmana, sedang si Sulung menyembah pada Bindara Saut. Saat itulah, dengan dicatat oleh sekretaris keraton, Ratu Rasmana sembari memegang kepala si Bungsu, bersabda sekaligus berwasiat bahwa Asiruddin kelak akan menjadi pengganti ayahnya (Bindara Saut) sebagai raja Sumenep.
Sebagai putra mahkota, Asiruddin diberi gelar Raden Ario Atmojonegoro. Sang kakak juga mendapat julukan Raden Ario Kusumonegoro. Keduanya kembali menjalani kehidupan sebagai orang desa. Sampai tiba waktunya dipanggil kembali, khususnya Atmojonegoro, di tahun 1762 Masehi. Untuk menduduki singgasana keraton Sumenep dengan gelar Panembahan Notokusumo. Dikenal juga dengan panggilan Panembahan Sumolo.
Panembahan Sumolo dikenal sebagai sosok yang alim, khususnya di bidang agama. Latar belakangnya yang berasal dari trah kiai dan ulama besar di Sumenep membentuk karakter kepribadian seorang pemimpin atau negarawan yang memegang teguh pada agama. Suasana pemerintahan Sumenep mengalami pergeseran budaya. Dari aristokrat sejati ke kaum santri.
Sebutan Panembahan Sumolo atau yang menurut lidah Sumenep Panembahan Somala memiliki makna khusus. Yaitu bahwa beliau adalah penguasa Sumenep yang mula-mula bergelar Panembahan. Sebelumnya, penguasa Sumenep bergelar Pangeran atau Tumenggung saja.
Di masa pemerintahan beliaulah dilakukan pemisahan wilayah tapal kuda yang meliputi Panarukan dan sekitarnya, dan diganti dengan memasukkan gugusan kepulauan di sekitar Sumenep ke keraton di ujung timur pulau garam ini.
Panembahan Sumolo juga memiliki perhatian terhadap aset keraton, dan berupaya agar tidak ada campur tangan pihak luar, khususnya Belanda. Sehingga sejak beliaulah dikeluarkan keputusan berupa wasiat bahwa keraton dan bangunan-bangunan lainnya, serta sebagian tanah di sekitar kota dinyatakan menjadi waqaf untuk kepentingan fakir miskin. Begitu juga Masjid Jami’ yang dinyatakan dalam sebuah wasiat khusus.
Redaksi