Politik

Kiai Busyro Ditinggal PKB

×

Kiai Busyro Ditinggal PKB

Sebarkan artikel ini

Catatan: Hambali Rasidi

Kiai Busyro Ditinggal PKB

TULISAN ini seperti ingin mengatakan saya kudet alias kurang update.

“Bicara Pilkada Sumenep kok tergantung Kiai Busyro,” sebut seorang teman seperti menegur.

Saya tanya. “Gak kebalik?,”. Si teman sebut Kudet alias kurang update dinamika PKB Sumenep.

Saya mikir. Ternyata betul.

Si teman pakai kacamata DPP PKB. Soal Pilkada memang peran DPP. Bukan peran Kiai Busyro atau DPC.

Rekom DPP sebagai sayarat dukungan Paslon.

Bahkan si teman bilang agak ekstrim. “Kiai Busyro banyak ditinggal. PKB Sumenep punya haluan sendiri. Bukan lagi ke Kiai Busyro,” terang si teman.

Di luaran, banyak yang bicara liar soal fenomena PKB pasca Pileg. Dan dinamikan PKB jelang Pilkada.

Saya tetap tak yakin. Karena sejak awal PKB Sumenep itu identik dengan Kiai Busyro.

Kalau ditanya, siapa ketua PKB? Masyarakat akan menjawab Ke Busyro.

Lha, kalau Ke Imam (Imam Hasyim)? Oh, itu gantinya.

Kalau Kiai Busyro ditinggal PKB, ah itu jangan-jangan …atau apalah…

Saya teringat, tahun 2009. Banyak yang prediksi, karier politik Kiai Busyro tamat. Setelah jadi Ketua DPRD Sumenep, dua periode.

Saya juga pernah buat buku berjudul; Kiai Busyro Berjuang Seorang Diri.

Itulah fakta politik. Masih belum ada yang bisa menerka sikap dan arah politik Kiai Busyro. Masih belum ada lawan tandingnya.

Ok, saya tak akan memperpanjang teguran Kudet. Bagaimanapun saya menganggap PKB itu Partai Kiai Busyro.

Saya akan cerita teori ekonomi.

Produk laku di pasar tergantung titik akhir jual. Sebagus apa pun produk, tapi gagal di bagian penjual. Produk itu seperti barang di etalase. Hanya indah dipandang.

Hermawan Kertajaya dan Rhenald Kasali sering mengupas dunia pasar dan produk. Pakar bisnis dan pemasaran ini, selalu bicara marketable yang dikedepankan.

Dunia pasar didahulukan. Produk dikesampingkan.

Sebelum mencipta produk, lihat dulu apa kebutuhan pasar. Setelah mengerti kebutuhan pasar, baru buat produk sesuai kehendak pasar.

Setelah selesai kesesuaian pasar dan produk. Baru mencipta jalur distribusi produk hingga ke titik akhir pasar. Yaitu penjual.

Jangan heran, kalau pengecer atau penjual beli produk langsung ke produsen. Bakal dapat cash back di atas lima puluh persen. Hanya ada syarat dan ketentuan berlaku.

Kenapa produsen memanja pengecer atau penjual? Itulah rahasia pasar.

Laku tidaknya sebuah produk. Penjual akan mengemas aneka teknis agar produk itu laris manis.

Selain penjual, pabrikan biasanya juga memanja para agen dan distributor.

Dua kelompok ini, jalur produk yang bisa menjadi kunci berkembang pesat dan merata.

Mencipta market distributor ke agen ke penjual itu lebih efektif dan efisien dalam memasarkan produk dari produsen.

Bayangkan, jika pabrikan bawa produk langsung ke penjual agar cepat laku di konsumen. Tanpa melewati distributor dan agen.

Anda bisa simpulkan sendiri. Mana efektif dan efisien.

Sepengetahuan saya. Pilkada dan teori
Hermawan Kertajaya dan Rhenald Kasali soal penciptaan produk dan pasar tak jauh beda.

Serupa tidak sama.

Sehebat apa pun calon yang akan maju di Pilkada Sumenep 2020. Tapi tak sesuai dengan selera pasar. Khawatir seperti teori dua pakar di atas. Hanya indah dipandang dalam etalase.

Begitu pun.

Kesesuaian produk dan pasar. Tanpa ada distributor dan agen serta penjual yang handal, produk itu juga akan beputar di satu tempat.

Produknya tak menyebar secara menyeluruh untuk menguasai pasar.

Opsinya? Ngikuti selera pasar. Siapa yang punya pasar. Siapa yang nguasai politik Sumenep. Siapa yang memiliki distributor dan agen handal di pasar politik Sumenep.

Jika ngotot, memakai pola produsen langsung ke penjual. Khawatir, seperti guyonan di warung-warung kopi.

Masok ka jedding soro‘.

Sementara, yang bisa ngendalikan pasar politik masih Kiai Busyro.

Anda percaya?

Ngenom lu…

Sumenep, 24 September 2019.

KPU Bangkalan