Religi

Ketika Imam Al-Ghazali Berguru ke Penjahit Sepatu

×

Ketika Imam Al-Ghazali Berguru ke Penjahit Sepatu

Sebarkan artikel ini
Ketika Imam Al-Ghazali Berguru ke Penjahit Sepatu
ilustrasi

matamaduranews.com-Madhunun bih Ala Ghairi Ahlih. Sebuah kitab populer di kalangan pesantren yang bercerita penolakan sang adik, Ahmad, untuk bermakmum shalat dengan al-Ghazali karena sang kakak berlumur darah.

Dari kejadian itu, al-Ghazali sadar bahwa ilmu sang adik melampaui dirinya. Sehingga mengantarkan al-Ghazali ke dunia Sufi.

Sebelum terjun ke dunia sufisme, Imam al-Ghazali menjadi selebritas intelektual. Sampai Ndzam al-Mulk (perdana menteri Kesultanan Seljuk dan cendekiawan keturunan Persia) menaruh hormat kepada sang imam.

Ketika bergelut di dunia intelektual, Imam al-Ghazali melahirkan karya sekitar 228 kitab. Meliputi ilmu Tasawuf, Fiqh, Teologi, Logika, dan Filsafat.

Sayang, sebagian besar karya al-Ghazali musnah dibakar oleh tentara Mongol waktu invasi ke Baghdad pada abad ke XIII Masehi. Termasuk, Kitab Tafsir al-Qur’an 40 jilid ikut musnah terbakar. Sehingga  yang tersisa 54 kitab, yang dikenali sejumlah pesantren.

Kitab misterius Madhunun bih Ala Ghairi Ahlih, mudah di dapat dalam cerita lisan di sejumlah pesantren. Bahkan kisah al-Ghazali dalam kitab Madhunun bih Ala Ghairi Ahlih begitu populer.

Hanya sayang, wujud kitabnya masih misterius. Ada yang menyebut, kitab Madhunun bih Ala Ghairi Ahlih bagian dari kitab utuh Maarijul Quds. Tapi setelah ditelaah tidak ditemukan sub judul Madhunun bih Ala Ghairi Ahlih.

Suatu waktu, al-Ghazali menjadi Imam Shalat di Masjid. Dan  sang adik menjadi makmum. Ketika itu, sang adik membatalkan makmum karena melihat tubuh sang kakak berlumur darah. Sang adik memilih shalat  sendirian.

Setelah shalat, al-Ghazali mendengar informasi dari jamaah shalat, bahwa sang adik membatalkan makmumnya. Al-Ghazali mengadu kepada sang ummi. Al-Ghazali berpikir sang adik memiliki ilmu sesat sehingga nggan bermakmum shalat.

Sang ummi, bertanya: “Mengapa kamu (Ahmad) membatalkan makmum shalat kepada kakakmu (al-Ghazali),”.  Ahmad menjawab, “Aku melihat kanda al-Ghazali penuh darah saat menjadi imam shalat.”

Jawaban sang adik menyentak kesadaran al-Ghazali. “Memang  sebelum shalat, saya sedang menyelesaikan kitab fiqh pada bab haid. Ternyata, ingatan haid (darah wanita) dalam menyelesaikan kitab terbawa ke dalam shalat,” jawab al-Ghazali mengakui kekhilafannya.

Dari dialog tersebut, al-Ghazali meminta kepada sang adik untuk menunjukkan gurunya. Sang adik mengajak sang kakak menemui sang guru yang dituju.

Setelah diajak berjalan menemui sang guru, al-Ghazali sempat protes kepada sang adik karena diajak ke dalam pasar. Setelah ditunjukkan guru yang dituju, al-Ghazali sadar. Bahwa orang yang berprofesi penjahit sepatu dalam pasar adalah guru sang adik.

Memang, al-Ghazali merasa memiliki banyak utang jasa kepada sang adik. Saat jelang wafat, al-Ghazali perlu memanggil sang adik untuk menemaninya di dalam kamar berdua.

Hambali Rasidi

KPU Bangkalan

Respon (1)

  1. Bagus kisahnya. Dapat menggugah kesadaran kita bahwa kita harus banyak instropeksi diri

Komentar ditutup.