Oleh: Mas Uud*
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Hiruk pikuk gegap gempita pilkada serentak akan dihelat pada tanggal 27 Juni 2018. Di pulau Madura sendiri, ada tiga kabupaten yang akan melaksanakan kontestasi pemilihan kepala daerah 2018–2023, yaitu Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan.
Hakikatnya, tiga kabupaten yang akan menyelenggarakan pemilihan tersebut bertujuan untuk mentransformasikan sistem birokrasi sebuah daerah agar lebih baik daripada periode sebelumnya. Akan tetapi, muncul beberapa asumsi yang tengah beredar di masyarakat maupun di linimasa. Ada yang berasumsi kandidat bertujuan untuk mempertahankan rezim kekuasaannya, ada juga yang berpendapat karena diminta oleh sebagian rakyat karena elektabiltas dan kapasitasnya yang memadai.
Di sisi lain ada inisiatif maju karena di-support oleh para tokoh ulama, yang merupakan panutan dan cerminan mayoritas masyarakat Madura. Yang paling ironis, ada yang berasumsi sang kandidat sangat mumpuni dalam berupa logistik. Tentunya ada beberapa asumsi-asumsi lain yang belum kita temukan, termasuk saya pribadi.
Saya bersyukur kepada Allah SWT, karena masih diberi kesehatan dan dapat menyaksikan bagaimana jalannya roda demokrasi pada tahun ini. Yang paling menarik bagi saya adalah pemilihan kepala daerah ini diikuti oleh tiga kabupaten di pulau Madura, yaitu Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan. Dari ketiga Kabupaten itu sama-sama memberikan pengetahuan selama perjalanan hidup saya yang sudah masuk usia dewasa ini.
Sampang adalah tanah kelahiran saya dan tumbuh besar di sana, Pamekasan adalah daerah di mana saya mengenyam banyak pengetahuan dan keilmuan, sedangkan Bangkalan adalah proses pendewasaan saya selama berkarir dalam dunia pendidikan, khususnya di perguruan tinggi. Dari tiga daerah yang sudah saya alami itu mempunyai pengalaman yang menarik, terutama bagaimana arus akulturasi sosial masyarakat. Kalau Sumenep bagaimana ya…???? Bagi saya Sumenep adalah tempat yang bisa membuat saya nyaman, adem, dan tenteram. Karena banyak wisata yang bisa saya nikmati di tengah-tengah kegundahan hati saya… wkwkwkw  (biar tidak terlalu serius dan tegang menghadapi pemilu, guys).
Sebelum saya mengutarakan opini terkait pilkada di Madura, saya akan perkenalkan beberapa calon bupati-wakil bupati di tiga kabupaten pulau Madura. Tapi sepertinya gak penting, karena banner semua paslon sudah terpampang mulai dari wilayah perkotaan sampai ke pedesaan. Jadi, kurang wajar kalau kalian belum tau para kandidat pemimpin terbaik yang akan bertarung pada pilkada kali ini. Tapi gak apa-apalah, yang penting kalian tidak apatis terhadap pemilu secara demokratis, tapi juga jangan pragmatis.
Ada beberapa pernyataan dan pertanyaan menjelang pilkada tahun ini. Pernyataan pertama, kita harus bersyukur kepada Allah SWT, karena kita masih diberi kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam demokrasi ini. Kedua, banyak bakal calon yang sudah bermunculan untuk ikut serta dalam kontestasi pilkada ini. Artinya sosok kader pemimpin di Madura lumayan meningkat, walaupun ada salah satu calon yang belum bisa mencalonkan karena didiskreditkan atau dikerdilkan oleh satu individu atau kelompok yang sejatinya mempunyai elektabilitas yang kuat. Ketiga, ada salah satu calon yang sudah kita ekspektasikan, sehingga sudah bisa mendeterminasikan arah sikap kita.
Di lain sisi, ada beberapa pertanyaan. Pertanyaan pertama, apakah kita akan menyia-nyiakan kesempatan sudah Allah berikan untuk memilih pemimpin yang ideal (shiddiq, amanah, tabligh, fathanah). Kedua, dari beberapa bakal calon yang muncul, pernahkah anda menganalisis sosok pemimpin yang kalian idamkan untuk mencapai sebuah peradaban? Baik dari aspek elektabilitas, kapasitas, atau popularitas. Ketiga, akankah salah satu calon yang sesuai dengan kriteria ekspektasi kalian akan disia-siakan, atah bahkan suara kalian ditukar dengan sepeser atau segudang uang yang sifatnya sementara, yang pada akhirnya akan memicu maraknya potensi mega korupsi? Itu adalah beberapa pernyataan dari beberapa pertanyaan, atau sebaliknya. Perlu kita refleksi dan introspeksi diri agar kelak kita tidak bunuh diri, bahkan membunuh banyak orang secara hegemoni.
Sejauh ini, walaupun di Madura dengan jumlah populasi yang cukup banyak, namun belum bisa mewujudkan partisipasi politik secara maksimal. Hal itu disebabkan minimnya pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya pemahaman politik. Nah, kondisi demikian justru bisa dimanfaatkan oleh satu individu atau kelompok untuk membuat skenario taktis agar suaranya bisa dimanfaatkan ke salah satu calon yang didukungnya, sehingga menghasilkan pemilu yang kurang sehat dan tidak akurat. Fenomena ini jangan sampai menjadi tradisi. Negara sudah merancang sebuah konsep dan bahkan membentuk suatu lembaga-lembaga yang mempunyai tupoksi masing-masing. Namun, hal itu belum tentu bisa efektif dan efisien. Perlu dari suatu lembaga untuk mensosialisasikan konsep demokrasi yang cerdas. Calon pemimpin sudah cerdas, pemilihpun harus memilih secara cerdas. Kita selaku pemuda juga harus bahu-membahu mensosialisasikan konsep pemilihan agar ada kesinambungan antara suatu lembaga, pemuda, dan masyarakat secara luas.
Dengan sisa kurun waktu sekitar kurang lebih lima bulan ini, kita mempunyai banyak kesempatan untuk bagaimana kita memilih dan memilah salah satu calon yang sesuai dengan ekspektasi kita. Yang jelas, dalam dinamika politik di Madura ada beberapa elemen-elem penting yang perlu kita garis bawahi dalam determinasi sikap kita. Pertama, memilih dari sisi kedekatan emosional dengan paslon. Kedua, memilih karena calon itu adalah opsi dari salah satu ulama atau kiai. Ketiga, memilih karena mengikuti arus lingkungan yang minim akan pengetahuan dasi sosok paslon. Keempat, Memilih karena pengaruh logistik yang lumayan besar. Kelima, memilih karena kepentingan sosial yang relevan dengan kebutuhan masyarakat secara universal. Keenam, memilih karena konsistensi terhadap rekomendasi partai ke salah satu calon. Terakhir, golput, tidak memilih, atau absen (tidak punya prinsip demokrasi).
Dari beberapa elemen itu, tentu kita termasuk dari salah satunya. Ini menjadi bahan evaluasi kita dalam proses pembelajaran berdemokrasi secara profesional agar bisa menghasilkan sosok pemimpin yang ideal. Karena proses demokrasi ini diselenggarakan bersama-sama, dan akan dinikmati secara bersama, minimal selama satu periode kepemimpinan. Bukan karena kepentingan pribadi, kelompok, etnis, suku, ras, dan agama.
Dengan demikian, lima tahun dalam satu periode merupakan waktu yang sangat cukup untuk membenahi sistem birokrasi di suatu daerah. Baik dalam mengatasi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, pendidikan, dan internalisasi sosial budaya masyarakat yang sudah sekian lama terpendam karena terkikis oleh era digital yang belum bisa difilter oleh pemerintah. Jangan sampai impian dan cita-cita rakyat untuk menentukan dan memilih pemimpin yang ideal ditukar dengan sesuatu yang sifatnya sesaat disebabkan karena ada intimedasi atau intervensi dari salah satu individu atau kelompok yang kurang memperhatikan kondisi rakyat.
Untuk teman dan sejawatku, marilah kita sadar dan menyadari. Jikalau ada yang masih belum sadar, ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk menyadarkan mereka akan pentingnya sebuah peradaban di Madura. Bukankah kita sama-sama bercita-cita demi terwujud dan terbentuknya provinsi baru di pulau Madura yang penuh dengan variasi wisata, kekayaan alam yang menggelora, pendidikan yang bernilai terhadap bangsa, dan kaya akan lahan agraria untuk mewujudkan masyarakat Madura yang makmur dan sejahtera.
Salam Settong Ate!
*Mahasiswa Sastra Inggris FISIB-UTM Bangkalan, Madura.