Oleh: Mas Uud*
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Di tahun 2018 penuh dengan drama. Sorotan publik tanah air ini mengarah pada penghelatan pilkada dan piala dunia. Tangis dan tawa mencengkam hati pemirsa melihat hasil dari laga pilkada maupun piala dunia di luar dari ekspektasi mereka.
Pada kontestasi pilkada dan piala dunia kali ini ada hal yang sangat menarik untuk kita soroti bersama-sama. Dalam pilkada serentak di Pulau Jawa dan Madura misalnya, ada beberapa peserta muda pilkada yang berhasil menyingkirkan rival yang lebih senior darinya. Begitupun dalam piala dunia, pemain muda mampu memberikan perlawanan sengit terhadap lawan-lawannya.
Kali ini saya akan mengutip beberapa dimanika menarik selama piala dunia dan pilkada. Seperti halnya Emil Dardak selaku wakil Gubernur Jawa Timur sukses menyingkirkan Gus Ipul-Puti dari kursi tertinggi di Jawa Timur. Hal serupa terjadi di Jawa Barat. Dimana Pasa Rindu (Ridwan Kamil – Uu) dengan katagori paslon paling muda dari tiga di antara lainnya berhasil menduduki kursi Gubernur dan Wakil Gubernur di Jawa Barat.
Fenomena di atas juga terjadi di Pulau Madura. Paslon Muda berhasil menjadi Jawara. Pamekasan misalnya, Pasangan Badrut Taman – Raja’e (Berbaur) berhasil mengalahkan paslon dengan katogri tua yaitu Kholilurrahman – Fathorrohman sehingga mampu menduduki kursi Bupati dan Wakil Bupati Pamekasan. Di Sampang sendiri juga demikian. Pasangan JIHAD dengan kolaborasi wakilnya yang muda sukses menunduki dua paslon yang lain. Di ujung barat Madura, Bangkalan menghasilkan pemimpin paling muda. Duet Abdul Latif – Muhni sukses berduel dengan dua Paslon lainnya. Upps sorry, semua uraian di atas berdasarkan versi quick count.
Saya sendiri mengakui bahwa saya sangat mengidolakan Ronaldo di piala dunia, tapi saya adalah loyal fans dari tim Samba (Brazil). Sebagai penggemar sepakbola dan politik. Saya menyoroti bahwa dinamika pilkada dan piala dunia tidak jauh beda. Baik dari formasi dan komposisi pemain dari pilkada dan piala dunia. Saya jadi tidak heran jika bintang di atas lapangan hijau segera angkat koper dari tanah Rusia. Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi merupakan megabintang si kulit bundar di atas rumput hijau. Akan tetapi, mereka belum mampu membawa tim nasional Portugal dan Argentina melaju ke babak berikutnya.
Menurut analisa saya, faktor usia sangat mempengaruhi kualitas permainan Ronaldo dan Messi. Ditambah lagi komposisi pemain yang tidak dikombinasi dengan pemain muda. Wajar jika Prancis melalui pemain muda Killian Mbappe sukses membuat Messi dan kawan-kawannya untuk angkat koper dari tanah Rusia.
Nasib serupa juga dialami tim besar Spanyol dan Jerman yang gagal melangkah ke babak perempat final. Walaupun dipenuhi mayoritas pemain bintang, jika tidak dikolaborasi dengan pemain muda mengakibatkan pola permainan mereka kurang akseleratif dan agresif.
Hasil dari kontesatasi Pilkada tidak jauh berbeda dengan piala dunia. Sekalipun pemuda kurang digeluti segudang pengalaman, akan tetapi selalu pembeda dalam setiap eskalasi rivalitas suatu lomba. Momen pilkada dan piala dunia adalah ajang kompetisi untuk menghasilkan suatau perubahan yang lebih baik. Suka dilakukan dan dimainkan, tapi sukar untuk diterima. Karena demokrasi adalah konsep dalam bernegara, maka kita harus menghargai sesama dan menerima kekalahannya.
Ya, pemuda adalah sang Jawara. Memang tidak dapat dinafikan peran pemuda dalam kehidupan bernegara terutama dalam perubahan yang telah mereka hasilkan dalam setiap zaman. Kebangkitan nasional, kemerdekaan, revolusi, sampai reformasi. Bagi mereka serasa tidak ada kekolotan dalam kehidupan bernegara dan berpolitik. Karena merekalah yang akan meneruskan estafeta kepemimpinan bangsa dan negara.
Relevansi dari dinamika diatas dapat dikorelasikan dengan peran pemuda dalam menyongsong visi misi perubahan sangat tumbuh subur secara signifikan. Jika kita menyusuri sejarah bangsa ini, kita akan bertemu generasi 1900-an yang mempelopori kebangkitan nasional dengan terbentuknya Boedi Oetomo sebagai organisasi yang boleh dikatakan sebagai titik awal terbentuknya organisasi yang bersifat nasional. Dilanjutkan dengan perjuangan generasi 1928 yang berhasil mempelopori persatuan nasional melalui Sumpah Pemuda. Lalu, kita akan bertemu dengan generasi 1945 yang mempelopori perjuangan kemerdekaan dan generasi 1966 yang berhasil mengakhiri rezim Orde Lama. Semua angkatan itu silih berganti sampai datang angkatan 1998 yang mampu menumbangkan rezim Orde Baru. Rangkaian sejarah ini membuktikan bahwa peran pemuda sangat dinantikan untuk percepatan perbaikan bangsa. Mereka bersatu dengan meluruskan akhlak dan niat untuk menuju perbaikan Indonesia. Mereka bergerak di bawah kepemimpinan yang jelas dan terarah. Mereka bersatu padu seperti seikat sapu lidi yang mampu membersihkan sampah-sampah yang berserakan.
Pemuda merupakan kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan sebagai perwujudan dari fungsi, peran, karakter, dan kedudukannya yang strategis dalam pembangunan nasional. Untuk itu, tanggung jawab dan peran strategis pemuda di segala dimensi pembangunan perlu ditingkatkan dalam kerangka hukum nasional sesuai dengan nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Oleh karena itu, posisi pemuda dalam pembangunan sangatlah vital karena pemuda sangat mengerti dan lebih peka terhadap perkembangan zaman. Pemuda lebih paham terhadap konsep-konsep pembangunan seperti apa yang akan dikembangkan di Indonesia.
*Penulis adalah Mahasiswa FISIB UTM. Ketua Komisariat PMII UTM.