Sengketa Lahan Pendidikan, Isu Lama Bersemi Kembali

×

Sengketa Lahan Pendidikan, Isu Lama Bersemi Kembali

Sebarkan artikel ini

 

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

SDN Robatal 1Pemerintah daerah belum mampu menuntaskan sengketa lahan pendidikan. Ahli waris lahan geram. Sejumlah pihak yang bertanggung jawab menunggu gugatan ke pengadilan.

 

Berdasarkan data dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Jawa Timur, sejumlah lahan pendidikan di Sampang bermasalah. Dari total 692 lahan Dinas Pendidikan, hanya 319 lahan yang bersertifikat. Sedangkan 326 lahan belum bersertifikat ditambah 37 lahan yang bersengketa. Bagaikan bom waktu, warga yang merasa memiliki tanah menuntut ganti rugi kepada pemerintah daerah. Bahkan ada juga aksi penyegelan yang membuat proses belajar mengajar terganggu.

Seperti yang terjadi pertengahan Agustus lalu di SDN Robatal 1. Subaidi, ahli waris tanah melakukan penyegelan untuk kesekian kalinya. Sebelumnya di tahun 2008 juga dilakukan hal serupa dan pemerintah menjanjikan ganti rugi. Karena tak kunjung terselesaikan, Subaidi kembali melakukan penyegelan. Dalam sejumlah kesempatan Kepala Dinas Pendidikan Sampang, Heri Purnomo mengatakan, pihaknya masih menunggu putusan dari pengadilan. Karena menurutnya Disdik tidak bisa memberikan ganti rugi apabila belum ada putusan pengadilan.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kepala Bidang Pengelolaan Aset Dispendaloka Sampang, Bambang Indra. Menurutnya, apabila masyarakat merasa memiliki bukti kepemilikan yang sah, sebaiknya diajukan ke pengadilan. Ia melanjutkan, sejauh ini belum ada ahli waris yang melakukan gugatan. “Nanti biar pengadilan yang memutus,” katanya kepada Mata Madura, Selasa pekan lalu.

Bambang juga menjelaskan, para ahli waris lahan tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan berupa sertifikat tanah. Pemilik lahan, lanjutnya, hanya bisa menunjukkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Menurut Bambang SPPT tidak termasuk ke dalam bukti kepemilikan. Namun ia juga mengakui kalau pemkab juga tidak memiliki bukti administrasi kepemilikan. Pemda hanya memiliki bukti fisik bangunan. “Mari sandingkan dokumen yang dimiliki masyarakat. Pemda punya bukti fisik,” katanya.

Ketua Komisi IV DPRD Sampang, Amin Arif Tirtana mengatakan, persoalan sengketa lahan pendidikan yang ada di bawah naungan Dinas Pendidikan merupakan masalah lama dan rumit. Bahkan Amin menilai kinerja pemda dalam menyelesaikan sengketa tidak jelas. Menurutnya pemerintah daerah dan masyarakat ahli waris tanah tidak memikirkan efek jangka panjang, hanya mementingkan dirinya sendiri. “Akhirnya justru siswa yang jadi korban,” katanya.

Persoalan kepemilikan lahan pendidikan tidak hanya di Sampang. Menurut Bambang hampir semua daerah mengalami hal serupa. Akar permasalahan dari masalah ini menurutnya adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 1975 tentang Program Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar yang diterbitkan oleh Soeharto. Inpres tersebut menginstruksikan kepada Dinas Pendidikan di tiap daerah untuk melakukan pembangunan sekolah dasar. Pada waktu itu penyerahan lahan dari masyarakat dilakukan tanpa akad yang jelas.

Amin mengungkapkan, pemda sudah membentuk tim penyelesaian sengketa yang bersinergi dengan Disdik dan Dispendaloka. Namun menurutnya kinerja tim itu masih belum maksimal dan tidak terlihat. Hal ini dibantah oleh Bambang yang mengaku sudah menyelesaikan 10 tanah bermasalah di tahun ini. “Kami akan terus melakukan usaha pembebasan lahan,” kata Bambang.

Sebagai usaha melakukan pembebasan lahan, Dispendaloka melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Selain itu juga melakukan inventarisasi tanah bermasalah. “Kita juga menganggarkan program sertifikasi lahan,” tamba Bambang.

Amin menghimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan penyegelan agar tidak mengorbankan hak peserta didik untuk menuntut ilmu. Tanpa adanya semangat yang sama dari pemda maupun masyarakat, ia melanjutkan, permasalahan tidak akan pernah selesai. “Kalau masyarakat memiliki bukti konkrit, gugat secara perdata,” katanya.

jamal