Yang terjadi kemudian banyak dosen yang menjadi tukang palak intelektual, memalak mahasiswa supaya membuat penelitian ilmiah, lalu sang dosen mendaku dengan menempelkan namanya sebagai ‘’first author’’.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Sang dosen masih memaksa para mahsiswa supaya mengutip karya ilmiahnya untuk menaikkan sitasi.
Jabatan rektor dikontrol dan ditentukan oleh pemerintah sehingga praktis rektor adalah pegawai pemerintah.
Malah ada juga rektor yang menjadi ‘’petugas partai’’. Rektor tidak menjadi panutan intelektual, tapi lebih sebagai direktur utama atau CEO sebuah perusahaan perseroan.
Tidak adanya politik kampus menjadikan kontrol dari internal lemah. Korupsi di kampus tidak terendus dan tidak terdeteksi.
Kasusnya baru meledak setelah rektor tertangkap OTT (operasi tangkap tangan) oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Apa yang terjadi terhadap rektor Universitas Lampung, Profesor Karomani sebenarnya tidak mengagetkan, karena praktik itu tidak mungkin hanya terjadi di Unila.
Nasib Prof. Karomani sungguh apes, sudah dicokok KPK, namanya sekarang diplesetkan menjadi ‘’Prof. Karomoney’’.
Akademisi telah menjadi akademia gelap, dan kampus telah mati. Begitu kata Peter Fleming dalam ‘’Dark Academia; How Universities Die’’. Kampus tidak lagi melahirkan intelektual organik ala Gramsci yang bisa menjadi kontrol terhadap kekuasaan.
Sebaliknya kampus banyak melahirkan ‘’cheer leaders intelectuals’’ para intelektual pemandu sorak yang menjadi bagian dari pertunjukan kekuasaan.