Catatan

Bupati tak (pernah) Salah (2)

×

Bupati tak (pernah) Salah (2)

Sebarkan artikel ini
Bupati tak (pernah) Salah (2)

matamaduranews.com-Salah satu kelebihan Bina Marga adalah kreasi dan inovasi mempriotitaskan jalan Lingkar Utara yang masih langka manusia lewat.

Urgenitasnya bisa jadi persiapan perluasan Kota Sumenep karena ada di dataran tinggi. Dijamin bebas banjir.

Sedangkan jalan utama akses Ponpes Annuqayah, Guluk-Guluk dibiarkan terus bergelombang, sejak lama. Tapi, Kadis Eri sudah memprioritaskan pembangunan jalan akses ke Ponpes tertua itu, pada 2021.

Semoga terwujud dan ada anggaran untuk pembangunan jalan itu.

Kembali ke cerita Bupati tak (pernah) salah. Istilah ini sepintas menjustifikasi bupati suci. Sehingga banyak yang WA, menyalahkan penulis.

Saya memaklumi karena mereka tak mengerti kalau istilah itu sebenarnya kalimat ‘mutasyabihat’. Hanya penulis yang mengerti maksud dan substansinya.

Jika diartikan per kata, punya makna: Bupati Tak Salah. Bupati Pernah Salah. Bupati Salah.

Tergantung kebijakan apa dalam konteks apa. Juga tergantung siapa menilai kebijakan bupati.

Saya menilai Bupati Kiai Busyro lemah. Itu juga pernah dialami Bupati Kiai Ramdlan saat menjabat 10 tahun di Sumenep.

Kelemahannya bukan tak memiliki kemampuan memimpin Sumenep. Kelemahannya karena Kiai Busyro dan Kiai Ramdlan banyak menggunakan hati dalam memimpin.

Dua Bupati dari unsur kiai ini tak berdaya, ketika ada anak buahnya yang terang-terangan berbuat salah, lalu minta maaf tersedu-sedu.

Kesan publik Bupati Lemah. Tak berdaya dan macam-macam penilaiannya.

Itu sosok bupati yang masih memiliki  kecerdasan spiritual masih dinilai lemah memimpin Sumenep. Apalagi Sosok Bupati yang tak memiliki kemampuan, baik intelegensi maupun kemampuan politik.

Saya tak bisa membayangkan. Siapa sebenarnya yang akan menjabat Bupati Sumenep. Kemana arah kebijakannya.

Saya punya cerita ketika Bupati Kiai Ramdlan berkomitmen menegakkan aturan mutasi pejbat.

Meski aturan mutasi, waktu itu sangat longgar. Kiai Ramdlan menutup pintu aspirasi mutasi pejabat kecuali dari penilaian Baperjakat.

Bupati Kiai Ramdlan memang tergolong absolute. Beliau tak memiliki beban apa-apa menjabat Bupati Sumenep. Bahkan sesekali ingin mundur dari jabatan Bupati Sumenep jika terus direcoki pihak luar.

Kiai Ramdlan memasrahkan penuh kepada Baperjakat agar dalam mutasi menegakkan aturan yang berlaku. Jangan karena pendekatan kultural atau apalah.

Apa yang terjadi? Ini kata komentar anggota DPRD Sumenep waktu itu. Suatu waktu, pejabat eselon 2 yang dimutasi di Pendopo terdiri dari; kakak-adik-paman-keponakan-saudara sepupuh.

Itu yang menduduki kepala dinas dan asisten. Lain lagi yang menjabat Camat, Sekcam, Kabid dan sebagainya.

Bahkan ada seloroh, kalau ASN dari tanah Jawa mustahil menjabat kepala dinas. Kecuali melewati tangga berliku dan menjadi kepanjangan tangan orang yang berpengaruh di Baperjakat.

Bagaimana praktik mutasi di era Bupati Kiai Busyro?

Saya melihatnya dari kacamata politik. Termasuk aturan yang menjadi dasar. Meski ada yang disulap instan.

Namanya saja Bupati produk politik.

Meski Bupati Kiai Busyro juga menggunakan pendekatan kemampuan memimpin dalam jabatan sebagai salah satu dalilnya.

Kemampuan memimpin yang menjadi penekanannya adalah melayani rakyat. “Pemimpin harus menjadi pelayan. Bukan minta dilayani,” ujarnya suatu waktu pada acara pelantikan pejabat eselon.

Suatu waktu, Kiai Busyro bercerita. Kalau ada calon pejabat memiliki kecerdasan, tapi tak memiliki kemampuan melayani rakyat. Kiai Busyro memilih calon pejabat yang bisa melayani rakyat, meski kurang memiliki kemampuan.

“Idealnya memang melantik pejabat yang memiliki kecapakan dan memiliki ketulusan melayani rakyat,” ucapnya kepada penulis.

Pilihan itu ternyata punya cerita saat staf meeting bulanan yang biasa digelar bupati. Kegiatan itu sengaja digelar untuk mengevaluasi dan bupati ingin mengetahui sejauhmana progres capaian program yang sedang dan akan dilaksanakan.

Banyak fakta dalam staf meeting itu. Yang memiliki kecerdasan, selalu berteori sana-sini. Praktiknya selalu bikin pusing bupati. Terlihat si pejabat minta dilayani. Tak langsung menerapkan apa yang menjadi grand design program dalam RPJMD.

Bagi Kiai Busyro, jabatan bupati lima tahunan sangat mepet untuk merealisasikan semua janji-janji politiknya.

Karena itu, bupati memiliki acuan tahapan program untuk merealisasikan.

Yang sangat mencolok dan sangat memukul psikologi bupati adalah janji poltiik percepatan transportasi kepulauan.

Ada beberapa item mewujudkan janji itu. Sebagian sudah terpenuhi. Sebagian menjadi beban psikologinya.

Apa itu? Ya pembangunan Bandara Kepulauan.

Lokasi Bandaranya sudah jelas di Pulau Kangean. Bahkan, lokasi run way-nya sudah ada dan sudah dilakukan pembebasan lahan di 2015 lalu.

Kenapa tak kunjung dibangun?

Ini yang salah satu cerita kenapa Bupati Kiai Busyro garuk-garuk kepala dan pegang jidat jika mendengar cerita lokasi run way di Desa Paseraman, Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean.

Tanah seluas 7 hektare yang disediakan sudah dibayar Pemkab Rp 1 miliar tahun 2015, lalu.

Tapi, lokasi itu tak sesuai dengan apa yang direkomendasi Kemenhub terkait izin penetapan lokasi (IPL)

Bupati tak tahan bila mendengar cerita itu. Makanya, Pemkab kembali mengalokasi anggaran pembebasan lahan baru untuk run way di tahun 2020.

Ini salah satu kelemahan bupati yang dinilai publik.

Meski grand design program untuk 9 janji politik itu sudah terta jelas dalam RPJMD.

Saat penerapannya, OPD itu kerap menyakitkan.

Emang ada yang WhatsApp, agar perjalanan Bupati Kiai Busyro selama 10 tahun diceritakan secara bersambung. Kalau bisa dijadikan buku.

Memang menarik lika-liku perjalanan 10 tahun menjabat Bupati Sumenep di tengah ego sektoral antar OPD begitu kental.

Kemauan kuat tinggi bupati untuk melakukan reformasi birokrasi dengan merubah mindset ASN sebagai abdi negara yang bertugas melayani rakyat, sulit menemukan solusi.

Kata guyonan orang Sumenep, ASN itu-bahasa Maduranya-ponggebe. Kalau ditelusuri akar kata ponggobe itu berasal dari kata punggawa yang bermakna: penguasa bawaan dari sebuah distrik yang tunduk pada raja.

Akibat ego sektoral yang masih mengental, banyak program apik kandas di tengah jalan. Seperti optimalisasi pelayanan RSUD, mencipta 5000 Wira Usaha Muda Sumenep (WMS), Menata Kota Membangun Desa, program percepatan pembangunan infrastruktur di kepulauan, optimalisasi dan revitalisasi pasar tradisional dan pemberdayaan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), pendidikan berbasis pesantren.

Program-program itu butuh kerjasama antar OPD. Program-program OPD harus menjadi satu kesatuan dalam mendorong kesuksesan. Bukan berjalan sendiri-sendiri.

Janji-janji politik itu bisa dilihat faktanya. Terutama soal miskin-nya data base Bantuan Sosial (Bansos) yang selalu amburadul. Padahal, petugasnya ada. Kenapa masih data 2014, yang menjadi data penerima Bansos, kata Achsanul Qosasi, Ketua BPK RI.

Menarik memang mengupas 9 janji-janji politik dan turunannya.

Tapi, saat ini saya tak bisa nulis rutin. Kemarin sore, ada ganggung ginjal. Sudah kesekian kali ginjal bermasalah. Saat diperiksa, katanya masih aman. Tak perlu cuci darah.

Saya hanya berpikir, bagaimana jika cuci darah. Tamat hajat politik. Hendak nyalon lagi bakal menghiaanti rakyat.

Ketika kondisi kesehatan yang sudah cuci darah, hanya kemukjizatan Ilahi Rabbi yang bisa mengembalikan kehidupan normal.

Dalam politik perlu mobilitas tinggi. Hati dan pikiran harus tercurahkan untuk rakyat.

Tapi, tak apalah. Itu sudah kehendak yang terbaik dari-Nya.

sementara tamat. (hambali rasidi)

KPU Bangkalan
Tanah Kas Desa
Hankam

matamaduranews.com-WINANTO bertanya lokasi TKD ber-Letter C yang ramai…