Opini

Menulis Itu Mudah

×

Menulis Itu Mudah

Sebarkan artikel ini
Menulis Itu Mudah
Ilustrasi Menulis Itu Mudah. (By Design A. Warits/Mata Madura)

Oleh: Muhtadi. ZL*

Banyak orang mengatkan kalau menulis itu sulit, susah atau bahkan lebih ribet dari mengerjakan soal matematika. Hal ini tidak bisa dipungkiri oleh penulis pemula. Banyak dari mereka yang berkoar-koar tersebab tulisannya atau karya yang hendak dituangkan dari kepala sampai pada kertas tidak kunjung sampai pada ending.

Masalah-masalah seperti di atas memang kerap kali menghantui penulis pemula. Sebab, di satu sisi mereka baru mengenal dunia literasi, sementara di sisi lain juga harus menghadapi rintangan yang (biasanya) paling sering menghampiri yaitu jenuh dan tidak konsisten.

Namun jika kita pahami bahwa menulis merupakan sebuah pekerjaan, memang lumrahnya tidak akan lepas dari rintangan dan tantangan. Karena dengan adanya dua hal ini, akan diketahui sejauh mana ia ingin tahu dunia yang digelutinya dan dengan ini pula orang itu sendiri juga tahu akan kualitasnya sendiri.

Barangkali tidak cukup bila dihitung dengan jari soal berapa banyak penulis yang mengeluhkan tantangan yang sering menghampiri. Mulai dari susah memulai tulisan, ide atau angel yang tiba-tiba hilang begitu saja, sampai bahasa yang terlalu jelimet dan bertele-tele. Tantangan ini sudah pasti membuat rasa kecewa mereka diumbar bagai angin bersileweran.

Padahal, problem seperti ini tidak bisa dijadikan alasan atau pijakan untuk tidak menulis dan membuat suatu karya yang entah berupa fiksi atai non-fiksi. Karena menulis itu sendiri sebenarnya telah dilakukan semasih duduk di bangku Sekolah Dasar, dulu. Seperti saat membuat cerita tentang liburan atau menarasikan cita-cita yang ingin dicapai.

Baca Juga: Pentingnya Mencatat

Seandainya saya bisa mendeklarasikan. Saya berani mengatakan kalau menulis itu mudah. Karena jika dikaji kembali, ternyata keseharian kita adalah tulisan. Namun masih berbentuk ucapan, seperti cangkruan, diskusi dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk melinearkan ke dalam tulisan atau ke kertas, perlu penambahan kembali dari penulis itu sendiri. Karena sejatinya menulis itu hanya butuh pembiasaan yang mungkin bisa diibaratkan cinta terhadap sesuatu.

Sejauh ini, sudah sangat sering saya menjumpai penulis pemula yang curhat terkait problem yang mereka alami. Bahkan mereka juga bertanya terkait bagaimana cara menulis esai, cerpen, opini?

Sebenarnya sederhana saja. Seorang  penulis agar bisa menghasilkan sebuah karya, hal ini sangat mudah. Apalagi punya komitmen yang tinggi untuk melestarikan budaya menulis di Indonesia secara umum. Dan mungkin kebetulan salah satu dari sekian banyak penulis pemula mencintai cerpen dan esai yang akhir-akhir ini minim digeluti.

Seperti yang saya sebutkan—cerpen dan esai—kedua karya ini kalau ditelaah secara hakikat, ternyata hanya bercerita. Seperti kita bercerita tentang  asmara, tragedi dan politik yang sempat panas di negeri ini. Jika kegiatan ini terus mendapat tenggapan dari lawan bicara, tanpa disadari sudah menjadi karya. Hanya saja perlu penyuntingan kembali jika karya tersebut telah selesai digarap dan tinggal menggunakan bahasa dari penulis itu sendiri.

Secara teori, dalam teknik kepenulisan sering disebutkan untuk memulai sebuah karya diusahakan membuat kerangka terlebih dahulu. Mulai dari pembukaan, masalah-masalah yang ingin dihidangkan di awal paragraf dan solusi dari masalah yang ditimbulkan di awal kalimat. Hal ini bertujuan memudahkan kita dalam menuangkan ide ke dalam tulisan.

Sedangkan untuk mendapat kerangka itu sendiri sebenarnya juga mudah. Kita hanya perlu membaca realitas saja, karena setiap kejadian pasti ada tahapannya. Sehingga tinggal ditulis sesuai urutannya saja.

Ada cara yang lebih sederhana lagi untuk menghasilkan kerangka. Contoh gampangnya, ketika chating-an di WhatsApp, Facebook, BBM, Twiter dll. Setiap apa yang dibicarakan di media tersebut pasti dapat dikatakan menjadi kerangka tulisan. Sebab apa-apa yang dibicarakan pasti mengalir. Penulis pemula hanya perlu menambah kata perkata sesuai kemampuannya saja.

Menulis tak pernah susah. Yang susah adalah penulisnya saja yang belum benar-benar mencintai aktivitas menulis itu sendiri. Karena setiap detiknya, banyak kejadian dan fenomena yang malang melintang. Dan hal itu sebenarnya asyik untuk ditulis dan dieksplorasikan ke dalam sebuah karya.

Untuk membiasakan diri agar selalu menulis, mungkin saran saya, membuat jadwal sendiri. Yang mana jadwal itu harus benar-benar dipengang teguh eratkan. Karena dengan hal itu, setiap saat kita merasa ada kewajiban yang harus dipatuhi selain kewajiban Agama. Sehingga, tidak dapat dipungkiri bahwa adagium “menulis itu susah atau sulit” lenyap dari pikiran penulis pemula, utamanya di Indonesia, lebih khusus Madura.

Makanya, banyak penulis kondang yang karyanya sudah bertebaran di berbagai media, mulai cetak sampai elektronik, mengatakan “jangan jadi penulis jika buku dan bolpoin tak bisa kau kencani dengan begitu romantis. Sebab harapan setiap penulis—lanjut salah satu penulis kondang—ada pada kedua benda tersebut.”

Sebagai cacatan akhir, ironis sekali kalau masih banyak penulis pemula yang mengatakan bahwa menulis itu susah dan sulit. Apalagi di zaman teknologi yang semakin memudahkan kita untuk menulis dalam setiap keadaan. Seperti HP yang bisa digunakan untuk menulis sepontan dan bisa dijadikan cangkul untuk mengubur kalimat hantu “menulis itu susah” yang sejatinya tak pernah susah. Apalagi untuk menggarap karya yang berbentuk cerita.

Dengan kemudahan yang disajikan zaman, ditambah niat kuat melestarikan budaya menulis di Indonesia yang kian hari mengalami dekadensi, sejatinya menulis itu mudah sekali. Maka mulai sekarang berikhtiarlah dan believe it! Menulis itu mudah.

*Mahasiswa INSTIKA Guluk-Guluk, Sumenep dan Pengurus Perpustakaan PP Annuqayah daerah Lubangsa. Aktif di Komunitas Penulis Kreatif (KPK) Iksaj dan Komunitas Cinta Nulis (KCN) Lub-Sel.

KPU Bangkalan