Budaya

Situs di Pamekasan Ini Bercorak Asta Tinggi Sumenep, Tahu Kenapa?

×

Situs di Pamekasan Ini Bercorak Asta Tinggi Sumenep, Tahu Kenapa?

Sebarkan artikel ini
Tampak Pagar dan Pintu Utama Masuk Maqbarah Kiai Agung Rabah di Pademawu, Pamekasan. (Foto/RM Farhan)

matamaduranews.com-PAMEKASAN-Sebuah peninggalan bersejarah di Pamekasan memiliki corak dan model yang sama dengan yang ada di Asta Tinggi Sumenep.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Peninggalan yang berupa makam Kiai dan Nyai Agung Rabah di Pademawu itu memang memiliki jirat dan sekaligus kijing yang sama dengan model pasarean raja-raja dinasti terakhir Sumenep.

Usut punya usut, pasarean Pakunya Pulau Madura itu memang  dibangun dan disaksikan oleh Pangeran Notokusumo alias Panembahan Sumolo, Raja Sumenep pengganti Bindara Saut.

Hal itu dilakukan karena Kiai Agung Rabah merupakan satu nasab dengan beliau, sama-sama keturunan Sendir.

Di samping itu juga sebagai ucapan terima kasih dan pangesto dari cicit keponakan kepada saudara buyutnya.

Seperti yang diketahui, ayah Bindara Saut, yaitu Bindara Bungso ialah keponakan, anak angkat, dan murid dari Kiai Agung Rabah. Yang mana ramalan atau ijazah bahwa keturunan Bindara Bungso akan menjadi raja berasal dari Kiai Agung Raba.

Tahap Pembangunan

Pembangunan Asta Kiai Agung Rabah itu mulai dari beberapa tahap, yaitu tahap pertama, penggantian batu nisan dan makam Kiai dan Nyai Agung Rabah.

Tahap kedua; pembangunan pintu masuk utama, pagar  maqbarah, cungkup, Labang  Saketeng  dan tangga atau undakan  menuju  Maqbarah Utama.

Sedang tahap ketiga, pembangunan maqbarah Kiai Adil sebagai penerus Kiai Agung Rabah yang berada di komplek utara Maqbarah Kiai-kiai Rabah.

Tahap pertama, Pangeran Notokusumo melakukan perubahan pembangunan Maqbarah Kiai dan Nyai Agung Rabah. beliau mengganti batu maqbarah dan batu nisan.

Batu nisan itu dari sejenis batu marmer, bahkan menurut R. B. Ramadlan salah seorang keturunan Pesantren Batu Ampar Sumenep, batu nisan Kiai Agung dan Nyai Agung Rabah terbuat dari giok khusus dan dipesan langsung ke Negeri Cina.

Batu nisan Kiai dan Nyai Agung Rabah, bahannya sama persis dan memiliki kesamaan rilief dengan batu nisan Maqbarah Raja-raja Sumenep di Asta Tinggi Sumenep.

Di maqbarah utama  ini hanya ada dua makam, yaitu Maqbarah Kiai Agung Rabah dan Nyai Agung Rabah.

Sampai saat ini, batu nisan Kiai Agung dan Nyai Agung Rabah tertancap kokoh dan utuh, walau tidak ada pelindung yang berupa atap dari sinar matahari dan hujan. Hanya kain yang membungkus batu nisan beliau berdua.

Dan berdasar dawuh sesepuh Rabah yang di tuturkan secara turun temurun, maqbarah Kiai Agung dan Nyai Agung Rabah tidak diizinkan untuk diberi atap, karena ada kepercayaan bahwa beliau tidak kasokan (tidak mau).

Batu nisan pertama kali yang diganti adalah batu nisan Kiai Agung Rabah. Hal ini diketahui karena pada batu nisan beliau tercantum tulisan tahun pelaksanaan penggantian tersebut oleh Tumenggung Notokusumo, yaitu pada tahun 1187 H.

Tulisan prasasti yang ada di batu nisan Kiai Agung Rabah dipahat/diukir bertuliskan Bahasa Arab, berbunyi:

هذا قبر الشيخ الكبير العليم رحمة الله عليه يسمي كياهي راوه القامة هذه العود يسمي تمڠڮڠ نتاكسوم المالك في بلد السمنف هجرة النبي ص م زفقغ

Yang artinya adalah: “Ini adalah kuburnya Syaikh yang Agung dan sangat Alim Rohmatullohi ‘alaih yang bernama Kiai Rabah, Tokoh yang memberi nisan ini bernama Tumenggung Notokusumo seorang Raja di Negeri Sumenep pada tahun زفقغ atau 1187 H .

Tahun زفقغ merupakan penulisan tahun yang biasa digunakan oleh kalangan Kiai dan ‘Ulama jaman dahulu dengan perincian ز : 7, ف : 80, ق : 100, غ : 1000, Total: 1187.  Jika dikomparasi pada tahun masehi sekitar tahun 1773-1774 M. Dan memang di masa ini Tumenggung/Pangeran Notokusumo alias Panembahan Somala menjadi Raja di Sumenep.

Setelah menggganti batu nisan Kiai Agung Rabah, maka Pangeran Notokusumo mengganti batu nisan Nyai Agung Rabah alias Nyai Dewi Kebhun.

Pada batu nisan Nyai Agung Rabah alias Nyai Dewi Kebhun, juga tertulis semacam Prasasti dalam tulisan Pego Arab, berbunyi:

هذا قبر كڠ جڠ  پاهي اڮوڠ راوه وواعونان دالم كڠ جڠ فڠـــرن ناتكسوم في بلد السمنف اڠ نليــكا وولن رمضان اڠ دالم تهن ب هجرة النبي ص م١٢٠٠

Yang artinya: “Ini kuburnya Kangjeng Nyai Agung Rabah, bangunan (nisan) ini  dibangun oleh Yang Mulia Kangjeng Pangeran Notokusumo di Negeri Sumenep di saat Bulan Ramadhan Tahun Ba’ 1200 H.”.

Dan sesuai yang tertulis pada batu nisan, penggantian itu itu dilakukan pada bulan Ramadhan tahun 1200 H atau sekitar tahun 1786 M. Sampai detik ini, tidak ada yang tahu alasannya kenapa penggantian dan pemberian batu nisan Kiai dan Nyai Agung Rabah tidak bersamaan.

Tahap kedua, Pangeran Notokusumo alias Panembahan Sumolo membangun Pintu Masuk Utama dan pagar maqbarah, cungkup dan Labang Saketeng dengan tangga yang berundak menuju maqbarah Kiai dan Nyai Agung Rabah.

Pintu utama menyambung dengan pagar yang mengelilingi Asta Kiai Agung Rabah, hingga kini tegak berdiri dan tetap terjaga keasliannya. Cuma dilakukan pengecatan agar tetap terjaga keindahannya.

Bentuk dan reliefnya hampir mirip dan bercorak ornamen-ornamen di Asta Tinggi Sumenep.

Di atas pintu masuk utama tertera tulisan dalam bahasa Madura yang ditulis dengan huruf Arab, yang berbunyi “Molae Majaga 6 Muharram 1205 Hijriyah” (mulai didirikan pada tanggal 6 Muharram 1205 H). Jika dirujuk pada tahun Masehi kurang lebih sekitar tahun 1786 M. Di mana masa itu Pangeran Notokusumo memerintah dan menjadi Raja di Sumenep.

Dan untuk masuk ke dalam Maqbarah, semua peziarah akan melewati Pintu Masuk yang dibuat pendek, sehingga harus menundukkan kepala dan membungkukkan badan. Filosofinya, siapapun yang mau masuk dan ziarah ke maqbarah Kiai Agung Rabah harus dengan akhlaq/tata krama yang baik, dan menghormati kemuliaan serta keagungan beliau sebagai waliyullah.

Sempat Direhabilitasi

Adapun congkop juga mengalami rehabilitasi. Tahun 1987, atas restu Kiai Ahmad Madani, salah satu tokoh penerus di Rabah, dilakukan pemugaran cungkup Asta Kiai Agung Rabah. Pemugaran cungkup itu dilakukan karena cungkup sudah termakan usia dan hampir semuanya rusak.

Setelah itu dilakukan pemindahan lokasi cungkup yang semula berdekatan dengan pintu utama maqbarah, karena alasan estetika. Cungkup dipindah ke sebelah selatan sekitar 7 meter dari tempat asal dan dibangun ulang.

Di bagian terakhir pembangunan labang saketeng sebagai pintu masuk ke lokasi maqbarah utama Kiai agung Rabah. Sebelum memasuki labang saketeng, jalan untuk memasukinya dibuat berundak. Karena memang letak maqbarah Kiai Agung Rabah letak tanahnya lebih tinggi dari letak tanah di sekitarnya.

Jumlah tangga jalan pertama pintu masuk maqbarah beliau berjumlah lima,  sesuai dengan jumlah Rukun Islam. Difilosofikan bahwa wajib melaksanakan Rukun Islam yang lima, sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT.

Labang Saketeng yang ada di pintu masuk pertama juga bagian dari pembangunan Asta Kiai Agung Rabah oleh Pangeran Notokusumo. Dulu sebelum direhabilitasi, semua ornamen dan bentuk bercorak Asta tinggi Sumenep. Namun karena dimakan usia, Labang Saketeng itu rusak dan mengalami beberapa kali rehabilitasi.

RM Farhan