Budaya

Pangeran Ronggodiboso; Cikal Bakal Dalem Panggung Songennep (1)

×

Pangeran Ronggodiboso; Cikal Bakal Dalem Panggung Songennep (1)

Sebarkan artikel ini
Pasarean Pangeran Ronggodiboso alias Raden Entol Anom alias Raden Onggodiwongso di Asta Tinggi, Sumenep. (Foto/RM Farhan)

DALAM tulisan rubrik Budaya, Rumah atau Dalem Panggung Sumenep disebut sudah ada bahkan sejak sebelum masa Dinasti Terakhir (1750-1929). Dalam Sejarah Rumah Panggung, catatan dari K. R. Moh. Ramli Sasmitokusumo (Wedana Kangayan sekitar 1946), sebutan rumah atau dalem panggung itu mengacu pada bangunan dalem Pangeran Ronggodiboso. Siapakah sosok yang sebagian tokoh sejarahwan Sumenep tempo doeloe menyebutnya sebagai Patih Raden Ronggomiring (Ranggamereng) ini?

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Ulama dan Priyayi Agung

Nama Pangeran Ronggodiboso atau Raden Onggodiwongso tidak dikupas di beberapa literatur tentang Songennep awal. Seperti misalnya buku Babad Songennep (1914) yang ditulis oleh Raden Werdisastra. Padahal Werdisastra adalah keturunan langsung jalur pancer (pancaran laki-laki) dari Pangeran Ronggodiboso. Namun seperti kebanyakan tokoh-tokoh besar lainnya, nama beliau banyak dikutip dalam beberapa catatan silsilah tokoh-tokoh penting Madura.

Dalam catatan Silsilah susunan K. R. Moh. Ramli Sasmitokusumo (Wedana Kangayan), Pangeran Ronggodiboso bernama lain Raden Onggodiwongso adalah Patih Dalem Sumenep. Beliau ialah putra dari Raden Sutojoyo yang merupakan Kuasa wilayah Sotabar (sekarang masuk Pamekasan), wilayah pesisir utara yang masuk kawasan Keraton Sumenep, dengan pangkat Tumenggung.

Tumenggung Sutojoyo ini adalah putra Pangeran Macan Alas Waru (Waru, Pamekasan). Pangeran Macan Alas merupakan waliyullah agung di masanya, dan tokoh pembabat kawasan Waru yang dahulu merupakan kawasan angker dan dikenal penuh dengan binatang buas dan mahluk halus. Pangeran Macan Alas adalah putra Pangeran Ario Sosrodipuro yaitu Pangeran Saba Pele di Sampang.

Catatan silsilah ini sesuai dengan catatan dari K. R. B. Moh. Mahfudh Wongsoleksono (Wedana Kangayan di periode setelahnya), yang bersumber dari Catatan Silsilah (Stambook) ayahnya, K. R. P. Wongsoleksono (1898-1974) yang dikenal dengan Kiai Wongsoleksono, Penghulu; Imam pertama Masjid Jami’ Sumenep dan salah satu tokoh Thariqoh Naqsyabandiah di Sumenep.

Catatan K. R. B. Moh. Mahfudh menyebut Raden Onggodiwongso putra Raden Sutojoyo (Manteri Sotabar), dan seterusnya ke atas sama dengan catatan K. R. Moh Ramli. Hanya di catatan Wedana Mahfudh, Raden Onggodiwongso memiliki dua saudara laki-laki bernama Raden Entol Bagus, dan Raden Entol Janingrat. Raden Onggodiwongso sendiri bernama lain Raden Entol Anom.

Catatan-catatan lain bersumber dari keluarga besar di area Rumah Panggung Pangeran Ronggodiboso, yang salah satunya berupa catatan asli saat ini berada di tangan Imam Supardi, mantan Wakil Gubernur Jawa Timur. ”Lengkap dengan surat-surat penting lainnya. Catatan yang ada di saya berupa kopiannya,” kata I Bagus Salam alias Iik Guno Sasmito, salah satu keponakan Imam Supardi, dan cucu langsung K. R. Moh Ramli Sasmitokusumo.

Selain itu juga ada catatan-catatan tentang silsilah Pangeran Saba Pele di luar lingkungan Keraton Sumenep. Catatan-catatan itu tersimpan di beberapa keluarga yang mengklaim masih keturunan Pangeran Macan Alas Waru. Seperti catatan di daerah pesisir utara, yaitu Pasongsongan.

Ada juga catatan di kalangan keluarga pesantren di wilayah Pamekasan, bahkan hingga Tapal kuda. Di catatan-catatan tersebut, salah satu putra Raden Tumenggung Sutojoyo, yang bernama Raden Entol Janingrat merupakan leluhur tokoh-tokoh alim ulama di wilayah Waru yang hingga kini dikeramatkan. Seperti Nyai Agung Waru, Kiai Bayan, Bindara Fata, dan lainnya.

Nyai Agung Waru ialah satu-satunya putri Raden Entol Janingrat. Beliau dikenal sebagai waliyullah yang diyakini hingga kini masih hidup. Nyai Agung menikah dengan Kiai Agung Waru dan berputra beberapa orang, di antaranya Kiai Bayan (Kiai Waru II), Kiai Pakes, Bindara Fata (leluhur kiai-kiai di Pasongsongan dan Ambunten), dan Nyai Ummu Sajid (leluhur kiai-kiai di Pesantren Banyuanyar, Bata-bata, Nurul Jadid Paiton, Tempurejo Jember, dan lainnya).

Kembali pada Pangeran Saba Pele, dalam catatan selain dari catatan R.B. Mahfudh dan K.R. Ramli di atas, Sang Pangeran ini disebut putra Panembahan Sampang. Catatan ini terdapat di kalangan keluarga pesisir utara dan Pamekasan. Menurut catatan di Madura Barat tertulis ayah Pangeran Saba Pele bernama Kiai Adipati Putramenggolo. Ke atas lagi, baik catatan Pamekasan atau Madura Barat (Bangkalan), ayah Pangeran Saba Pele ini masyhur sebagai putra sulung Sunan Cendana alias Sayyid Zainal Abidin alias Pangeran Purnajaya, Kwanyar Bangkalan; Waliyullah agung Madura di masanya.

Keluarga Tameng Ratu Tirtonegoro

Menurut kisah turun-temurun di kawasan Dalem Panggung Pangeran Ronggodiboso, Pate Rangga merupakan sosok alim besar, cendekia, dan arifbillah. Di samping juga dikenal sebagai pendekar yang linuih dan pilih tanding.

”Kisah turun-temurun menyebut Pangeran Ranggadibasa ini berpostur tinggi besar dan gagah. Sehingga saat menunggang kuda, kudanya menjadi miring. Sehingga konon beliau juga disebut Rangga Mereng (Ronggo Miring),” kata Iik.

Sebutan Rangga Mereng ini perlu dikaji lagi. Meski sebagian riwayat keturunan Ronggodiboso di Kepanjin itu menyebut demikian. Buku Babad Songennep menyebut tokoh ini sebagai pimpinan pasukan Sumenep saat diserang Bali dan mengakibatkan Pangeran Lor I meninggal dunia. Raden Rangga Mereng inilah yang mengusir laskar Bali hingga bercerai-berai.

Hanya babad tak menyebut asal-usul Sang Panglima tangguh itu. Hanya Pangeran Lor I menyebutnya Paman. Namun jika tokoh di babad itu diidentikkan dengan Raden Ronggodiboso, maka dari segi masa, tidaklah tepat, dengan analisa nantinya.

”Hanya ada juga riwayat bahwa Pate Ranggadibasa itu dikenal Rangga Mereng II, yaitu keturunan Rangga Mereng di masa Pangeran Lor I. Nah, apakah Rangga Mereng I itu adalah Tumenggung Sutojoyo tak bisa dipastikan,” kata Iik.

Kembali pada kawasan dalem panggung, langgar kuna yang didirikan Ronggodiboso di samping dalem panggung, digunakan dalam kepenting syiar Islam. Beliau dikenal alim dan menguasai banyak pengetahuan. Banyak tokoh dan masyarakat yang konon berguru kepada beliau kala itu.

Menurut sumber dua catatan di atas, Pangeran Ronggodiboso atau Pate Rangga memiliki dua orang putra. Yang pertama ialah Raden Demang Wongsonegoro (Patih Dalem Sumenep, mengganti Pangeran Rangga) dan Raden Kromosure atau  Raden Atmologo (Patih yang berkedudukan di Sotabar).

Raden Demang Wongsonegoro ini yang dikenal dengan panggilan Pate Bangsa atau Patih Wongso. Keturunannya di kampung Dalem Panggung Pangeran Ranggadibasa, menyebut beliau Ju’ Bangsa. Sedang Raden Kromosure alias Raden Atmologo dikenal dengan Pate Sure atau Pate Atma.(bersambung)

RBM Farhan Muzammily