OpiniReligi

Tadarus Bahasa Bulan Puasa

×

Tadarus Bahasa Bulan Puasa

Sebarkan artikel ini
Cover buku/dienariek.blogspot.com
Cover buku/dienariek.blogspot.com

Judul:
Cabe-Cabean
Penulis :
Encep Abdullah
Penerbit:
Kubah Budaya
Cetakan:
Pertama, 2015
Tebal:
95 halaman
ISBN:
978-602-70834-31
Peresensi:
M Kamil Akhyari*

IMG_20160124_170824

Menjelang datangnya bulan puasa, ucapan selamat menunaikan rukun Islam yang keempat ini bertebaran, baik dalam bentuk spanduk di ruang publik maupun melalui iklan di media massa. Bahkan, beberapa media massa menyajikan rubrik khusus pernak-pernik bulan puasa.

Seperti penentuan awal dan akhir puasa yang selalu tidak sama, penulisan bulan kesembilan tahun hijriyah ini juga tidak seragam. Media massa yang notabene pemegang teguh bahasa Indonesia yang baik dan benar ada yang menulis kata ramadan, ramadhan, dan ramadlan, namun yang terakhir jarang dipakai.

Terkait ragam penulisan tersebut, Pemimpin Redaksi NU Online Mukafi Niam mengungkapkan, penulisan ramadhan berdasarkan argumentasi penyesuaian pengucapan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. PBNU dalam pengumuman resmi selalu menggunakan penulisan ramadhan.

Sedangkan penulisan ramadhan, sebagaimana dikutip dari kolom Sudjoko di Rubrik Bahasa Kompas (22/11/2013), diperkirakan mendapat pengaruh pengejaan kata-kata dari bahasa Sansekerta dan Jawa kuno. Sisipan /h/ dinilai memiliki kesan lebih penting, lebih berharga, lebih tinggi, dan lebih terhormat, seperti penulis lahir bathin dan dharma wanita.

Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menggunakan penulisan ramadan. Malaysia juga menggunakan penulisan ini. Menurut Encep Abdullah, penulisan ramadan merupakan yang paling benar di antara penulisan yang lain. Kehadiran fonem /h/ atau /l/ dalam kata tersebut dikelompokkan sebagai fonem “hantu” (hlm. 41).

Encep berargumen proses serapan kata ramadan dilakukan dengan cara adaptasi, yakni menyesuaikan dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD): ramadhan menjadi ramadan, seperti halnya kata shalat menjadi salat.

Argumen lainnya, serapan bahasa Arab yang ditulis dalam bahasa Indonesia tidak harus ditulis sesuai dengan ejaan aslinya. Ia menepis argumen bahwa serapan bahasa Arab yang ditulis dalam bahasa Indonesia harus disesuaikan dengan aslinya karena dapat mengubah makna. Ia mencontohkan kata kursi yang berasal dari bahasa Arab: kursiyyun (hlm. 41).

Penulis sadar persoalan bahasa tidak akan pernah selesai hingga anak cucu. Namun, satu-satunya cara menyelamatkan anak cucu dari kesalahan berbahasa adalah dengan menyampaikannya sedari kecil sehingga mereka tak tabu dengan perdebatan seperti ini. Karena itu, orang tua dan guru memiliki peran penting dalam konteks ini.

Ulasan kata ramadan, sebenarnya hanya salah satu dari 28 ulasan bahasa yang terkompilasi dalam buku Wisata Bahasa Cabe-Cabean karya Encep Abdullah. Buku ini menjadi penting karena bahasa yang diulas terkait kasus kejanggalan bahasa yang akrab dalam kehidupan sehari-hari namun terkadang tidak disadari pemakainya. Jika bahasa menunjukkan karakter bangsa, maka buku ini pegangannya.

*Lulusan Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk, Sumenep. Editor buku lepas di Sumenep, Madura.

KPU Bangkalan