Oleh: Dwi Indah Lestari, S.TP*
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!“Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api†(HR. Abu Dawud).
Begitulah sebuah hadits telah menunjukkan, bahwa air adalah termasuk dalam salah satu benda yang menjadi hajat hidup banyak orang. Karena statusnya tersebut, penguasaan dan pengelolaan air yang tidak tepat akan berpotensi menimbulkan persengketaan di tengah masyarakat.
Senin, 27 Juli 2020, warga Desa Pocong, Kecamatan Tragah, Bangkalan menggelar audiensi dengan manajemen PDAM Bangkalan. Melalui wakilnya, Joni Siswanto menyampaikan kegerahannya setelah melihat masyarakat sekitar lokasi sumber air PDAM Sumber Pocong tak pernah merasakan dampak keuntungan dari Perusahaan Daerah PDAM Bangkalan (matamaduranews.com, 27 Juli 2020).
Padahal, sumber mata air tersebut telah dieksploitasi bertahun-tahun lamanya, namun warga sekitar tak merasakan “segarâ€nya profit yang dihasilkan oleh salah satu Badan Usaha Milik Daerah tersebut. Bahkan meski anggaran yang yang digelontorkan dari APBD hingga miliaran rupiah, namun setiap tahun PDAM selalu melaporkan mengalami kerugian.
Harta Milik Rakyat, Harus Negara Pengelolanya
Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dikatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyatâ€. Hal ini jelas sesuai dengan hadits yang disampaikan di atas, bahwa air merupakan salah satu benda yang semestinya bisa dinikmati oleh semua orang.
Berserikatnya manusia terhadap air dikarenakan ia merupkan barang yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Tanpa air manusia takkan bisa bertahan hidup. Karenanya bisa dikatakan bahwa air adalah harta yang dimiliki bersama oleh rakyat.
Dengan sifatnya sebagai harta milik umum, maka sepatutnya penguasaan dan pengelolaannya tidak boleh dimonopoli oleh perseorangan atau kelompok tertentu. Sebab, semua orang yang tinggal di wilayah di mana sumber air itu berada seharusnya berhak menikmatinya kapanpun. Sebagaimana bila kita memilki harta berupa kendaraan, maka kita berhak mengunakannya kapanpun saat dibutuhkan tanpa perlu ijin siapapun, sebab kita adalah pemiliknya.
Hanya saja dengan statusnya sebagai kepemilikan umum, maka bila tidak ada pihak berwenang yang mengaturnya, akan rentan terjadi persengketaan di masyarakat, saat hendak memanfaatkannya. Untuk itulah Negara hadir. Negara dengan segenap wewenangnya, kemudian berkewajiban melakukan pengaturan dan pengelolaan untuk mengeliminir pertikaian yang mungkin terjadi di tengah rakyat berkaitan dengan penggunaannya.
Sebagaimana yang telah diamanatkan oleh konstitusi Dasar Negara, yaitu UUD 1945, maka secara penuh pengelolaan harta milik rakyat ini semestinya dikuasai oleh Negara. Negara tidak boleh menyerahkannya pada korporasi baik milik individu ataupun kelompok apalagi perusahaan asing untuk mengelolanya. Untuk itu, komersialisasi kepemilikan umum oleh perusahaan-perusahaan baik dalam negeri maupun luar negeri semestinya tidak diperbolehkan.
Sebab, korporasi pasti berorientasi pada laba. Hal inilah yang menyebabkan rakyat akhirnya harus membayar dengan harga tinggi untuk menikmati air dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-harinya, atau bahkan tidak punya kesempatan untuk merasakannya. Padahal, apa yang dibeli itu sebenarnya adalah miliknya sendiri. Jadi, mengapa untuk itu harganya harus mahal atau bahkan terhalang untuk mendapatkannya?
Untuk itu, negaralah sebenarnya yang memiliki tanggung jawab mengelolanya. Hasil pengelolaan sumber daya alam itu, termasuk air nantinya semestinya dikembalikan kepada rakyat untuk membangun kemakmurannya. Tentu saja agar terwujud kemakmuran yang dimaksud maka semestinya rakyat bisa menikmatinya dengan harga murah atau bahkan cuma-cuma.
Sebagai pengurus urusan rakyat, Negara memiliki kekuatan penuh agar semua kepemilikan umum yang merupakan hak rakyat bisa dinikmati secara adil dan merata. Sebenarnya Negara tidak merugi dalam pelaksanaan perannya untuk melayani kemaslahatan rakyat, termasuk pemenuhan kebutuhan air untuk rakyat. Jika anggaran Negara tidak digunakan untuk mensejahterakan rakyatnya, lalu untuk apa lagi? Wallahu’alam bisshowab.
*Penulis berdomisili di Bangkalan, Madura. Lahir di Bojonegoro, 22 Mei 1980. Memiliki ketertarikan dalam mengamati masalah-masalah sosial di masyarakat.