Religi

KH Abd Basith AS: Penulis dan Aktivis LSM Internasional dari Annuqayah

×

KH Abd Basith AS: Penulis dan Aktivis LSM Internasional dari Annuqayah

Sebarkan artikel ini
KH Abd Basith AS: Penulis dan Aktivis LSM Internasional dari Annuqayah
KH Abdul Basith AS

Kiai Haji Abd Basith AS,salah satu kiai sepuh Annuqayah yang tercatat sebagai penulis aktif sejak masa remaja hingga usia senja saat ini. Putra pejuang kemerdekaan (alm. Kiai Haji Abdullah Sajjad) ini, populer di kalangan penulis dan aktivis NGO era 80-an.

MataMaduraNews.comSUMENEP-Kiai Haji Abd Basith AS, lahir di Sumenep, 04 Juni 1944. Menurut hitungan Hijriyah, usianya sudah lebih dari 76 tahun. Beliau adalah putra dari Kiai Haji Abdullah Sajjad, salah seorang pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee Guluk-Guluk Sumenep.

Pendidikannya dimulai sejak kecil dengan belajar Al-Qur’an. Sementara ilmu agama lain seperti Fiqih, Nahwu dan Sharraf , belajar pada kakak-kakaknya. Dalam catatan yang diperlihatkan oleh Kiai Haji Abd Basith kepada Mata Sumenep, menerangkan bahwa dirinya banyak berguru pada Kiai Haji A Basyir AS.

“Setelah Kiai Haji A Basyir AS berhenti mondok (Alumnus Pondok Pesantren Sidogiri, Red), saya belajar ilmu-ilmu agama pada beliau. Banyak yang beliau ajarkan pada saya,” akunya kepada Mata Sumenep, tahun lalu.

Pada masa kecil, Kiai Abd. Basith sekolah di SDN Guluk-Guluk yang baru buka. Sehingga Kiai Haji Ashim Ilyas (sepupu) Kiai Haji Abd Basith AS juga disekolahkan ke SDN tersebut. Selang waktu yang tak begitu lama, beliau dipindah sekolahkan oleh Kiai Haji Mohammad Ilyas ke Madrasah pesantren Annuqayah. Kemudian melanjutkan studinya ke tingkat Mu’allimin selama 4 tahun. Tidak sampai kelas 5 dan 6. Kiai Basith menyelesaikan kelas % dan 6 di Pondok Pesantren Darul Ulum, Peterongan Jombang.

Dengan berbagai bekal ilmu yang beliau miliki, Kiai Haji Abd Basith AS melanjutkan belajar di IAIN Malang pada Fakultas Tarbiyah. Waktu itu ada kejadian G30S/PKI, sehingga kewajiban belajar untuk sarjana muda ditempuh dalam kurun waktu 4 tahun. Kemudian studi doktoralnya dilanjutkan ke salah satu kampus yang ada di Jember selama 2 tahun. Karena sarjananya harus diselesaikan di Malang dengan terpaksa beliau mengikuti kursus Bahasa Arab selama 6 bulan di Surabaya.

Sepulang studi ke berbagai perguruan tinggi, beliau diamanahi tugas sebagai Kepala Sekolah MI Anuqayah. Berjalan beberapa tahun, beliau mengikuti kursus tentang Pengembangan Masyarakat yang diselenggarakan oleh LP3ES, bertempat di Pondok Pesantren Pabelan, Muntelan, Jawa Tengah selama 6 bulan.

Kiai Basith punya cerita tentang para tamu luar negeri yang bertandang ke Ponpes Annuqayah sejak dulu. Keberedaan tamu itu, dimanfaatkan oleh Kiai Basith untuk menjalin kerjasama terutama dalam kegiatan NGO Internasional.

Berkat komunikasi intens dengan LSM asing itu, Kiai Basith bisa berkomunikasi dan menjalin akrab dengan Nasihin Hasan dan Kiai Haji Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Bersama dua orang beken ini, Kiai Basith ikut serta mendirikan ACFOD di Bangkok.

Sejak muda, Kiai Basith dikenal sebagai aktivis yang memiliki cara berfikir metropolis dan inklusif. Meski lahir dan besar dari keluarga pesantren salaf, Kiai Basith muda kerap mondar-mandir ke berbagai negara yang mayoritas non muslim. Sebut saja, Bangkok, Chiang Mai, Thailand dan Bangladesh.

Di luar aktivitas dunia NGO, Kiai Basith muda mengisi waktu kosong untuk berkarya. Sejak muda hingga kini, beliau masih produktif menulis. Salah satu hasil karyanya yang beliau diingat berupa Tafsir Surat Yasin dengan tiga Bahasa (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Arab). Buku Perjuangan Seorang santri dan Annajah (Annuqayah Jamilah).

“Banyak karangan saya yang sudah dibukukan. Dari saking banyaknya, saya sendiri sampai lupa apa saja yang pernah saya tulis,” ceritanya sambil tertawa dengan suara lembut nan pelan.

Dari sekian karya yang diceritakan, Mata Sumenep berusaha mengorek nama karya-karya beliau yang pernah ditulis pada tahun 60-an. Beberapa menit setelah perbincangan, beliau ingat pada karangan pertamanya, yaitu Pribahasa 3 Bahasa, Pribahasa 3 Bahasa ini ditulis pada tahun 1960. Tapi dicetak menjadi buku pada tahun 1999.

Di antara isi pribahasa tersebut adalah sebuah pepatah yang dikhususkan kepada penerus bangsa untuk mengikuti perkembangan jaman, namun tidak harus larut dalam perubahan yang mengglobal.

Pribahasa 1: Zaman Beralih, Musim Bertukar. Pribahasa ini mengandung arti bahwa adat-istiadat selalu berubah menurut zamannya. Maka kita sebagai generasi penerus harus bisa menyikapi segala macam fenomena dengan lebih hati-hati dan cermat.

Pribahasa 2: Tomorrow Is Another Day. Dalam tafsir Mata Sumenep, Kiai Haji Abd Basith As sangat disiplin terhadap waktu dan pekerjaan. Pribahasa ini jika diterjemahkan dalah Bahasa Indonesia memiliki arti “Besok adalah Hari yang Lain”, ini menunjukkan bahwa beliau termasuk diantara yang berpegang teguh pada pendirian. Sehingga tidak pernah menunda apapun saja selagi ia masih mampu menyelesaikan hari ini.

Pribahasa 3 :“Domba-domba yang bodoh akan memberi tahu rahasia-rahasianya kepada serigala”, pribahasa ini menunjukkan bahwa betapa bodohnya seorang pemimpin yang masih membicarakan kelebihan dan kekurangannya kepada pemimpin lain.

Membaca petikan isi buku Pribahasa 3 Bahasa di atas, menunjukkan keilmuan dan wawasan Kiai Haji Abd Basith AS yang sangat luas dan mendalam. Sangat wajar jika beliau merupakan salah seorang penulis terkemuka Annuqayah yang tetap produktif hingga usia senja.

Saking produktif berkarya, Kiai Basith lupa jumlah dan nama judul-judul buku yang pernah ditulis.Berkarya dalam tulisan bagi Kiai Basith merupakan saluran kecintaan tanpa perlu menghitung hasilnya. “Berkarya bisa memberi manfaat bagi pembaca dan tentu saja dinilai pahala disisi-Nya. Mengabadikan kebaikan adalah dengan tidak mengingat-ingatnya,” pesannya.

Sumber: Mata Sumenep

KPU Bangkalan