“Ini tradisi kuna, dan sudah berjalan turun-temurun,” kata Fahrurrazi, saat menggelar tradisi penjamasan pusaka di kediamannya, di Desa Pamolokan.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Kebetulan Fahrurrazi juga memiliki sejumlah pusaka di rumahnya. Pusaka itu ada yang merupakan milik leluhurnya, dan ada juga yang didapat dengan membelinya.
“Kalau yang milik leluhur ini pusaka dari jaman keraton, terutama di jaman Sultan Abdurrahman,” katanya sambil menunjukkan beberapa pusaka jenis keris dan golok.
Penjamasan tersebut, disamping untuk menjaga pusaka agar besinya tidak rusak akibat karat, juga sebagai bentuk penghormatan pada tradisi leluhur. Apalagi setiap pusaka dibuat dengan ritual khusus yang kaya dengan doa yang dipanjatkan sesuai dengan apa yang dihajatkan pembuat.
“Yang membuatnya juga bukan kalangan sembarangan, melainkan kalangan yang dekat dengan Sang Khaliq,” tambah Fahrurrazi.
Penjamasan pusaka juga biasanya diikuti dengan ritual puasa. Namun kebanyakan saat ini, cukup dengan menjamasnya saja. “Ya, kalau di jaman kuna dulu, penjamasan memang diiringi dengan laku puasa sunnah,” tutupnya.
Mengenal Filosofi Menghunus Keris Dan Tata Caranya
Keris hingga saat ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari tradisi dan budaya masyarakat Madura, dan Sumenep pada khususnya. Terbukti, beberapa tahun lalu, kota paling timur di Pulau Garam ini bahkan menyandang sebutan Kota Keris. Memakai keris sebagai aksesoris busana juga merupakan tradisi bagi kalangan tertentu.
Dulu, di masa keraton, keris dipakai oleh kalangan bangsawan, terutama raja atau adipati. Terlepas dari beragam kepercayaan tentang keris, ada beberapa hal yang banyak tak diketahui mengenai filosofi keris, di samping pamor.
“Ya, salah satunya filosofi menghunus keris,â€kata pakar pusaka di Sumenep, R. B. Abdurrahman, pada media ini.
Menghunus atau mengeluarkan keris dari sarung atau warangkanya, menurut Abdurrahman memiliki tata cara tersendiri. Meski hal itu pekerjaan mudah dan setiap orang yang memiliki kedua belah tangan bisa melakukannya.
“Tidak asal mencabut. Jadi ada aturannya. Terutama di hadapan orang lain. Jika sekadar ingin mengetahui isinya, maka yang ditarik duluan ialah warangkanya,†kata warga Desa Pamolokan ini sambil mempraktekkan.
Nah, jika yang ditarik duluan itu kerisnya, menurut Abdurrahman itu menunjukkan siap bertarung.
“Kalau dulu itu artinya mau bertarung dengan senjata. Jadi semacam tantangan,†tutupnya.