Pasca reformasi, dua puluh tahun berturut, Kabupaten Sumenep dipimpin figur bupati dari pesantren. Bupati KH Ramdlan Siradj dan Bupati KH A. Busyro Karim.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Pilkada Sumenep 2020, menjadi ujian paling berat bagi politisi pesantren. Entahlah, apakah masih bertahan figur bupati dari pesantren di Pilkada Sumenep 2020?
Saya tak punya kapasitas menerawang. Saya bukan ahli survey. Saya hanya bisa merangkai kata dalam dunia maya. Biar mereka, para pendekar politik yang menentukan.
Saya bisa amati, realitas politik di Sumenep mulai bergeser. Beberapa tahun berlalu, masyarakat arus bawah dihadapkan dua kemelut. Kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah.
Mereka nyaris tak bisa mengelak ketika beras di dapur tak ada untuk masak. Ketika ada kiriman amplop untuk beli beras, mereka bergegas. Mereka tak berpikir lima tahun akan datang. Mereka berpikir, hari ini, ada beras untuk masak.
Prosentase kelompok ini belum bisa dihitung. Berapa persen dari penduduk Sumenep. Fenomenanya hanya bisa dilihat jelang Pileg. Tak tahu bila jelang Pilkada.
Di luar kelompok ini, ada kelompok yang melihat figur. Harapannya, figur yang akan dipilih bisa membawa maslahat untuk Sumenep. Maslahat untuk dirinya dan masyarakat Sumenep secara keseluruhan. Angkanya juga belum saya ketahui. Hanya fenomena yang muncul di wacana-wacana warung kopi.
Ada juga kelompok loyalis. Mereka hanya punya pilihan kepada figur yang satu ideologi atau jejaring. Ya…lebih tepatnya, satu habitat. Orang lain menyebut senyawa. Satu kultur. Kata pengamat Jakarta, politik identitas.
Terakhir, kelompok agen. Kata teman di Bondowoso, tokang tebbes. Kelompok ini dalam bahasa politik, penggerak suara (vote getter). Distribusi suara kemana, tergantung kelompok ini.
Di luar klasifikasi di atas, masih ada. Hanya saya tak bisa nyebut, satu persatu secara digit. Maklum, saya hanya bisa merangkai kata di dunia maya.
Pesantren dan Migas
Jika disimpulkan, fenemone Pilkada Sumenep 2020 secara garis besar dihadapkan pada dua kutub. Pesantren dan Migas.
Sepengetahuan banyak orang, jumlah Pesantren dan Santri di Sumenep sudah tak diragukan. Jika diprosentasekan bisa di angka 80 persen dari jumlah penduduk Sumenep.
Mereka yang terkategori pernah nyantri. Entah nyantri di langgar-langgar atau di pesantren. Walau sekejap. Sisanya, masyarakat biasa. Cukup bisa ngaji Al-Qur’an.
Jejaring pesantren dan santri ini selalu mewarnai setiap hajat politik di Sumenep. Entah Pilkades, Pileg hingga Pilkada.
Perannya beragam. Satu sama lain bertautan. Sehingga tercipta kekuatan politik di geografi tertentu. Tergantung jejaring yang terbangun.
Sedangkan Migas sebuah istilah yang selalu dikaitkan oleh pengamat jika ada event Pilkada. Kata pengamat, bisnis Migas itu menyimpan gula. Semut yang diseberang pasti datang berkerumun.
Peraturan Menteri ESDM No 37 Tahun 2016 memberi gula ke daerah penghasil Migas. Sumenep sebagai daerah penghasil akan diberi saham PI Migas 10 persen. Pengelolanya, BUMD khusus.
Ada dua kontraktor Migas di Sumenep yang akan produksi tahun depan. K3S itu akan lifting (siap jual) Migas.
Wih…. Anda bisa bayangkan berapa hasil BUMD jika ngelola PI Migas. Saya gak bisa rinci. Hanya bisa menduga. Karena akses informasi lifting Migas yang dikelola bentuk PI, tak ngerti.
Saya punya gambaran PI Migas yang dikelola BUMD Provinsi Jawa Barat, PT MUJ. Sumur Minyak yang diproduksi mencapai 35.700 ribu barel per hari (BPH). Sedangkan lifting Gas mencapai 106,4 MMSCFD.
Dari produksi itu, laba bersih PI PT MUJÂ pada tahun buku 2018, sebesar US$ 7,85 juta atau setara Rp 111,47 miliar dengan kurs Rp 14.200 per dolar. Setoran ke PAD Jabar, mencapai Rp 35,62 miliar atau sebesar 32,11 persen dari laba bersih.
Bandingkan dengan kandungan Migas di Blok Kangean yang dikelola PT KEI dan PT EMP. Tahun 2018, total produksi gas sebesar 132 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD). Sementara produksi minyak 1.780 ribu barel minyak per hari (BPH).
Lifting Migas di Blok Kangean masuk 10 besar pasokan Migas nasional. Hasil produksinya nyaris serupa dengan sumur lepas pantai utara Provinsi Jawa Barat. Sayang, PI Migas di Blok Kangean itu masih belum dikelola BUMD Pemkab Sumenep.Entah kenapa. Biar rumput tetangga yang bicara.
Ini baru sumur Migas di Blok Kangean.
Lain lagi sumur Migas di pantai Desa Tanjung, Saronggi yang dikelola PT EML. Ditambah sumur Migas di lepas pantai di perairan Raas-Sapudi yang dikelola PT Husky Cnooc Madura Limited (HCML). Dua Sumur ini, kabarnya bakal berproduksi tahun 2020.
Anda bisa menghitung sendiri, berapa laba bersih yang bakal di raih BUMD Sumenep dari ngelola PI Migas. Provinsi Jawa Barat, dapat laba bersih Rp 111,47 Miliar per tahun. Kandungan Migasnya nyaris sama dengan Blok Kangean. Ditambah dua sumur Migas yang bakal produksi.
Pesona Satelit, 26 Juli 2019