matamaduranews.com: PRESIDEN Joko Widodo mengatakan pers Indonesia tidak dalam kondisi baik-baik saja. Hal itu diungkapkannya ketika memberi sambutan pada puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Medan (9/2). Jokowi galau karena sekarang pers berkualitas tergerus oleh gelombang serbuan media sosial yang menyebarkan berita-berita tidak bermutu.
Jokowi melihat kemunculan platform –platform digital menggerus berita yang berkualitas. Dan, yang tidak kalah seram, platform digital menyedot pendapatan iklan media mainstream sampai 60 persen. Disrupsi digital yang dahsyat ini telah membuat banyak media cetak gulung tikar dan bermigrasi menjadi media online.
Disrupsi digital ini menjadi gelombang besar yang melanda industri media massa, bukan hanya di Indonsia, tetapi di seluruh dunia. Kemunculan teknologi digital menjadi disrupsi besar terhadap praktik manajemen media yang selama puluhan tahun sudah mapan. Semua media besar di seluruh dunia- termasuk raksasa media seperti The Washington Post, The New York Time, CNN, The Guardian– harus membongkar praktik manajemennya untuk menghadapi disrupsi digital.
Platform digital menjadi berkah dan sekaligus bencana dari perusahaan media yang sudah menikmati status quo puluhan atau bahkan ratusan tahun. Kemunculan platform digital merevolusi praktik distribusi dan sirkulasi media, termasuk praktik pencarian iklan yang selama ini menjadi jantung kehidupan media.
Ada tiga platform digital yang menjadi raja dalam bisnis digital global sekarang ini. Mereka adalah Facebook yang menguasai jagat media sosial, Google yang menjadi raja mesin pencari atau search engine, dan Amazon yang mendominasi dunia e-commerce. Trio FGA (Facebook, Google, Amzon) itu bukan perusahaan media, tetapi memperoleh keuntungan triliunan dolar dari bisnis media.
Tiga perusahaan trans-nasional itu mengklaim sebagai perusahaan teknologi dan tidak mau disebut sebagai perusahaan media dengan segala konsekuensi profesional dan etiknya. Padahal dalam praktiknya ketiga perusahaan itu telah menjarah lahan garapan media konvensional.
Inilah ciri khas disrupsi digital yang membuat dunia tunggang langgang. Muncul banyak perusahaan teknologi yang menyerobot lahan garapan perusahaan-perusahaan yang sudah mapan. Gojek dan Grab menjadi perusahaan layanan transportasi terbesar di dunia tanpa memiliki satu unit kendaraan pun.
Bukalapak dan Tokopedia menjadi penjual ritel terbesar di Indonesia tanpa punya satu gerai toko pun. Airbnb menjadi perusahaan penyedia akomodasi terbesar di dunia tanpa punya satu hotel pun.