Songay Raja, dan Buju’ Alwi Janggu’: Penerus Estafet “Kajunilan” Khatib Mantu

×

Songay Raja, dan Buju’ Alwi Janggu’: Penerus Estafet “Kajunilan” Khatib Mantu

Sebarkan artikel ini
Pintu masuk, salah satu ornamen yang terdapat di Asta Madegan Sampang. (Foto/Istimewa)

matamaduranews.com-SAMPANG-Salah satu ijazah ilmu “kajunilan” di Madura disebut bersanad pada Pangeran Khathib Mantu. Songay Raja, begitu jenis ilmu khusus keselamatan, khususnya fisik ini. Tidak sembarang orang bisa memiliki amalan ini. Karena syarat dan konsekuensi yang berat.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Umumnya tak ada wirid dan laku riyadlah yang khusus. Setelah Khathib Mantu, ijazah ini turun pada salah satu anggota keluarganya, Kiai Alwi, atau Buju’ Alwi Janggu’. Dari beliaulah ijazah amalan ini terus mengalir.

Pangeran Khathib Mantu dikenal dalam catatan sejarah awal Madura Barat, atau Madura pada umumnya. Sang pangeran merupakan salah satu anggota bangsawan Giri Kedaton yang hijrah ke pulau Garam.

Di samping beliau, ada kemenakannya, ulama besar legendaris Madura; Sunan Cendana, Kwanyar. Ada lagi Pangeran Karangantang, Sampang; ayah Pangeran Pulangjiwo, adipati Sumenep (m. 1672-1678).

Pangeran Karangantang atau Syaikh Rabet ini adalah anak Pangeran Gebak, saudara kandung Khathib Mantu. Keduanya, bersama ibunda Sunan Giri merupakan tiga dari beberapa putra-putri Sunan Kulon bin Sunan Giri I.

Selain itu juga ada Pangeran Ronggo, di Nepa. Juga Sampang. Yaitu ayah dari Syarifah Ambami alias Ratu Ibu Arosbaya, permaisuri Pangeran Cakraningrat I (m. 1624-1648). Sehingga bisa dikata, trah Giri pada perkembangan selanjutkan banyak berperan dalam Islamisasi dan pembumian ajaran-ajaran leluhurnya: Wali Sanga, di Madura.

Kembali pada Khathib Mantu. Beliau bernama asli Zainal Abidin. Dikenal juga sebagai Pangeran Pakebunan. Gelar Khathib Mantu didapat setelah mempersunting salah satu putri Panembahan Lemah Duwur, salah satu penguasa awal kawasan Madura Barat.

Tidak banyak disebut mengenai riwayat Khathib Mantu ini. Beberapa catatan hanya menyebut di antaranya beliau berdomisili di Madegan, Sampang. Bahkan pasarean beliau juga ada di situ. Dekat dengan kompleks Pasarean Rato Ebu Madegan (ibunda Cakraningrat I). Hanya sayang, kijing beliau sudah tidak original, seperti banyak makam kuna lainnya, berganti baju keramik toko.

Asal-usul Buju’ Janggu’

Pangeran Khathib Mantu dikabarkan memiliki banyak anak. Salah satu riwayat dari Bindara Muhsin Basyaiban, pemerhati silsilah asal Bangkalan, mengatakan bahwa Khathib Mantu berputra 60 orang.

“Namun hanya riwayat. Tidak ada rinciannya siapa saja,” kata Muhsin, pada Mata Madura.

Berdasar data yang dikumpulkan sebuah perkumpulan kajian nasab ulama-ulama Madura, NAAT (Naqobah Ansab Auliya Tis’ah), paling sedikitnya enam nama yang berhasil terdata.

Mereka ialah Kiai Abdullah Lembung, Kiai Abdul Jabbar alias Buju’ Napo, Kiai Baligho alias Buju’ Keppay, Kiai Khathib Paseppen, Nyai Brotoyudo, dan Nyai Alwi atau Nyai Janggu’.

“Namun mengenai Nyai Alwi ini ada pendapat yang menyatakan bahwa yang putranya Khathib Mantu ialah Kiai Alwi,” kata Bindara Ilzam, dari NAAT, beberapa waktu silam.

Salah satu alasan ialah, dalam riwayat masyhur, Khathib Mantu menurunkan ijazah Songay Raja kepada Kiai Alwi. Konon, di beberapa kalangan keturunan Khathib Mantu, yang bisa mengijazahkan ilmu ini hanya keturunan Khathib Mantu dari jalur laki-laki.

“Namun memang kenyataannya ada yang justru dari jalur perempuan, juga bisa mengijazahkan ini,” tambah Ilzam.

Mengenai nasab Kiai Alwi, baik Muhsin dan Ilzam mengatakan bahwa ada versi yang menerangkannya. Salah satunya ialah catatan di Pamekasan yang menyebut Kiai Alwi ini putra Kiai Aji Toket. Aji Toket merupakan putra Sunan Kidul. Sedang Sunan Kidul adalah saudara Sunan Kulon, yakni sama-sama anak Sunan Giri I.

Jika versi ini berhasil dikaji dan hasilnya menguatkan catatan tersebut, maka hubungan Kiai Alwi dan isterinya adalah hubungan saudara sepupu dua kali (dupopo; Madura). Karena antara Khathib Mantu dan Aji Toket bersaudara sepupu.

Penerus Estafet Songay Raja

Seperti disebut dimuka, Kiai Alwi merupakan satu-satunya keluarga Khathib Mantu yang menerima ijazah ilmu Songay Raja. Konon, ilmu ini merupakan karomah yang dimiliki Khathib Mantu. Sebagian pendapat menyatakan ilmu ini didapatkan langsung dari Nabiyallah Khidr ‘alaihissalam; pentahbis para wali.

Menurut KH Ali Muqit, salah satu tokoh pesantren di Temporan, Jember. Ilmu Songay Raja bisa didapat tanpa amalan khusus. Orang yang mau mendapatkan ilmu ini hanya perlu menerima atau mendapatkan talqin dari pemilik ijazah.

“Kalau sudah ditalqin, otomatis sudah masuk,” kata kiai muda, cucu Kiai Abdul Aziz bin Abdul Hamid bin Itsbat, pendiri Ponpes Alwafa,Temporan (Tempurejo) ini.

Hanya menurut Ra Ali, panggilan Ali Muqit, orang yang mau ditalqin itu harus ikhlas. “Karena ilmu ini tak bisa dilepaskan lagi. Syarat utama harus menghindari dosa besar, khususnya zina. Jika sampai melanggar, maka resiko adzab berupa penyakit yang membuat badan menjadi busuk hingga ajal menjemput,” imbuhnya.

Ilmu Songay Raja hingga saat ini masih bisa didapat dari kalangan ulama tertentu yang memiliki kewenangan atau ijin mengijazahkan. Dan sanad ijazah itu bersambung hingga Kiai Alwi Janggu’ dan Pangeran Khathib Mantu.

Kiai Alwi atau Buju’ Janggu’ wafat dan dimakamkan di Omben, Sampang. Sebutan Janggu’ konon menurut salah satu riwayat karena beliau memelihara jenggot yang sangat panjang. Beberapa keturunannya menyebar di Madura dan sebagian menjadi tokoh-tokoh ulama besar di masanya. Seperti di antaranya K. H. Jazuli, Tattangoh, Pamekasan.

RM Farhan