Budaya

Gumbak: 24 Senjata Pusaka Warisan Leluhur

×

Gumbak: 24 Senjata Pusaka Warisan Leluhur

Sebarkan artikel ini
PROSESI BANCEMAN: Senjata pusaka disucikan lalu dibawa oleh warga ke sejumlah tempat yang dikeramatkan. (Foto/Dok. Disbudparpora Sampang for Mata Madura).
PROSESI BANCEMAN: Senjata pusaka disucikan lalu dibawa oleh warga ke sejumlah tempat yang dikeramatkan. (Foto/Dok. Disbudparpora Sampang for Mata Madura).

Di tengah gempuran budaya luar, masyarakat Desa Banjar, Kecamatan Kedungdung, Kabupaten Sampang masih melestarikan tradisi yang sudah berlangsung selama beberapa generasi. Warga menyebutnya “gumbak” .

MataMaduraNews.com, SAMPANG – Secara harfiah, gumbak berarti mengaduk-aduk air sehingga menimbulkan gelombang (ombak). Tradisi ini bisa digelar setiap tanggal 14 dan 17 Dzulhijjah. Di hari itu, masyarakat setempat melakukan upacara untuk menyucikan 24 senjata pusaka peninggalan leluhur.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Keyakinan masyarakat setempat, tradisi gumbak sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Ada juga yang meyakini bahwa gumbak sudah ada dua abad silam. Konon di masa itu, ada dua orang tokoh sakti yang datang ke Desa Banjar dan menyebarkan agama Islam. Dua tokoh tersebut bernama Buju’ Toban dan Buju’ Bung Kene’. Mereka berasal dari Kalimantan yang kemudian menetap di Desa Banjar.

Keduanya sangat ahli dalam membuat senjata sakti dengan bahan baku dari tanah liat. Senjata sakti tersebut digunakan untuk melindungi warga dari binatang buas serta untuk berburu. Bentuknya beragam yakni berupa tombak, clurit, pedang, linggis dan pisau bermata dua. Berdasarkan wasiat lisan leluhur, senjata pusaka tersebut tidak diperkenankan untuk dijual atau dimiliki orang yang bukan keturunannya. Hingga kini 24 senjata pusaka tersimpan rapi di rumah Pak Behram, salah satu keturunan Buju’ Toban dan Buju’ Bung Kene’.

Setiap senjata diyakini memiliki khasiat atau keutamaan yang berbeda. Masing-masing senjata memiliki nama atau julukan. Diantaranya adalah: se jhelli’ (senjata wanita), se klaras (senjata laki-laki), se ghungseng, se rajhangse, ola’ samennit, se keddi’, se calo’, kottong, se mardha, se bajjar, se berrek, se bhurnang, se peccot, se keppet, se grimis, se gharsot, se nyelo, se gludhuk, se gharu, se pathel, se bhirang, se peddis, se bellis, se lajhing, dan sarengan aeng.

Setiap tahunnya upacara gumbak dilaksanakan bersamaan dengan upacara bersih desa. Tujuan dari upacara gumbak selain menyucikan kembali senjata pusaka juga sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah, serta berdoa agar desa diberikan kesuburan, kemakmuran dan ketenteraman.

Setidaknya ada delapan hal yang harus disiapkan sebelum melakukan upacara gumbak, yakni: tumpeng lengkap (dengan ubarampe/perlengkapan tertentu), senjata pusaka gumbak yang berjumlah 24, kambing hitam berkaki putih (untuk upacara korban), alat pemukul untuk pertarungan bela diri (okolan) atau alas pertarungan di antara dua tokoh/satria, seperangkat gamelan (pengiring upacara), umbul-umbul, dupa/kemenyan, dan air bunga. (jamal/farhan)

Prosesi Upacara Gumbak dan Perlunya Regenerasi, selengkapnya baca di Tabloid Mata MaduraEdisi 3/27 Juni 2016!

KPU Bangkalan