Budaya

Gus Dur, Arya Wiraraja, Gajah Mada, Asta Gunung Kawi dan Guru Nanak di India (1)

×

Gus Dur, Arya Wiraraja, Gajah Mada, Asta Gunung Kawi dan Guru Nanak di India (1)

Sebarkan artikel ini
Gus Dur, Arya Wiraraja, Gajah Mada, Asta Gunung Kawi dan Guru Nanak di India (1)
Gus Dur dan Penghormatan dari Agama Konghucu atas jasa-jasa alm. Gus Dur

Di antara deretan tokoh atau figur publik yang melegenda, ada sesuatu yang tersirat. Apa itu? Dua atau berbagai keyakinan (penganut agama) yang berbeda, tapi menaruh hormat dan meyakini atas perilaku (keyakinan) figur publik itu. Tulisan ini, menggunakan metode jurnalis investigatif di berbagai literatur dan sejumlah fakta lapangan. 

matamaduranews.com-Dalam perkembangan zaman dan waktu, sosok yang melegenda itu melahirkan berbagai kesimpulan. Apa agama (keyakinan) yang dianut sosok yang dihormati itu. Dua atau banyak penganut agama yang berbeda kok bisa saling mengklaim agama yang dianutnya.

Ada alur cerita dan sejarah atas sosok atau figur yang melegenda itu. Sehingga diyakini oleh berbagai agama.

Kenapa berbagai keyakinan yang berbeda itu bisa menyatu untuk saling menghormati dan meyakini atas agama yang dianut figur yang dihormati itu.

Kenapa sosok Gus Dur, Arya Wiraraja, Gajah Mada, Asta Gunung Kawi dan Guru Nanak di India; dihormati dan diyakini oleh dua atau berbagai penganut agama yang berbeda.

Seperti, Gus Dur; Bukan hanya umat Islam. Berbagai umat dan etnisi, seperti Hindu, juga penganut agama Kong Hu Cu yang mayoritas etnis Tionghoa dan Kristen memanjatkan doa ritual untuk Gus Dur.

Gus Dur alias KH Abdurrahman Wahid

Sosok Gus Dur sebagai mantan Presiden RI dan mantan Ketua PBNU menyimpan kenangan bagi anak bangsa Indonesia.

Saat wafat dan hendak dikebumikan tahun 2009 lalu, di pasarean lingkungan keluarga Ponpes Tebuireng, Jombang, sejumlah umat beragama datang. Terlihat ribuan umat Islam yang ikut menghantarkan ke pemakaman Gus Dur.

Di luar area pemakaman, terlihat tokoh-tokoh agaman dari Hindu, Budha, Kristen dan Kong Hu Cu menggelar ritual sesuai keyakinannya. Mereka menghaturkan doa ritual untuk alm. Gus Dur.

Di sejumlah Klenteng, tempat ibadah Konghucu memanjat doa beberapa hari untuk Gus Dur. Begitu juga dalam tempat ritual Kristen dan Hindu. Mereka memanjatkan doa untuk kebaikan Gus Dur.

Sosok Gus Dur dinilai oleh umat berbagai agama itu dinilai sebagai sosok multikultural dan plural. Mereka menilai jasa Gus Dur begitu besar mereka. Kebaikannya tak bisa dihitung untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.

Arya Wiraraja

Arya Wiraraja dikenal sebagai pendiri Kadipaten Soengenep di Madura saat Kerajaan Singosari. Yang setiap 31 Oktober dirayakan sebagai hari jadi terbentuknya Kabupaten Sumenep.

Semasa hidup, Arya Wiraraja dikenal sebagai figur yang banyak berjasa atas kelahiran Kerajaan Majapahit. Sosok Arya Wiraraja mengukir sejarah sebagai inisiator dan konseptor berdirinya Kerajaan Majapahit hingga menjadi kerajaan besar di Nusantara.

Dalam catatan sejarah, tidak disebut secara tegas apa agama yang dianut Arya Wiraraja. Sehingga para sejarawan dan generasi berikutnya menafsiri agama yang dianut Arya Wiraraja sesuai keyakinannya.

Pertama, berdasar Babad Pararaton, nama kecil Arya Wiraraja adalah Banyak Wide. Secara etimologis, kata “Banyak” menisbatkan sebuah nama yang disandang kaum Brahmana. Sedangkan “Wide” yang berarti “Widya” yang berarti pengetahuan. Sehingga, nama Banyak Wide berarti Brahmana yang punya banyak pengatahuan atau cerdik.

Tentang kelahiran Banyak wide, Babad Pararaton menyebutkan, beberapa keterangan yang penting.

“Hana ta wongira, babatanganira buyuting Nangka, aran Banyak Wide, sinungan pasenggahan Arya Wiraraja, arupa tan kandel denira, dinohaken, kinon Adipati ing Songenep, anger ing Madura wetan”

yang artinya:

“Ada seorang hambanya (Kertanegara) merupakan keturunan tetua di Nangka bernama Banyak Wide yang kemudian bergelar Arya Wiraraja dan dijauhkan menjadi adipati Sumenep, Madura wetan (Timur)”.

Kedua, dari kelahiran Arya Wiraraja. Banyak Wide atau Arya Wiraraja, lahir di Nangka. Tapi, tidak dijelaskan daerah mana. Sehingga para generasi menafsiri, kelahiran Arya Wiraraja.

Pertama, versi dari penulis Sumenep bahwa Arya Wiraraja lahir di Desa Karang Nangkan, Kecamatan Rubaru, Sumenep. Kedua, versi tradisional Bali, menurut “Babad Manik Angkeran”, Arya dilahirkan di Desa Besakih, Rendang, Karangasem, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali. Ketiga, menurut Mansur Hidayat, seoarang penulis sejarah Lumajang, bahwa ia dilahirkan di Dusun Nangkaan, Desa Ranu Pakis, Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang.

Berbagai penafsiran tentang agama Arya Wiraraja bukan hanya ada dalam wacana (diskursus). Tapi berlanjut pada keyakinan yang dipraktekkan di alam nyata.

Pertama, setiap waktu tertentu, ada rombongan dari penganut agama Hindu di Bali yang menggelar doa ritual di Pendopo Agung Keraton Sumenep. Mereka datang satu bus dari Bali. Mereka minta ijin ke Pemkab Sumenep untuk melakukan doa ritual yang dipersembahkan kepada sosok Arya Wiraraja. Lengkap dengan sesajin dan pakai khas saat menggelar ritual Hindu di Bali.

Saat Orde Baru, sekitar tahun 1980-an, ada permintaan dari sejumlah tokoh Hindu Bali ke Bupati Sumenep, waktu itu Bupati Sumenep Soegondo. Permintaan pesertujuan dari Bupati Soegondo bahwa Arya Wiraraja sebagai sesepuh umat Hindu Bali. Arya Wiraraja merupakan keturunan Hindu Bali.

Permintaan itu ditolak oleh para budayawan Sumenep. Sehingga Bupati Soegondo ikut menyetujui untuk menolak permintaan dari umat Hindu Bali.

Edhi Setiawan, salah satu saksi hidup yang menyaksikan permintaan umat Hindu Bali, waktu itu, pernah berdiskusi dengan penulis. Kata Edhi, sosok Arya Wiraraja memang diperebutkan karena ketokohannya.

Bersambung…

hambali rasidi

KPU Bangkalan